Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Kopi Asia Semakin Dinamis

27 September 2022   18:52 Diperbarui: 2 Oktober 2022   09:17 3241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebuah keheningan di gerai kopi Fore di Rasuna Said, Jakarta. Foto: Parlin Pakpahan.

Sementara kopi telah menjadi salah satu minuman panas yang paling banyak dikonsumsi di Jepang, konsumsi teh menurun. Menurut Asosiasi Produksi Teh Jepang, konsumsi teh dalam negeri turun menjadi 108.454 ton pada 2019, atau turun 30% dari 2004.

Herbert Yum, seorang manajer riset di Euromonitor International, mengakui memang benar konsumen muda mungkin kehilangan minat pada teh di beberapa pasar seperti Jepang dan Korea Selatan, dimana kopi adalah minuman panas yang dominan berkat perkembangan lama teh yang kini sudah sampai di titik jenuh.

Seperti banyak industri di Jepang, tidak mengherankan jika pemasok teh dan kopi menghadapi masalah yang disebabkan oleh populasi negara yang menurun. Namun berbeda dengan pasar teh, konsumsi kopi di Jepang justeru meningkat, mencapai 452.903 ton pada 2019, naik 5,8% dari 2004 menurut All Japan Coffee Association.

Bahkan sebelum kedatangan Starbucks pada tahun 1995, kebiasaan minum kopi di Jepang telah muncul sejak periode Meiji pada tahun 1800-an, dengan kerinduan konsumen akan budaya Barat.

Tapi masuknya jaringan Seattle dan kebijakan larangan merokok membantu meningkatkan jumlah peminum kopi perempuan, banyak dari mereka telah dihadang oleh suasana berasap dari kedai kopi tradisional Jepang. Sekitar tahun 2010, booming kopi brewed-to-order di toko serba ada berkontribusi pada perluasan pasar.

Meskipun pandemi melanda kafe dan toko serba ada pada tahun 2020, dunia industri sekarang melihat peluang karena konsumen membelanjakan lebih banyak untuk biji kopi special dan peralatan peracik kopi untuk digunakan di rumah. Tidak benar orang berusia 20-an dan 30-an tidak punya uang.

Mereka justeru memiliki gaya konsumsi dan bersedia membayar apa pun yang mereka anggap berharga, kata Kanno seorang pemilik gerai kopi Di Jepang. Di Jepang, karena pandemi, jumlah orang yang belanja peralatan peracik kopi dan membeli biji kopi telah meningkat.

Di Korea Selatan, rumah bagi pasar kopi terbesar kedua di Asia sebelum diambil alih China pada tahun 2020, kafe telah menjadi bagian integral dari ekosistem sosial.

Seo Young-woong, 37, mengunjungi kedai kopi Lusso Lab di pusat kota Seoul dua kali seminggu, karena kafe dua lantai yang dibangun dengan batu bata merah itu menawarkan dia tempat berteduh yang nyaman dari hiruk pikuk kota.

Saya suka disini, karena saya dapat menikmati waktu dan ruang untuk saya sendiri, kata Seo, yang bekerja untuk pusat kesejahteraan orangtua. Tempat duduknya nyaman dan tempatnya bersih, tambah Seo.

Kafe yang dijalankan oleh CK Corporations, sebuah rantai kopi lokal, juga dipenuhi oleh pelanggan. Ruang tsb melayani konsumen kopi dari segala usia dan latar belakang: Seorang jurnalis senior sedang mewawancarai seorang nara sumber di lantai dua, sementara tiga perempuan berusia 20-an sedang mengobrol satu sama lain sambil menikmati Americano dan kudapan. Seorang mahasiswa musik klasik, terlihat mampir menikmati es latte dengan biola di bahunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun