Mohon tunggu...
Anggi Paramitha Dilly
Anggi Paramitha Dilly Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa sastra

Seorang penggemar novel-novel Rick Riordian, Tere Liye, film fantasi dan genre slice of life.

Selanjutnya

Tutup

Kkn Pilihan

Galeri Foto Langit Semanu

30 Juni 2024   22:05 Diperbarui: 30 Juni 2024   22:06 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber gambar: Dokumen Pribadi)

Video yang berputar sedikit bergetar dengan suara gesekan yang menandai perpindahan tangan. Kemudian, tampak wajah seorang laki-laki dengan kacamata berbingkai kotak di layar. Sesaat, ia tampak merapikan rambut dan tersenyum lebar seraya mencari sudut yang tepat untuk merekam.

"Halo, gaes! Hari ini kita baru saja menyelesaikan kerja bakti di tiga RT, meskipun agak terlambat. Ini mungkin juga bakal jadi kerja bakti terakhir kali kita karena minggu depan KKN akan berakhir," ucap laki-laki itu layaknya seorang vlogger memulai rekaman. "Oh ya, perkenalkan aku Althaf, gaes. Lalu, di sini aku lagi bareng teman-temanku."

"Ini namanya Mas Soja, mas-mas teknik idaman. Keren kan, dia?" tanya Althaf.

Kamera pun selama sepersekian detik berpindah pada seorang laki-laki berkaos hitam yang tampak duduk bersila bersandar pada dinding. Ia sedikit merapikan rambut hitamnya yang tampak ikal. Lelaki itu hanya tersenyum pasrah melihat kelakuan anggota timnya.

"Nomor satu Soja, nomor dua aku gaes. Mas-mas teknik keren lainnya," tambah Althaf dengan senyum miring. Ia pun berdehem sebelum melanjutkan perkenalan anggota timnya. "Nah, kalau ini Mbak Mila yang paling kalem di antara kita. Aku sebenarnya juga kalem, gaes, tapi biar Mbak Mila enggak merasa tersaingi jadi aku nggak kalem selama KKN."

"Bohong banget," komentar Soja singkat, tetapi Althaf tampak tak peduli. 

Kamera pun menyorot seorang gadis berhijab abu-abu yang duduk tak jauh dari Soja. Gadis bernama Mila tersebut tengah menikmati camilan sehingga hanya tersenyum dan melambaikan tangan singkat ketika Althaf memperkenalkannya.

"Lalu, ini Mas Brian yang pokoknya paling asyik, gaes," ucap Althaf menyorot wajah seorang laki-laki berkaus putih yang tersenyum lebar ke kamera.

"Kita berdua paling asyik di tim ini, nggak sih?" ucap Brian yang duduk di samping Mila dengan bangga. "Paling bersih, paling rapi..."

Terdengar Soja menahan tawa sementara Mila terlihat sangsi. Namun, Brian tampak tak peduli dan tetap melontarkan berbagai pujian pada dirinya. "...paling rajin, pokoknya paling super deh."

"Oke, oke," ucap Althaf tertawa. Kamera pun beralih pada seorang laki-laki di samping Brian yang tampak berwajah datar. "Lalu, ini ada Bapak Abqary, bapak sekaligus ustadz kita."

Abqary, sang koordinator menobatkan diri sebagai seorang single father dengan lima anak. Ia hanya membalas dengan anggukan singkat. Lelaki itu justru mengambil ponsel dari tangan Althaf dan melihat pantulan dirinya sendiri pada layar. Ia sedikit merapikan rambut keritingnya dan berniat mematikan rekaman, tetapi segera dicegah oleh Althaf.

"Masih ada satu lagi, Bapak,"

"Oh iya, ya," ucap Abqary menyadari.

"Nah, ini dia yang terakhir. Mbak Acha yang suka mengoleksi foto kita," ucap Althaf akhirnya menyorot anggota terakhir. Acha yang duduk bersila tepat di depan Altaf hanya menghela napas.

"Mbak Acha ini terutama sepertinya suka foto pemandangan," ucap Althaf.

"Foto langit terutama," sahut Mila. "Fotonya bagus-bagus, lho gaes."

"Wah, apakah Mbak Acha mau cerita kenapa suka foto langit?"

"Sini, Althaf! Memorinya kayaknya udah mau habis, deh," ucap Acha tak menggubris pertanyaan temannya itu.

"Ayolah, cerita sedikit!" Althaf terdengar memelas. Akan tetapi, Acha berhasil merebut ponselnya dari genggaman Althaf dan dengan itu rekaman perkenalan anggota mereka berakhir.

***

Langit adalah objek foto favorit Acha. Setiap hari, warna yang tertoreh di langit dapat berbeda-beda. Setiap foto langit yang memenuhi galerinya memiliki cerita. Hanya dengan melihatnya, Acha dapat mengingat memori akan perasaannya di waktu itu, bagaimana tempat itu, serta orang-orang yang tengah bersamanya.

Dari sekian banyak foto pada koleksinya, kumpulan warna langit di sebuah dusun di Desa Semanu, Gunungkidul menjadi favoritnya kini. Langit fajar, terik matahari siang, serta lembayung senja yang tertangkap kameranya di dusun itu menyimpan berbagai memori akan kegiatan KKN yang Acha lakukan di sana bersama kelima temannya.

Foto langit pertama yang Acha abadikan di dusun itu menampilkan langit biru cerah yang sebenarnya cukup terik. Pada foto tersebut, ia berhasil mengabadikan kelima temannya yang mengenakan topi biru dan berjas almamater tengah berjalan memunggungi kamera. Itu adalah foto hari kedatangan mereka.

Pertama kali menginjakkan kaki di dusun itu, mereka memutuskan untuk mengunjungi dukuh dan seluruh perangkat dusun. Namun, dengan lokasi yang baru saja dipindah beberapa hari sebelum penerjunan KKN membuat seluruh anggota tim tidak ada yang mengetahui lokasi pasti rumah dukuh, bahkan balai dusun. Jadi, dengan berbekal titik maps, mereka berhasil menemukan balai dukuh yang tak lama menjadi basecamp tidak resmi selama KKN.

"Ini kita sama sekali nggak ada yang tahu rumah dukuh?" tanya Acha kala itu begitu mereka memarkirkan motor di balai dusun. Sejauh mata memandang, balai dusun yang terletak di tanah yang lebih tinggi dikelilingi oleh area persawahan dan pepohonan tinggi. Hanya ada sebuah lapangan voli tepat berada di seberang balai dusun. Tidak ada warga yang terlihat di luar rumah atau melintasi jalanan, praktis membuat mereka tidak dapat bertanya pada siapapun.

"Nggak ada. Belum ada yang sempat survei ke sini," jawab Abqary kala itu. Apalagi, fakta bahwa pondokan mereka bergabung dengan sub-unit lain di dusun sebelah membuat mereka harus mencari informasi secara mandiri. "Aku cuman tahu dukuh dusun ini perempuan."

Dua anggota perempuan---Acha dan Mila ber-woah hampir berbarengan. Meskipun sebenarnya hal tersebut bukan hal baru, tetapi mereka belum pernah menemui seorang kepala dusun perempuan.

"Tadi sih ada penunjuk jalan rumah perangkat dusun. Gimana kalau kita cari pakai itu?" usul Brian. Tidak ada opsi lain yang lebih baik sehingga mereka memutuskan untuk berjalan kaki mengikuti petunjuk arah yang dibuat oleh tim KKN sebelumnya. Rupanya, setidaknya mereka harus berjalan melewati hampir setengah luas dusun sebelum mencapai rumah Bu Dukuh. Dalam perjalanan, mereka tak berhenti mengagumi betapa luasnya dusun tersebut yang didominasi dengan area persawahan, ladang, dan pepohonan rimbun. Setelahnya pun mereka memutuskan untuk terus berjalan kaki mengunjungi rumah-rumah perangkat dusun lainnya sembari menikmati pemandangan.

Pada hari itu, dengan kegiatan mereka yang berjalan kaki mengitari dusun mengenakan jas almamater sukses menyebarkan informasi kedatangan mereka di sepenjuru dusun. Beberapa hari setelahnya, hampir setiap orang dapat mengenali mereka berkat kejadian itu.

"Mbak dan Mas yang kemarin jalan keliling dusun pakai jas almamater kan ya?" tanya seorang ibu dengan bahasa Jawa pada hari pertama mereka berpartisipasi dalam kerja bakti rutin. Bahasa Jawa menjadi bahasa sehari-hari masyarakat sehingga terkadang Mila, Abqary, dan Althaf yang berasal dari luar Pulau Jawa pun kesulitan memahaminya.

Ibu tersebut kemudian memperkenalkan diri sebagai Bu Sari. Ah ya, hari itu, diadakan gotong royong untuk melapisi salah satu jalan utama dengan aspal. Seluruh anggota laki-laki ikut bekerja di luar sementara Acha dan Mila membantu ibu-ibu menyiapkan kudapan dan makan siang.

"Iya, Bu," jawab Acha dengan senyuman. "Kami waktu itu sowan ke Bu Dukuh, Pak RT, Pak RW..."

"Rumah saya di depan Pak Susilo, jadi liat waktu Mbak-Mas lewat. Waktu itu anak saya bilang 'ada KKN!', begitu Mbak," kata Bu Sari yang ternyata bertetangga dengan Pak Susilo, ketua RT04.

"Sudah lama, Mbak, tidak ada KKN di sini.  Jadi, Mbak dan Mas langsung terkenal," timpal Bu Suryani yang datang meletakkan piring penuh kudapan di depan Acha dan Mila. "Ini, Mbak. Mas-masnya kayaknya juga sedang istirahat. Bisa dimakan bareng-bareng."

Dengan itu, Acha dan Milla menemui keempat anggota laki-laki yang duduk pada salah satu sudut serambi rumah joglo, sedikit terpisah dari partisipan kerja bakti lainnya. Setelah beberapa hari mengelilingi setiap sudut dusun tempat mereka mengabdi, Acha memperhatikan bahwa kebanyakan rumah penduduk merupakan bangunan rumah joglo dengan halaman yang luas. Pada halaman biasanya para penduduk manfaatkan untuk menanam ubi atau tanaman perkebunan lainnya.

Keempat anggota laki-laki tampak sumringah akan kedatangan Acha dan Mila dengan sepiring penuh  kudapan jajanan tradisional. Namun, di antara semua jajanan tradisional yang sering ditemui di Kota Yogyakarta, puli tempe bacem paling menarik perhatian. Rasa dari puli yang merupakan nasi ketan serasi dinikmati dengan rasa manis gurih pada tempe bacem.

 Kelak selama periode KKN berlangsung, mereka pun dapat menemukan camilan tersebut dengan mudah. Bahkan, tak lama puli tempe bacem pun menjadi favorit Acha.

Selain berkenalan dengan puli tempe bacem, suguhan makan siang hari itu pun menjadi momen pertama mereka mencicipi sayur jangan lombok ndeso yang berisi lombok ijo atau cabai hijau. Begitulah kerja bakti hari itu membuat mereka mencicipi dua kuliner khas yang belum pernah mereka temukan.

Nantinya, ketika hujan deras mulai mengguyur dusun itu, mereka pun akan sering melihat para penduduk bahkan anak-anak mengumpulkan banyak ulat jati. Ulat-ulat tersebut pun menjadi camilan populer di kalangan penduduk karena hanya dapat dinikmati pada waktu tertentu. 

Berbagai kuliner tersebut yang justru bahannya banyak didapatkan masyarakat dari lingkungan sekitar membuat Acha kagum.

Foto kedua adalah foto langit malam dengan semarak kembang api. Foto yang diambil saat perayaan tahun baru. Dusun tempat mereka mengabdi memiliki tradisi unik dimana mereka akan menggelar tikar di jalan dan duduk bersama-sama. Mereka akan menyanyi atau mengobrol lalu menghitung mundur pergantian tahun sebelum akhirnya merayakan kembang api. Althaf dan Brian sempat unjuk suara menampilkan sebuah lagu untuk memeriahkan suasana.

Foto malam yang lain adalah sebuah malam dimana pagelaran budaya diadakan di lapangan voli dekat balai dusun. Malam itu, mereka pertama kalinya menonton pementasan doger yang terdiri dari beberapa babak. Rasanya cukup mengagumkan karena para penampil dalam pertunjukan tersebut didominasi oleh para pemuda-pemudi dusun tersebut. 

Selain tiga foto tersebut, ada banyak foto langit lain yang Acha abadikan. Namun, spot favoritnya adalah balai dusun dimana ia dapat mengabadikan keindahan langit sepuasnya dengan hamparan sawah dan pepohonan rindang. Ia senang menikmati udara segar seraya mengabadikan perpaduan warna biru dengan jingga tatkala fajar di sela-sela kesibukan mereka menyiapkan balai dusun untuk kegiatan senam pagi. Ia pun dapat bertegur sapa dengan para penduduk yang berangkat berjalan kaki menuju sawah dan ladang dengan wajah berseri. Lalu, ketika warna langit berubah lembayung dan senja datang, mereka pun melihat para penduduk berjalan pulang ke rumah masih dengan senyuman di wajah. Spot tersebut yang telah menjadi basecamp tidak resmi mereka menyimpan berbagai memori tak terlupakan.

Salah satu memori tersebut, kala mereka mengadakan sebuah sosialisasi mengenai budidaya maggot dan pembuatan biogas. Sebagian besar penduduk yang merupakan petani tadah hujan sibuk menanam padi pada pagi hingga sore hari sehingga mereka memutuskan untuk mengadakan sosialisasi pada malam harinya. Hujan turun selama empat hari berturut-turut sehingga mereka pun menyebarkan undangan di tengah derasnya hujan. Doa mereka seolah dikabulkan karena pada hari mereka akan melakukan sosialisasi, hujan mereda.

Akan tetapi, malam harinya hujan kembali mengguyur, bahkan disertai petir. Tak lama kemudian, listrik pun mati. Namun demikian, secara mengejutkan para penduduk tetap datang menghadiri sosialisasi yang mereka adakan. Sebuah momen mengharukan yang tentu terus terkenang di hati setiap anggota.

Hampir setiap harinya ada cerita baru berlatar balai dusun tersebut. Bahkan mereka menerima buket bunga pada acara perpisahan yang mereka adakan di balai dusun ini. Itulah yang membuat Acha meminta Soja menghentikan motor mereka di balai dusun sejenak pada pagi terakhir mereka di dusun tersebut. Sesaat, Acha berkeliling memotret beberapa sudut tempat tersebut. Tak lupa, ia memotret langit yang hari itu begitu cerah seolah mengucapkan perpisahan pada mereka tim KKN dengan berseri. 

"Foto langit?" tanya Soja tanpa turun dari atas motor. Acha hanya mengangguk singkat sebelum menyudahi sesi foto. Motor mereka pun perlahan berjalan pergi meninggalkan dusun tersebut. Mereka sama-sama diam bergelut dengan benak masing-masing. Realita bahwa mereka telah mengakhiri kegiatan KKN yang telah berlangsung selama dua bulan di dusun tersebut membuat perasaan mereka bercampur aduk.

"Seandainya bisa, aku ingin kembali ke sini sekali lagi," ucap Soja memecah hening. Sebuah pernyataan yang sukses membuat Acha tertegun. Apalagi mendengar penuturan Soja selanjutnya yang ternyata merasakan haru akan keramahan para penduduk. 

"Ada tradisi Rasulan besok bulan Juni," kata Acha teringat akan tradisi perayaan pasca panen yang sering penduduk bicarakan. Mereka tentu saja mengundang para anggota KKN untuk datang besok.

"Menurutmu, kita bakal ke sini lagi nggak?" tanya Acha setelah beberapa saat. Kali ini, ada jeda yang cukup panjang sebelum Soja menjawab. 

"Mungkin," ucap Soja meskipun sedikit terdengar ragu. 

Sebuah jawaban singkat, tetapi di dalamnya terselip sebuah harapan. Meskipun saat ini terasa kecil dan sulit, apalagi dengan mereka yang akan segera berbaur kembali dengan gempuran kesibukan mahasiswa semester akhir. Namun, mendengar jawaban tersenyum cukup membuat senyum tipis terulas di bibir Acha. 

Mungkin, suatu saat pun ia akan menanyakan hal yang sama pada teman-teman lainnya. Apakah mereka bernostalgia. Apakah mereka pun merindu. Apakah mereka ingin kembali. Tanpa sadar, ia menantikan perjumpaan mereka kembali dan kesempatan untuk mengabadikan warna langit di tempat ini sekali lagi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kkn Selengkapnya
Lihat Kkn Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun