Sedangkan retailer-retailer medium apalagi yang besar terkesan kuat sepertinya mengharamkan untuk menjual MinyaKita, meski sudah tahu minyak curah rakyat itu sudah diupdate pembuatannya. Kemasannya sudah pantas, juga sudah memakai stiker Halal Indonesia, termasuk info tentang kandungan MinyaKita seperti energi, lemak, karbohidrat dll, dan di atas segalanya sudah ada izin dari BPOM.
Kemasan MinyaKita tak kalah dengan kemasan minyak goreng premium yang justeru kelewat banyak pernak-perniknya. Dan gincu tebal kelas premium itu harganya pernah dipatok gila-gilaan, meski kemudian atas nama promosi diturunkan menjadi Rp21.000 atau Rp24.000 per liter. Tapi mereka takkan pernah bisa sampai ke harga HET.
Akhirnya ini semua berpulang kepada pemerintah pusat untuk dapat memotivasi bakal produsen yang mau berinvestasi menjadi produsen minyak goreng rakyat dan serius dalam memproduksi MinyaKita. Dan di atas segalanya pemerintah tentu harus sigap menegur pemda di seantero Indonesia agar serius mensukseskan program MinyaKita. Mereka kan punya data bagaimana mendistribusikan MinyaKita di wilayahnya dan mempunyai aparat pelaksana yang seharusnya mampu memantau apakah retailer-retailer medium sudah mematuhi ketentuan pemerintah atau mereka lebih memilih menghantam rakyat agar tetap mengkonsumsi minyak goreng kelas premium yang tak pernah mau beringsut banyak dari harga jual tertingginya itu.
Kalau matarantai logistik ini tak segera diperbaiki apalagi membiarkan banyak pemda yang "mbulet" dan masa bodoh dengan ancaman inflasi terhadap perekenomian kita, maka ini jelas akan memicu inflasi nasional kita, meski MinyaKita telah di depan hidung wong cilik.
Joyogrand, Malang, Wed', Sept' 14, 2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H