Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Awas Faktor Penghancur Baperan

5 November 2021   15:03 Diperbarui: 5 November 2021   15:08 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Milenial dengan kereta dagang zaman now-dokpri

Awas Faktor Penghancur Baperan

Baper atau Bawa Perasaan adalah bahasa kaum milenial. Istilah Baper tidak selalu soal perasaan cinta atau asmara. Tetapi lebih sering digunakan oleh seseorang yang memiliki sifat sensitif dan sering menggunakan emosinya untuk menanggapi peristiwa apapun.

Untuk mudahnya, istilah Baperan dalam tulisan ini kita definisikan saja sebagai seseorang atau sekelompok orang yang mengidap sifat yang lebih mengedepankan emosi ketimbang akal sehat.

Bahasa slank khas milenial Indonesia ini seperti biasa terdiri dari dua kata yang digabungkan seperti Mager (Malas Gerak). Istilah ini ditujukan pada seseorang yang sedang malas bergerak atau beraktivitas. Contoh lain Gabut (Gaji Buta), sebuah tonjokan bagi para pegawai yang tidak melakukan pekerjaan apapun tapi masih tetap menerima gaji.

Seseorang disebut baperan ketika katakanlah merasa sedih melihat seorang Ibu sedang menjajakan anaknya  untuk mengamen asal-asalan di jalan. Itulah perasaan dan emosi seorang baperan dalam merespon sebuah peristiwa

Sisi positif dan negatif

Beberapa efek baperan al : merasa malas untuk melakukan berbagai hal; mood atau suasana hati menjadi mudah berubah; sangat mudah untuk sedih atau bahkan menangis; mudah merasa kecewa terhadap suatu hal; sulit untuk merasakan kebahagiaan yang nyata; sulit untuk mensyukuri nikmat yang sudah ada dirasakan pada saat itu.

Tak heran sifat baperan bisa membuat seseorang menjadi mudah marah dan juga sakit hati. Selalu merasa kurang terhadap apa yang sudah dimiliki.

Meski demikian, ada juga hal positif dari sifat Baperan : 

(1) Bisa merasakan emosi positif lebih dalam. Orang baperan mudah sedih, emosi, atau marah.  Tapi, mereka juga bisa sangat mudah merasakan bahagia atau terharu dengan hal-hal yang membanggakan. Katakanlah, hanya sekadar cangkruk dengan teman-teman seharian, sudah bisa membuat mereka yang baperan bahagia. 

Terlebih jika mereka memperoleh hal besar atau pencapaian besar, maka itu akan sangat berarti bagi mereka; (2) Memiliki rasa empati yang tinggi. 

Orang yang baperan umumnya lebih nyaman saat diajak curhat atau ngobrol. Sebab mereka memiliki rasa empati yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang-orang yang cuek dan biasa saja; (3) Bisa menjadi pemimpin yang hebat. Orang-orang baperan bukanlah orang yang suka mengontrol segalanya  jika menjadi seorang pemimpin. Mereka justeru akan lebih percaya dengan kemampuan anak buahnya. 

Sehingga Ia akan memberikan kesempatan mereka untuk berkembang; (4) Teliti. Orang-orang yang memiliki sifat sensitif dianggap lebih mampu menangkap hal-hal kecil yang sering terlewatkan. Misalnya, mereka tahu bagaimana suasana hati orang-orang disekitarnya berubah. 

Jadi mereka akan lebih hati-hati dan tahu bagaimana menangani hal tersebut; (5) Penyayang. Orang baperan adalah mereka yang seringkali dianggap sebagai pribadi penyayang. Hal tersebut muncul karena sensitivitas perasaan mereka terhadap orang lain.

Baperan dalam realitas

Sah-sah saja sih ketika kita terbawa perasaan, namun bisa jadi berakibat buruk jika selalu mengedepankan perasaan atas setiap situasi. 

Dalam pertemanan, persaudaraan, berinteraksi di sebuah organisasi atau di tempat kerja, sifat seperti ini akan cepat kita ketahui dari respon teman atau saudara kita itu, tapi sering kita sepelekan karena dianggap ah itu sih urusan dia, karena memang itulah kepribadiannya. 

Aspek psikologis yang disepelekan inilah yang membuat tiba-tiba urusan menjadi runyam ketika ntah mengapa terjadi semacam klimaks yang membuat sobat kita yang satu ini tiba-tiba tenggelam kedalam semacam lautan irasional karena sifat baperannya itu.

Hal-hal positif yang telah dikemukakan sebelumnya memang tak lantas meaningless. Tapi saya pikir itu adalah "primus inter pares" atau hanya dimiliki oleh segelintir orang saja. Kalaupun hal positif itu menjadi dominan, maka itu tentu takdir ybs yang berhasil mengedepankan akal-sehat ketimbang emosi. Ntahlah kalau ybs terbawa emosi ketika membaca sebuah karya sastera romantik yang sangat menggugah.

Kerangka Kluckhohn

Studi psikologi tentang nilai-nilai berharga dalam hidup ini biasanya dilakukan dengan sejumlah alasan. Dengan menggunakan konsep nilai, kita dapat mencari tau seluruh ruang kehidupan ini, bukan hanya sisi positif dan negatifnya saja seperti halnya sikap baperan.

Nilai adalah pusat pemikiran, emosi dan perilaku manusia. Nilai relevan dan valid secara lintas budaya. Nilai juga memungkinkan perbandingan antar kelompok dan orang-orang di dalam kelompok. Jika nilai penting artinya dalam psikologi, maka teori orientasi nilai adalah kerangka yang berguna untuk melihat dinamika masyarakat.

Mengutip Clyde Kluckhohn sikap orang-orang didasarkan pada nilai-nilai yang relatif sedikit dan stabil yang mereka pegang saat itu. 

Teori orientasi nilai Kluckhohn dan Strodtbeck mengusulkan semua masyarakat manusia harus menjawab sejumlah terbatas masalah universal, bahwa solusi berbasis nilai terbatas jumlahnya tapi dapat diketahui secara universal. Kluckhohn menegaskan budaya yang berbeda memiliki preferensi yang berbeda.

Turbulensi

Sampai disini akhirnya kita harus sadar bahwa pada zaman now kita hidup dalam masa turbulensi. Preferensi budaya kita mulai bergeser. 

Masalah pandemi yang universal tak lagi bisa diselesaikan secara nasional, melainkan dengan deal-deal internasional. Masalah pengangguran dan pemberdayaan ekonomi rakyat harus dipecahkan dari preferensi universal dan nasional. Lagak lagu nasionalisme tak bisa lagi diumbar begitu saja. 

Kita harus rasional dan/atau berakal sehat. Mengapa? Ya kita kini berada dalam masa turbulensi yang penuh pergeseran nilai. 

Generasi senja sudah akan digantikan oleh generasi milenial sekarang yang katakanlah dalam jangka pendek 5 tahun ke depan ini akan mengorganisir dirinya dalam kaidah-kaidah baru yang tak lagi sama dengan generasi pendahulunya. Misalnya mereka anti pita merah birokrasi sekarang apalagilah di zaman sebelumnya. 

Mereka anti berlama-lama dalam talking ketimbang action. Dan dalam jangka menengah 10-20 tahun ke depan mereka akan menyongsong Indonesia yang terbarukan baik penggunaan energi maupun neraca keuangan negara yang akan lebih diarahkan pada angka-angka rupiah dari hasil olahan dalam negeri dengan meninggalkan era tumpukan utang luar negeri dan aneka produk rakitan yang sudah terlalu lama mendominasi sistem kita. 

Katakanlah 25 tahun ke depan ini kita sudah punya city car elektrik sendiri bermerk nasional seperti Nainggolan atau Tjokro atau katakanlah Pakpahan dan Kosasih. 

20 tahun ke depan kita sudah punya MBT atau Main Battle Tank sendiri dengan merk nasional Harimau Sumatera, Homang Toba, Badak Jawa, Anoa Sulawesi dst.

Korelasi

Apa korelasi semuanya itu dengan sifat baperan. Ya, menjawab zaman. Saya pikir sifat baperan adalah adalah nilai-nilai lama kita yang harus segera kita tinggalkan. Orang baperan bersandar pada tatanan lama berpreferensi budaya sopan santun hipokrit yang menomorduakan akal sehat. 

Kita sudah terlalu lama takzim pada senioritas yang tidak proporsional yang terlalu menekankan harmoni dan lupa banjir dan pencemaran lingkungan ada dimana-mana. 

Kita terlena pada kalimat klise Indonesia kaya dengan keragaman alam dan manusia dan lupa bahwa kita kini sudah berjumlah kl 275 juta jiwa yang besok dan seterusnya perlu makanan sehat bergizi untuk dan demi kecerdasan bangsa. Dan itu semua harus segera diupayakan dengan bahasa teknis ekonomis dengan sedikit bahasa politis dan bahasa mimetis.

Manusia-manusia baperan zaman now adalah manusia-manusia Indonesia yang perlu diajari bagaimana menggunakan akal sehat dalam rangka survival dan perkembangan mulai dari keluarga, pertemanan, persaudaraan dan kebangsaan. Jangan malah kita kita jadi baperan karena terkontaminasi baperan-baperan yang merusak sendi-sendi organisasi, pertemanan dan persaudaraan kita.

Depok Bolanda, Fri', Nov' 05, 2021

referensi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun