Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Kopi Asia Semakin Dinamis

27 September 2022   18:52 Diperbarui: 2 Oktober 2022   09:17 3241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebuah keheningan di gerai kopi Fore di Rasuna Said, Jakarta. Foto: Parlin Pakpahan.

Tampaknya tiada hari tanpa secangkir kopi bagi para lawyer muda di Firma Hukum Kameca di Joyogrand Malang, sama halnya tiada hari tanpa kopi bagi Freddie seorang anak kebayoran baru Jaksel yang bekerja di sebuah perusahaan startup di bilangan Sudirman dan Ivan Jacob seorang pengusaha muda di Depok Belanda. Kalau dirunut ya seperti itu kurang lebih dinamika komunitas penyecap kopi di Indonesia.

Saya terpikat oleh fakta kopi bisa murah dan enak, kenang seorang sobat baru di Malang, yang menyeduh kopi sendiri, tetapi juga mengkonsumsi kopi di banyak gerai kopi di seantero kota Malang.

Dari literasi perkopian lokal Malang, Nasional dan media Asia-Pacific, tercatat konsumsi kopi Asia telah tumbuh sebesar 1,5% dalam lima tahun terakhir, dibandingkan dengan pertumbuhan 0,5% di Eropa dan 1,2% di AS. 

Menurut Organisasi Kopi Internasional, kawasan itu akan segera berubah menjadi pusat gravitasi kopi dunia. Asia tadinya merupakan wilayah peminum teh tradisional. Pertumbuhan konsumsi kopi di Asia sebagian besar didorong oleh munculnya kelas menengah yang ingin mencoba sesuatu yang lagi trending.

Sebuah gerai kopikalyan di Jepang. Foto: ussfeed.com
Sebuah gerai kopikalyan di Jepang. Foto: ussfeed.com

Menikmati kopi lebih dari sekadar pendapatan yang dapat dibuang dan kecanduan kafein semata, tapi juga merupakan fenomena budaya - terbungkus dalam warisan panjang kolonialisme dan pengaruh Barat yang diimpor, mulai dari Jepang, Vietnam hingga perkebunan kopi Belanda di Sumatera dan di Jawa.

Di China, misalnya, kopi kini menjadi barometer pengaruh Barat, dibawa pulang terutama oleh orang-orang yang pernah belajar di luar negeri ntah itu di Belanda, Inggeris atau Amerika.

Di banyak bagian Asia, pertanian dan ekspor kopi, serta budaya minum kopi lokal, berakar kuat pada masa lalu kolonialisme barat, seperti yang kita lihat dalam kasus Vietnam yang pernah dijajah Perancis, dan Indonesia yang pernah dijajah Belanda. Gaya hidup kebarat-baratan, ditambah dengan menderasnya urbanisasi, telah memicu permintaan konsumen akan kopi cepat, seperti brews instan dan pilihan takeout.

Didorong pandemi Covid-19, para peminum kopi Asia kini lebih banyak mengkonsumsi kafein yang diproduksi secara lokal. Permintaan ini telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. 

Produsen kopi domestik yang memiliki lebih banyak rantai kopi asli, mulai menyaingi impor kopi dari Barat seperti Starbucks dan Costa. Saat ini, Asia memproduksi 29% biji kopi dunia, tetapi kawasan ini, termasuk Oseania, hanya mengkonsumsi 22% biji kopi dunia.

Sebuah keheningan di gerai kopi Fore di Rasuna Said, Jakarta. Foto: Parlin Pakpahan.
Sebuah keheningan di gerai kopi Fore di Rasuna Said, Jakarta. Foto: Parlin Pakpahan.

Coffee Toffee, rantai kedai kopi Indonesia, adalah salah satu dari banyak pemilik kedai kopi di Asia yang melihat peluang besar dalam menyeimbangkan angka-angka ini. Visi Toffe Coffee dan sebangsanya terkesan ingin menjadi rantai kopi internasional.

Tidak ada satu pun nama besar seperti Starbucks dari AS, Costa Coffee dari Inggeris, Gloria Jeans Coffee dari Ausie atau Arabika dari Jepang yang berasal dari negara penghasil kopi seperti Brazil, Vietnam atau Indonesia. 

Coffee Toffee dkk adalah bagian dari gerakan di seluruh Asia untuk mematahkan tren ini, karena pembuat kopi kelas industri rumahan seperti Febrian Eka dari Poenokawan Roastery dan pemilik kedai kopi lainnya di Malang misalnya sama-sama bertujuan untuk merebut kembali kopi untuk wilayah yang menanamnya.

Vietnam telah menjadi raksasa kopi dalam dirinya sendiri, sejak penjajah Perancis pertama kali memanen ceri merah (nama yang biasa dipakai untuk buah pohon kopi) pada abad ke-19. 

Begitu mendalamnya kopi dalam budaya Vietnam sehingga tanaman tsb telah diintegrasikan ke dalam leksikon lokal. Sebagai contoh, kopi robusta kental yang dibuat dengan susu kental yang membusuk, yang secara historis dinikmati oleh orang Perancis yang tidak memiliki lemari es untuk menyimpan susu segar. Warisan itu semua telah membantu Vietnam menjadi eksportir robusta top dunia dan masyarakat kafe.

Budaya kopi Vietnam setua pohon kopinya, tetapi terus berkembang. Lihat misalnya UCC Coffee Roastery di Kota Ho Chi Minh. Di jalanan, gerobak jalanan mematok US $ 1 untuk robusta yang disaring yang telah menjadi fitur utama negara itu selama lebih dari satu abad. 

Di dalam kedai-kedai kopi Vietnam zaman now, barista mengkhususkan diri dalam peracikan kopi dengan bermacam mesin pemroses, dimana kafe terlihat seperti laboratorium sains kecil.

Untuk mendemonstrasikannya, seorang barista menyalakan pembakar di bawah teko berisi air mendidih. Tekanan panas mendorong air melalui siphon dan masuk ke dalam teko, tempat kopi diseduh. 

Kafe ini membantu mendorong Vietnam melewati akar robustanya ke era beragam, melayani dua kelompok khususnya : mereka yang ingin sesuatu yang menyenangkan untuk dicoba, seperti frappe, dan penggemar yang sibuk dengan semua hal remeh-temeh dan bagaimana meracik kopi.

Bajawa Cafe (Flores), gerai kopi terbaru di Depok Belanda. Foto: Parlin Pakpahan.
Bajawa Cafe (Flores), gerai kopi terbaru di Depok Belanda. Foto: Parlin Pakpahan.

Pengetahuan masyarakat tentang kualitas kopi pun semakin meningkat. Pelanggan sering bertanya tentang profil rasa atau sumber kopi dari tiga benua, tentang Coffee Maker dan Coffee Brewer, termasuk penggiling kopi manual deari berbagai ukuran.

Pandemi Covid-19 telah memunculkan sejumlah besar Coffee Roastery dan kafe-kafe yang menjajakan kopi dengan cara zaman now. Masa lockdown telah membantu komunitas perkopian dimana pun untuk menyempurnakan kreasi mereka, meniru influencer Instagram dan memperoleh aroma dan cecapan lain demi dan untuk alasan kopi modern akan semakin merakyat.

Sebelumnya, produsen kopi di Jatim kebanyakan fokus pada ekspor, kata Febrian Eka dari Poenokawan Coffee Roastery di Joyoagung, Malang.

Melalui pemberdayaan komunitas petani kopi di Dampit, Kawi dan Arjuno dia mengatakan Jatim sekarang mengambil peran lebih aktif dalam membangun kualitas dan reputasi kopi lokal ntah itu robusta atau arabica.

Konsumen domestik menyukai kopi special seperti Robusta Dampit Malang dan Arabika Arjuno atau Ijen. Ini menciptakan nilai yang sangat tinggi bagi petani, demikian Febrian. Sekarang, para petani juga menyimpan kopi terbaik untuk mereka minum sendiri.

Febrian eka, the owner Poenokawan Coffee Roastery sedang meracik kopi. Foto: Parlin Pakpahan.
Febrian eka, the owner Poenokawan Coffee Roastery sedang meracik kopi. Foto: Parlin Pakpahan.

Arief Liberto Jacob the owner Jacob Koffie Huis di Depok Belanda menyukai kopi yang dialirkan dari saringan aluminium, atau yang menyembur keluar dari mesin espresso. 

Dia mencontohkan perubahan selera konsumen di Jacob Koffie Huis sekarang karena pengaruh Starbucks, yang menyebarkan minuman kopi berbasis espresso, seperti macchiatos.

Saya ingin menjelajah lebih jauh hingga ke Pangaribuan, Doloksanggul, Jambi dan Malang Jatim. Masalahnya saya suka kopi baru, kata Arief kepada saya suatu ketika di Depok Belanda. Arief belajar tentang setiap daerah yang dia kunjungi dengan mencoba kopinya.

Di Jacob Koffie Huis banyak permintaan Americano. Nah ini yang perlu dikasi tahu kepada pelanggan Bung Arief bahwa kopi Robusta Dampit yang kuat dan pahit itu mirip Americano ex Starbucks.

Indonesia adalah negara penghasil kopi terbesar kedua di Asia. Sebagaimana halnya Vietnam, industri kafe juga mendapatkan momentum di masa pandemi Covid-19 sekarang.

Iman Kusumaputra pendiri Kopikalyan mewakili respon Indonesia terhadap Starbucks. Gerai Kopikalyan pertama dibukanya di kawasan komersial yang ramai di Jakarta Selatan.

Ellya Astria, barista kedai kopi Klodjen Djaja 1956, kedai kopi vintage di Klojen, Malang. Foto: Parlin Pakpahan.
Ellya Astria, barista kedai kopi Klodjen Djaja 1956, kedai kopi vintage di Klojen, Malang. Foto: Parlin Pakpahan.

Kopikalyan saat ini menjalankan tiga kedai kopi di sekitar Jakarta, dan mendirikan gerai pertama dan satu-satunya di luar negeri yi di Tokyo pada Desember 2020.

Kopinya terbuat dari biji arabika yang bersumber sepenuhnya dari perkebunan kopi Indonesia. Selain menjajakan kopi Barat seperti espresso dan cappuccino, Kopikalyan juga menjual campuran populer lokal seperti Es Kopi Susu (es kopi dengan susu dan gula aren). 

Baru-baru ini Kopikalyan meluncurkan apa yang disebut sebagai proyek Kopi Atlas, al kopi single-origin pilihan dari berbagai daerah di Indonesia, dari Aceh di barat hingga Papua di timur.

Kopi Indonesia menarik karena sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, pulau-pulau itu dipisahkan oleh banyak lautan, sehingga rasa kopi dari satu daerah ke daerah lain bisa sangat berbeda. Indonesia memiliki jumlah varietas kopi terbesar--bahkan satu pulau bisa menjadi rumah bagi beberapa kopi yang berbeda.

Tak mau kalah dengan Coffee Toffee, Kopikalyan yang membuka gerai kopi pertamanya pada 2016, berambisi dengan rencana ekspansinya. Ada rencana untuk membuka gerai di beberapa kota besar lainnya di Indonesia, serta di Jepang, Uni Emirat Arab dan Ausie, tetapi pandemi Covid-19 dan pembatasan mobilitas memaksa perusahaan untuk mengesampingkan tujuan tsb.

Kedai kopi vintage Und Corner, bilangan Tugu, Malang. Foto: Parlin Pakpahan.
Kedai kopi vintage Und Corner, bilangan Tugu, Malang. Foto: Parlin Pakpahan.

Masyarakat Indonesia sekarang mulai menyadari bahwa kopi mereka adalah sesuatu yang harus mereka banggakan. Sebelumnya kopi arabika dan kopi bermutu tinggi tidak dikonsumsi di dalam negeri, dan sebagian besar kopi itu diekspor, tetapi sejak kafe booming di Indonesia, biji kopi bermutu tinggi didistribusikan, dan masyarakat mulai memahami potensi kopi Indonesia.

Kawisari Koffie Dan Lontjeng Kopi di bilangan wisata heritage Kajoetangan Malang misalnya terkesan sangat percaya diri, setidaknya untuk pariwisata lokal di Malang raya, dimana apresiasi terhadap kopi lokal Malang telah tumbuh secara nyata dalam beberapa tahun terakhir. Kopi lokal ntah itu robusta Dampit, Kawi, dan Arabika Arjuno adalah semangat baru bagi komunitas kopi di Malang. 

Kopi lokal itu kini telah menggantikan biji kopi yang diimpor oleh Starbucks. Brand ex USA inilah yang memulai budaya kedai kopi di Indonesia pada tahun 2002 dan terus berkembang hingga sekarang, termasuk kopi Vietnam yang melanda Jakarta beberapa tahun lalu.

Sekarang, masyarakat Indonesia umumnya lebih penasaran dari mana kopinya berasal, siapa petaninya. Dan juga sekarang banyak homebrewer, jadi lebih mudah bagi produsen untuk menjual biji kopinya. Secara keseluruhan tren kopi di Indonesia semakin populer.

Untuk mendukung penjualan selama pandemi, Kopikalyan misalnya telah mengembangkan berbagai kemasan untuk kopinya, termasuk kaleng aluminium dan bermitra dengan perusahaan ride-hailing Gojek dan Grab untuk pengiriman, serta pasar online lokal seperti Tokopedia untuk menjangkau lebih banyak pelanggan. 

Demikian juga Febrian Eka dari Poenokawan Coffee Roastery di Joyoagung Malang. Berbagai pengusaha kafe menyodorkan merknya masing-masing untuk kopi robusta Dampit dan kopi Arabika Arjuno yang digilingnya. Semakin banyak konsumen yang tertarik untuk mendukung produk lokal ketimbang mengkonsumsi merek asing, demikian Febrian.

Kopi Lontjeng di Kajoetangan Heritage, Malang. Foto: Parlin Pakpahan.
Kopi Lontjeng di Kajoetangan Heritage, Malang. Foto: Parlin Pakpahan.

Meskipun menjadi pengekspor komoditas terbesar keempat di dunia, kopi di Indonesia--di mana teh adalah minuman tradisional pilihan--baru meningkat popularitasnya dalam beberapa tahun terakhir, seiring dengan kebangkitan kelas menengah pra-pandemi yang berkenan menyisihkan sebagian pendapatan mereka untuk dibelanjakan, al di kafe seiring semakin populernya budaya kafe di kalangan penduduk muda perkotaan.

Arief Jacob menegaskan bahwa 90% orang Indonesia adalah Muslim, sehingga orang mencari minuman sosial yang bukan alkohol.

Pemain baru seperti rantai kopi grab-and-go Kopi Kenangan, Janji Jiwa dan Fore Coffee bergabung dalam kepariwisataan. Mereka mengisi kebutuhan akan pilihan kopi segar yang terjangkau dan mencoba menarik investor global. Kopi Kenangan, misalnya adalah kopi Indonesia startup unicorn yang terbaru.

Saya butuh kopi karena saya sering bekerja semalaman, kata Freddie. Karena kebijakan wfh atau work from home, saya sering mengerjakan pekerjaan kantor di kafe pada siang hari, memilih kafe dengan suasana yang menyenangkan di Jaksel.

Di akhir pekan, Freddie bertemu teman-teman di kedai kopi seperti Coffee Toffee. Ketika dia di rumah, dia sering menyeduh kopinya sendiri menggunakan mesin press Perancis.

Kawisari Koffie Huis di Kajoetangan Heritage, Malang. Foto: Parlin Pakpahan.
Kawisari Koffie Huis di Kajoetangan Heritage, Malang. Foto: Parlin Pakpahan.

Narendra anak politeknik sipil di Malang, mengatakan dia mulai minum kopi di sekolah menengah untuk membantunya belajar untuk ujian. Saat itu, pilihannya terbatas pada kopi sachet yang dijual di toko serba ada. Sekarang, dengan kelas di kampusnya masih separuhnya online karena pembatasan Covid-19, dia sering mengerjakan tugas kelas sendiri atau dengan teman sekelas di kedai kopi ber-wifi.

Saya punya beberapa kafe favorit di dekat kost-kost-an saya di Joyogrand Malang yang saya kunjungi sekali atau dua kali seminggu, kata Rendra. Caf-caf tsb memiliki suasana yang menyenangkan untuk bekerja dan mereka juga menjual makanan.

China mengalami tren serupa. Kedatangan rantai asing termasuk Starbucks dan Costa Coffee pada akhir 1990-an di kota-kota China telah menarik konsumen muda. Dan kemunculan jaringan lokal dan kios pinggir jalan dalam beberapa tahun terakhir telah mendorong budaya minum kopi di China.

Menurut laporan Maret 2021 oleh outlet berita keuangan Yicai, Shanghai sekarang memiliki jumlah kedai kopi yang berdiri sendiri tertinggi di dunia, dengan 6.913 outlet. Ini lebih dari 3.826 di Tokyo, 3.233 di London dan 1.591 di New York.

Seperti yang ditunjukkan oleh studi Yicai, gerai kopi di China terkonsentrasi di daerah perkotaan yang makmur, yang menargetkan kaum muda.

Orang-orang muda memiliki daya beli dan uang untuk dibelanjakan dan mereka ingin mencoba hal-hal baru. Kalau ada tren dan produk baru yang menarik, mereka mau mencobanya.

Awalnya, para pemuda penyecap kopi ini menggunakan pengalaman mereka studi di luar negeri untuk menggerakkan pasar di China, yang semula adalah masyarakat peminum teh tradisional. Kemudian datang merk lokal seperti Manner Coffee dan Luckin Coffee yang menjadi tren dengan layanan bawa pulang. Kedai-kedai itu mempunyai daya tarik sendiri buat kaum urban yang sering bepergian dengan harga mulai dari 10 yuan (US $ 1,50) hingga 25 yuan.

Generasi muda China tidak punya waktu untuk duduk di kedai kopi. Mereka hanya mengambil minuman itu dan pergi. Minum kopi dari gerai yang biasanya menyandang nama asing yang khas juga mencerminkan urbanisasi dan daya beli penduduk yang terus meningkat.

Beberapa tidak terlalu suka kopi atau tahu apa itu minuman kopi, tetapi memegang satu cangkir kopi dan berjalan-jalan dengannya membuat mereka berpikir gaya seperti itu terlihat mewah.

Layanan pengiriman di China yang efisien benar-benar membuat minum kopi menjadi murah dan mudah didapatkan. Seperti kebanyakan kaum urban, para pemuda pekerja ini menggunakan aplikasi seluler untuk memuaskan hasrat minum kopinya tanpa meninggalkan kantor atau rumah.

Untuk memberi kesan berbeda, rantai khusus seperti Kopi Seesaw dan Kopi Mellower menawarkan menu minuman inovatif dari kopi campuran alkohol yang ditargetkan untuk kaum urban. Seesaw juga telah bekerja sama dengan desainer Finlandia Marimekko dalam co-branding, sementara di Manner, pelanggan yang membawa cangkir sendiri mendapatkan potongan 5 yuan dari tagihan.

Tampilan Coffee Toffee di bilangan Jaksel. Foto: coffeetoffee.co.id
Tampilan Coffee Toffee di bilangan Jaksel. Foto: coffeetoffee.co.id

Riset iiMedia China pada Nopember memproyeksikan pasar kopi di negara itu akan mempertahankan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 27%, dan itu akan mencapai 1 triliun yuan pada 2025, naik dari 381,7 miliar yuan pada 2021.

Investor tampaknya memperhatikan perkiraan ambisius tsb. Manner, dilaporkan berencana untuk mengembangkan sahamnya, menarik beberapa putaran pendanaan pada tahun lalu dari investor, termasuk Temasek Singapore, Meituan dan ByteDance.

Seesaw, yang menjalankan kurang dari seratus toko, menarik ratusan juta yuan dari operator teh susu China Heytea pada Juli dan Costone Capital pada Desember, mendorong valuasinya menjadi 1,6 miliar yuan, menurut penyedia data China Itjuzi.com.

Bagi peminum kopi China, operator lokal ini dengan tawaran pelokalan mereka mencerminkan tren guochao, atau patriotik, yang telah menyapu pasar konsumen dari pakaian jadi hingga kosmetik sejak ketegangan perdagangan dengan AS dimulai. Tidak seperti pemain asing di China dengan biji kopi impor mereka, operator rantai Cina memilih biji lokal berdasarkan pertimbangan biaya dan preferensi pelanggan untuk rasa lokal.

Kalau pemain kopi di China bisa membuktikan biji kopi lokal sama bagus dan enaknya dengan kopi asing, maka taktik ini akan berhasil. Mereka tidak menyasar orang asing, tetapi generasi muda lokal yang sensitif dengan jenis pemasaran model patriotik ini.

Para pemuda pekerja di China ini tidak selalu suka minum di Starbucks atau Costa. Ketika mereka menemukan gerai yang dikelola oleh pemiliknya sendiri, mereka bersedia mencobanya dan kemudian menyukainya sebagaimana menyukai Manner karena kebijakannya yang ramah lingkungan. Pendeknya mereka merasa lebih dekat dengan masyarakat internasional.

Danny Li, pendiri Goffee-Coffee di Myanmar, telah melihat tren serupa di antara para pelanggannya.

Setelah lulus dari sebuah universitas di Taiwan, Li yang merupakan keturunan Tionghoa Burma membuka kedai kopinya di Mandalay pada tahun 2016 ketika hampir tidak ada kafe, selain restoran, yang menawarkan kopi. Ketika saya belajar di Taiwan saya memutuskan untuk membawa kembali budaya kopi ke negara asal saya, katanya. Namun, banyak pelanggannya adalah orang-orang teknik, insinyur muda, dan para ekspatriat, ketimbang penduduk setempat.

Untuk menyebarkan budaya kopi, Li menawarkan workshop di kafenya. Teh susu telah menjadi minuman pokok di jalan-jalan Myanmar, bekas jajahan Inggeris, tetapi gelombang itu berbalik ketika orang-orang mulai minum kopi. Kami memberi tahu orang-orang tentang kopi dan bagaimana membedakan kopi yang baik, kata Li.

Negara lain dengan sejarah panjang minum teh adalah Jepang. Jepang telah mengalami peningkatan konsumsi kopi dalam beberapa tahun terakhir. Pasar kopi Jepang adalah yang terbesar di Asia, dengan penjualan kopi senilai US $ 34,45 miliar pada tahun 2020, menurut Mersol & Luo.

Konsumsi teh telah menjadi arus utama di Asia sejauh ini, tetapi jumlah orang yang minum kopi terus meningkat. Begitulah Jepang sekarang. seperti yang dapat kita lihat sekarang, Karena Jepang awalnya memiliki budaya minum teh, maka warganya mempunyai kebiasaan merebus air. Tak heran mudah untuk membangun budaya minum kopi di Jepang, seperti menyeduh kopi tuang.

Sementara kopi telah menjadi salah satu minuman panas yang paling banyak dikonsumsi di Jepang, konsumsi teh menurun. Menurut Asosiasi Produksi Teh Jepang, konsumsi teh dalam negeri turun menjadi 108.454 ton pada 2019, atau turun 30% dari 2004.

Herbert Yum, seorang manajer riset di Euromonitor International, mengakui memang benar konsumen muda mungkin kehilangan minat pada teh di beberapa pasar seperti Jepang dan Korea Selatan, dimana kopi adalah minuman panas yang dominan berkat perkembangan lama teh yang kini sudah sampai di titik jenuh.

Seperti banyak industri di Jepang, tidak mengherankan jika pemasok teh dan kopi menghadapi masalah yang disebabkan oleh populasi negara yang menurun. Namun berbeda dengan pasar teh, konsumsi kopi di Jepang justeru meningkat, mencapai 452.903 ton pada 2019, naik 5,8% dari 2004 menurut All Japan Coffee Association.

Bahkan sebelum kedatangan Starbucks pada tahun 1995, kebiasaan minum kopi di Jepang telah muncul sejak periode Meiji pada tahun 1800-an, dengan kerinduan konsumen akan budaya Barat.

Tapi masuknya jaringan Seattle dan kebijakan larangan merokok membantu meningkatkan jumlah peminum kopi perempuan, banyak dari mereka telah dihadang oleh suasana berasap dari kedai kopi tradisional Jepang. Sekitar tahun 2010, booming kopi brewed-to-order di toko serba ada berkontribusi pada perluasan pasar.

Meskipun pandemi melanda kafe dan toko serba ada pada tahun 2020, dunia industri sekarang melihat peluang karena konsumen membelanjakan lebih banyak untuk biji kopi special dan peralatan peracik kopi untuk digunakan di rumah. Tidak benar orang berusia 20-an dan 30-an tidak punya uang.

Mereka justeru memiliki gaya konsumsi dan bersedia membayar apa pun yang mereka anggap berharga, kata Kanno seorang pemilik gerai kopi Di Jepang. Di Jepang, karena pandemi, jumlah orang yang belanja peralatan peracik kopi dan membeli biji kopi telah meningkat.

Di Korea Selatan, rumah bagi pasar kopi terbesar kedua di Asia sebelum diambil alih China pada tahun 2020, kafe telah menjadi bagian integral dari ekosistem sosial.

Seo Young-woong, 37, mengunjungi kedai kopi Lusso Lab di pusat kota Seoul dua kali seminggu, karena kafe dua lantai yang dibangun dengan batu bata merah itu menawarkan dia tempat berteduh yang nyaman dari hiruk pikuk kota.

Saya suka disini, karena saya dapat menikmati waktu dan ruang untuk saya sendiri, kata Seo, yang bekerja untuk pusat kesejahteraan orangtua. Tempat duduknya nyaman dan tempatnya bersih, tambah Seo.

Kafe yang dijalankan oleh CK Corporations, sebuah rantai kopi lokal, juga dipenuhi oleh pelanggan. Ruang tsb melayani konsumen kopi dari segala usia dan latar belakang: Seorang jurnalis senior sedang mewawancarai seorang nara sumber di lantai dua, sementara tiga perempuan berusia 20-an sedang mengobrol satu sama lain sambil menikmati Americano dan kudapan. Seorang mahasiswa musik klasik, terlihat mampir menikmati es latte dengan biola di bahunya.

Sementara Lusso Lab menawarkan tempat berteduh di pusat kota, gerai Cafe Comma di Seoul barat, dijalankan oleh Munhakdongne Publishing Group, semacam kafe buku tempat orang dapat menyesap kopi, membaca buku, dan belajar. Ribuan judul buku memenuhi rak buku yang berdiri tegak di gedung berlantai lima itu.

Terlihat di caf ini, pasangan muda sedang belajar matematika bersama di lantai dua dengan tablet PC, sementara seorang perempuan berusia 30-an sedang bekerja dengan laptop di kursi di samping jendela. Caf ini lebih mirip perpustakaan ketimbang kedai kopi biasa.

Pasar kopi Korea Selatan telah meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir, meskipun ada pandemi, berkat pelanggan yang mengadopsi kafe sebagai rumah, kantor, atau perpustakaan kedua mereka.

Impor kopi negara itu mencapai US $ 916 juta tahun lalu, naik dari US $ 738 juta pada 2020 dan US $ 662 juta pada 2019, demikian menurut data otoritas bea cukai.

Hyundai Research Institute, sebuah think tank swasta yang berbasis di Seoul, mengatakan dalam laporan 2019 bahwa pasar kopi negara itu diperkirakan akan tumbuh menjadi 9 triliun won (US $ 7,5 miliar) pada tahun 2023.

Meskipun perluasan pasar ini sebagian merupakan efek samping dari ekspansi ekonomi Asia secara keseluruhan dan meningkatnya pendapatan yang dapat dibelanjakan, Yum dari Euromonitor mengatakan pertumbuhan kategori kopi di Asia Pasifik didukung oleh pengembangan berkelanjutan budaya kopi di wilayah tsb.

Pada akhirnya, kopi diprediksi akan semakin mendarah daging di masyarakat Asia seiring berjalannya waktu. Konsumen Asia mengejar sesuatu yang lebih untuk gaya hidup mereka, termasuk minum kopi berkualitas. 

Konsumen ini biasanya memiliki latar belakang kelas menengah dan mereka telah terpapar dengan gaya hidup di negara-negara Barat, seperti bertemu teman di kafe melalui media sosial. Begitu kawula muda pekerja ini memiliki kekuatan finansial yang memadai, mereka mulai mewujudkan gaya hidup mereka, termasuk meningkatkan konsumsi kopi mereka.

Demikian juga di negeri kopi Indonesia ini. Tren kopi dan foto diri yang Instagramable semakin meningkat sejalan dengan gaya hidup kawula muda perkotaan sebagaimana dapai dilihat di Jabodetabek, Bandung, Semarang, Surabaya, Malang, Denpasar dst. 

Mulai dari merk-merk kosmetik terjangkau tapi bermutu di kalangan perempuan pekerja, hingga aneka kopi ntah itu Arabica dan Robusta dari seantero Indonesia yang sudah sejak zaman Belanda mengenal kopi. Kawula muda perempuan dan laki-laki ini menjadi unisex tanpa asap rokok ketika memasuki perkafean Indonesia now.

Joyogrand, Malang, Tue', Sept' 27, 2022.

Secangkir kopi di atas biji kopi yang sudah diroastery. Foto: hipwee.com
Secangkir kopi di atas biji kopi yang sudah diroastery. Foto: hipwee.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun