"Kau Aryabuana? kau tega melukai ibumu sendiri!"
"Ibu yang kukenal adalah seorang yang penuh kasih sayang, bukan wanita serakah dan suka mengumbar nafsu!" ujar Aryabuana tegas.
"Beberapa detik kemudian sorot mata sang dewi mulai meredup, badannya mulai melemas dan roboh. Di sebelahnya sang mahapatih juga sedang mengerang kesakitan. Hujaman pisau itu pun dialami olehnya.Sebab apa yang dirasakan oleh sang dewi, dirasakan juga oleh sang mahapatih. Beberapa detik saja ia pun roboh.
"Aryabuana, cepat kau taruh kembali air abadi ini pada tempatnya sebelum dunia yang kau kenal ini binasa dan kiamat!" Perintah sang kaisar dilaksanakan dengan cekatan oleh sang bocah penyelamat itu.
***
Hujan deras membasahi bumi tak henti-hentinya dan halilintar sambar menyambar. Semua orang turun ke jalan-jalan sambil menari-nari, memanjatkan doa pujian kepada sang kaisar langit.
Khayangan mulai pulih. Energi baru mulai merasuki roh-roh dewa-dewi yang terkulai. Sebuah pesta besar tercetus di khayangan, merayakan kembalinya takhta sang kaisar dari tangan sang pemberontak.
Kedua pemberontak keji itupun dikurung selamanya di perut gunung Merapi, semetara Aryabuana dianugerahi kehormatan sebagai mahapatih yang baru. Dengan demikian, dialah satu-satunya mahkluk berdarah campuran yang berada di khayangan.
"Mengapa aku dapat melumpuhkan kedua pemberontak kejam itu? Bukankah aku juga melakukan hal yang telah paduka lakukan?" tanya Aryabuana ketika ia duduk dekat kaisar pada podium pesta langit saat itu.
"Jawabannya sederhana nak. Kau memiliki darah yang juga mengalir pada jiwa pemberontak itu. Darah menghubungkan kekuatan!"
Jawaban singkat sang kaisar membuat Aryabuana hanya bisa tercenung. Sementara itu pesta di khayangan maupun di bumi kian semarak.