Gladys memejamkan mata, matanya dan mulutnya melebar saat membuka pejaman matanya tersebut. Mata daan mulutnya melebar karena ia melihat dua anak perempuan dan satu anak laki-laki mereka sedang bermain-main di halaman rumah yang sangat ia kenal, halaman itu tidak jauh dari rumah Eugene dan juga Gladys. Sepuluh tahun yang lalu tepatnya pada tahun 2025. Ia menangis melihatnya saat ia ingin memeluk anak laki-laki tersebut, mengejutkan ia tembus dari anak laki-laki itu ia mundur dan ketakutan.
      Gladys memejamkan matanya lagi untuk berusaha membendung air matanya tetapi saat ia membuka mata yang terlihat sekarang adalah Eugene yang merunduk dan mata yang berkaca-kaca. Gladys berteriak dan berlarian mencari tiga anak yang tadi terlihat bermain-main di depannya.
      Gladys bin in die vergengenheit gereist
***
      Esoknya Gladys telah mendapatkan lagi wajah cerianya. Seperti biasa ya tuhan, kelas lebih ramai saat ini. Begitulah Gladys sedang memandangi handphonenya yang berisi cuplikan traveling itu.
      Tiba-tiba...
      "Kamu tuh seharsnya tahu diri, orang Cuma anak manja aja cita-citanya mau jadi traveler. Hhh mimpi kok di pagi hari," Tukas salah seorang kelas Gladys dengan raut wajah super duper ngeselin. Gladys mematung di tempatnya, kata-kata itu sangat singkat tetapi rasanya langsung menusuk hati. Lebih sakit daripada ditampar oleh mama dirumah. Gladys meneteskan air yang begitu berharga bagi mama dan papanya.
      Gladys bergumam dalam butiran-butiran air matanya tersebut 'Ya tuhan andaikan aku tahu apa masa depanku tidak akan aku merasa saat ini aku sedang berkhayal' Bagaikan Gladys berdo'a di langit yang sangat dekat dengan langit ke tujuh. Gladys memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam.      Â
      Gladys melihat ada tangga yang menjulang tinggi setelah Gladys ingat-ingat kembali itu adalah tangga di gunung bromo. Gladys menepuk-nepuk pipinya hingga memerah semerah apel ya gak juga sih, Gladys memegang tepian anak tangga itu dan seperti kemarin tangga itu tenggelam dalam cengkraman erat Nauya. Karena sangat terpesona dengan keindahannya ia mengambil gambar dari kamera yang ada di dalam ranselnya dan langsung memotretnya.
      Gladys menaiki tangga, tinggi tangga itu membuat lelah Gladys, tetapi rasa lelah itu terbayarkan dengan keindahan dari puncak gunung bromo. Gladys mengambil nafas dalam-dalam dengan memejamkan matanya. Bomm.. pemandangan yang begitu indah menyita mata itu telah hilang digantikan dengan papan putih bersih yang terpampang di depannya. Setelah ini ada pelajaran Bahasa Indonesia. Pelajaran berjalan amat sangat lancar. Seusai istirahat nanti ada pelajaran matematika, tetapi gurunya tidak dapat datang karena akan meminang pacar anaknya. Resiko anak pintar namanya selalu berputar-putar di kepala guru.
      Gladys dipanggil menuju ruang guru, dia menemui guru matematika kelas delapan. Ternyata guru matematika Gladys menitipkan sebuah lembaran kertas berisi tugas dan Gladys yang dipercaya untuk mengambil alih keadaan kelas. Jadi Gladys izin tidak mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia untuk beberapa menit untuk mengembil selembar kertas berisi tugas matematika.