Mohon tunggu...
Parhorasan Situmorang
Parhorasan Situmorang Mohon Tunggu... Penulis - Petualang waktu yang selalu memberi waktunya untuk menginspirasi generasi muda.

Petualang waktu yang selalu memberi waktunya untuk menginspirasi generasi muda.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi Orangtua yang "Orangtua" Menurut Citarasa Romo Mangunwijaya

10 Desember 2016   07:02 Diperbarui: 10 Desember 2016   09:05 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Religiusitas

Orangtua seyogyanya bisa lebih menumbuh suburkan religiusitas di rumah. Manusia adalah makhluk bebas yang mempunyai bakat atau potensi bawaan, dan makhluk berdimensi sosial, menurut Romo Mangun manusia juga makhluk yang bernilai dan ber-Tuhan. Manusia makhluk yang bernilai karena manusia adalah ciptaan Tuhan yang berharga. Sikap religiusitas menjadi bagian khas konsep pendidikannya, menurut Gus Dur memang harus dijalankan dan ditekankan.

Bahkan dalam salah satu artikelnya Gus Dur menyatakan bahwa paham religiusitas seperti inilah yang nantinya mampu membentuk tatanan masyarakat yang ideal. Sebab di dalamnya tidak ada sekat apapun, baik sekat agama, suku, etnis maupun yang lainnya, yang ada adalah kesatuan makhluk Tuhan. Dalam arti,Gus Dur hendak mengatakan bahwa dengan konsep pendidikan ini anak diharapkan akan menjadi generasi-generasi yang memiliki keyakinan dan paradigma yang inklusif, demokratis dan dialogis dalam kehidupannya kelak.

Komunikabel

Selain itu Romo Mangun juga menyatakan bahwa pada dasarnya manusia ialah makhluk bahasa. Dalam arti manusia ialah makhluk yang mempunyai potensi berkomunikasi yang berguna atau digunakan sebagai alat untuk mengembangkan potensi-potensi awal yang dimilikinya. Yang dimaksud Romo Mangun di sini bukan bahasa yang berarti sempit, yakni bahasa cuma simbol verbal komunikasi lisan, tetapi juga mencakup komunikasi lain yang beraneka-ragam wujudnya, seperti bahasa tubuh, bahasa gerak, bahasa isyarat dan bahkan interaksi sosial.

Mengejawantahkan optimal status mahkluh bahasa ini, orangtua idealnya senantiasa menghadirkan komunikasi sehari-hari yang komunikabel, salah satunya perlu menguasai pengetahuan komunikasi dasar. Sebagai contoh, realitasnya, meskipun terkesan mudah dan sepele, masih banyak orangtua yang belum bisa membedakan mendengar dan mendengarkan. Mendengar cukup menggunakan dua telinga. Semisal mendengar suara nyamuk bersileweran. Sedangkan mendengarkan adalah tindakan yang memerlukan dua telinga ditambah hati plus akal sehat. Anak itu perlu didengarkan bukan cuma didengar, karena anak bukanlah seekor nyamuk. Namun karena pemahaman komunikasi dasar yang masih kurang, acap terjadi miskomunikasi dan gagal fokus gagal paham antara orangtua dan anak.

Menempel pesan 

Contoh lain untuk hubungan yang komunikabel (pesan-pesan tersampaikan kepada komunikan presisi sebagaimana yang ada di benak pikiran komunikator), boleh ditiru meskipun terkesan sepele tetapi berdampak signifikan, yaitu aktivitas menempelkan pesan. Kadangkala pesan verbal langsung tatap muka kurang menghibur dan membosankan dibanding ketika si anak menuliskan pesan curhatnya buat si ibu dan menempelkan di papan yang disepakati, atau di pintu kulkas, misalnya. Ide biasa ini menjadi luarbiasa sebab menjadi wahana mengakumulasi rasa sayang. Akumulasi rasa sayang itu memang penting diakumulasikan sebanyak-banyaknya dan itu tidak terbatas. Membiasakan kreatif dalam berhubungan dengan anak, sehingga bukan kontak indera jasmani saja, melainkan juga kontak hati kontak pikiran.

Banyak cara kreatif lain yang bisa diselenggarakan atas inisiatif orangtua untuk melegakan emosi si anak, dan membuat tertawa hati dan pikiran si anak.

Literasi informasi

Literasi informasi merupakan kemauan, kemampuan, dan ketekunan mencari, mengumpulkan, mengakses, mengevaluasi, mengelola, dan kemudian menggunakan informasi untuk menjaga kerapian hubungan anak dan orangtua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun