Mengutip Clyde Kluckhohn sikap orang-orang didasarkan pada nilai-nilai yang relatif sedikit dan stabil yang mereka pegang saat itu.Â
Teori orientasi nilai Kluckhohn dan Strodtbeck mengusulkan semua masyarakat manusia harus menjawab sejumlah terbatas masalah universal, bahwa solusi berbasis nilai terbatas jumlahnya tapi dapat diketahui secara universal. Kluckhohn menegaskan budaya yang berbeda memiliki preferensi yang berbeda.
Sampai disini akhirnya kita harus sadar bahwa pada zaman now kita hidup dalam masa turbulensi. Preferensi budaya kita mulai bergeser.Â
Masalah pandemi yang universal tak lagi bisa diselesaikan secara nasional, melainkan dengan deal-deal internasional. Masalah pengangguran dan pemberdayaan ekonomi rakyat harus dipecahkan dari preferensi universal dan nasional. Lagak lagu nasionalisme tak bisa lagi diumbar begitu saja.Â
Kita harus rasional dan/atau berakal sehat. Mengapa? Ya kita kini berada dalam masa turbulensi yang penuh pergeseran nilai.Â
Generasi senja sudah akan digantikan oleh generasi milenial sekarang yang katakanlah dalam jangka pendek 5 tahun ke depan ini akan mengorganisir dirinya dalam kaidah-kaidah baru yang tak lagi sama dengan generasi pendahulunya. Misalnya mereka anti pita merah birokrasi sekarang apalagilah di zaman sebelumnya.Â
Mereka anti berlama-lama dalam talking ketimbang action. Dan dalam jangka menengah 10-20 tahun ke depan mereka akan menyongsong Indonesia yang terbarukan baik penggunaan energi maupun neraca keuangan negara yang akan lebih diarahkan pada angka-angka rupiah dari hasil olahan dalam negeri dengan meninggalkan era tumpukan utang luar negeri dan aneka produk rakitan yang sudah terlalu lama mendominasi sistem kita.Â
Katakanlah 25 tahun ke depan ini kita sudah punya city car elektrik sendiri bermerk nasional seperti Nainggolan atau Tjokro atau katakanlah Pakpahan dan Kosasih.Â
20 tahun ke depan kita sudah punya MBT atau Main Battle Tank sendiri dengan merk nasional Harimau Sumatera, Homang Toba, Badak Jawa, Anoa Sulawesi dst.
Korelasi