Mohon tunggu...
Anggi Paramitha Dilly
Anggi Paramitha Dilly Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa sastra

Seorang penggemar novel-novel Rick Riordian, Tere Liye, film fantasi dan genre slice of life.

Selanjutnya

Tutup

KKN Pilihan

Empat Tamu di Rumahku

21 Juni 2024   00:43 Diperbarui: 21 Juni 2024   00:48 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber gambar: Dokumen Pribadi - Empat orang bermain di pantai)

Aku masih ingat bagaimana hari itu rumah Mbah Wage tiba-tiba terasa ramai. Dari atas almari kayu tua ini, aku melihat beberapa pemuda berwajah asing yang sama sekali belum pernah kutemui menyapa Mbah dan berkeliling rumah. Padahal, sehari-hari aku telah mengelilingi dusun dan menjangkau setiap sudutnya, bahkan mungkin yang jarang dipijak oleh orang-orang. Namun, aku tak tahu dimana rumah orang-orang itu.

Setelah puas melihat setiap sudut rumah, para pemuda itu mulai sibuk mengatur bawaan mereka yang sebelumnya teronggok di dekat tiang-tiang kayu yang menopang rumah joglo ini. Mereka mulai menggelar tikar, menata tas, dan barang-barang lain yang beberapa hari setelahnya seolah menjadi wilayah pribadi antar satu sama lainnya. Ruang tamu yang sebelumnya terasa cukup luas mendadak tampak sedikit sesak dengan kehadiran tujuh laki-laki di sana. Sejak hari itu, ruang tamu resmi menjadi tempat mereka tidur dan kini terhitung hampir genap dua bulan. Semenjak mereka tinggal di sana pun, aku tak lagi tidur siang di atas kursi kayu panjang pada sudut ruang tamu. Tempat di atas lemari kayu kemudian menjadi spot favoritku. Selain karena tidak akan dijahili, aku pun dapat mengawasi tingkah para manusia itu.

Ah, ya, perkenalkan aku Oren, satu-satunya kucing jantan yang berkuasa di wilayah RT05 pada sebuah dusun di Desa Semanu, Gunungkidul. Sejak kecil, aku tinggal bersama Mbah Wage dan ketiga cucunya. Para manusia itu yang menginap di rumah kami adalah mahasiswa yang sedang menjalankan KKN di dua dusun. Setelah membersamai mereka, aku ingin menceritakan apa saja yang kulihat selama hampir dua bulan ini.

Meskipun bertujuh, ternyata mereka terbagi menjadi dua tim. Tim pertama beranggotakan tiga laki-laki dan tim kedua dengan empat lainnya. Hari ini, aku ingin menceritakan mereka berempat saja.

Sejak pertama bertemu, aku tidak kesulitan membedakan laki-laki bernama Althaf dan Abqary. Althaf satu-satunya yang berkacamata dan Abqary mencolok dengan rambut keritingnya. Namun, membutuhkan waktu lama untuk membedakan Brian dan Soja. Mereka memiliki style rambut mirip, sedikit ikal jika tak disisir dengan belahan yang mirip. Apalagi mereka kerap memakai kaos berwarna senada: hitam, kuning, hingga merah. Aku sempat berpikir apakah mereka sengaja janjian untuk menjadi pusat perhatian. Bahkan, tak jarang orang-orang menyangka mereka benar-benar kembar.

Namun, akhirnya aku bisa membedakan keduanya berkat kebiasaan Soja. Laki-laki itu agaknya sangat ngefans dengan kaumku. Terkadang, aku yang sedang beristirahat harus meladeni Soja yang tiba-tiba menggendongku, mengobrak-abrik rambut yang telah kusisir setiap waktu, dan mengajakku bermain-main. Ia bahkan bisa menolehkan kepala ke belakang meskipun tengah menaiki sepeda hanya untuk melihat pacarku, maksudku si Telon, kucing betina berbulu tiga warna yang sedang melintas di jalan. Terkadang rasanya ingin kukeluarkan cakar-cakar ini, apalagi ia sering memanggilku 'jelek'.


Sementara itu, berkebalikan dengan Soja, Brian tidak terlalu tertarik menyentuhku, bahkan jika aku duduk di sampingnya. Bisa dibilang, aku bebas melakukan apapun selama tidak mengganggunya.  Kemudian, secara perawakan, ia juga sedikit lebih tinggi dari Soja. Brian bersama Althaf juga sering mengadakan 'konser' di tengah-tengah kesibukan mereka mengerjakan program.

Dalam grup keempat manusia itu juga terdapat dua anggota perempuan yang tinggal di pondok perempuan, tak jauh dari rumah kami. Kedatangan keduanya, Acha dan Mila, seolah menjadi alarm untuk tim mereka benar-benar memulai kegiatan. Biasanya, mereka terlebih dahulu akan sarapan bersama sebelum pergi ke basecamp tidak resmi mereka: rumah Bu Dukuh dan balai dusun.

Yah, pekerjaan mereka cukup cakap, tapi rasanya kurang seru menceritakan program mereka yang tidak ku mengerti. Toh, mereka tidak membuat proker yang menyejahterakan kami para kucing.

Aku sempat khawatir apakah mereka akan dapat bekerjasama dengan baik. Pada awalnya, obrolan mereka jarang sekali nyambung. Jadi, Althaf dan Abqary berusaha keras melontarkan candaan. Namun, tingkat keberhasilan mereka untuk melucu bisa dibilang.......sedikit. Para anggota sering loading untuk memahami jokes milik Althaf. Sementara candaan Abqary dengan vibes guru ngaji, terdengar seperti khotbah dan siraman rohani yang justru seolah menyadarkan mereka akan dosa-dosa yang diperbuat. Aku sering melihat Acha terang-terangan menunjukkan ekspresi keheranan sementara Mila hanya tersenyum akan kelakukan teman-temannya itu.

Brian dan Soja? Bisa dibilang keduanya adalah tim pemeriah suasana. Terkadang Brian pun dapat bertindak jahil dengan mengungkit aib kawan-kawannya. Sementara Soja lebih sering terlihat...berusaha cool? Yah, anak itu katanya paling ekstrovert, tetapi agaknya perbandingan ekstrovert dan introvert dalam dirinya 50:50. Ia bisa bersosialisasi seharian dengan ceria, tetapi juga kehilangan baterai sosialnya dalam waktu cepat.

Namun, bukan berarti keempat laki-laki itu tidak memiliki harapan pada genre komedi. 

Pernah suatu waktu, aku melihat mereka baru saja selesai memanen telur maggot, salah satu program kerja yang dilanjutkan Pak Bachtiar. Entah mengapa, pagi itu rasanya membosankan, jadi aku memutuskan untuk singgah sebentar di atas atap rumah Pak Bachtiar sembari mengamati kesibukan mereka. Althaf dan Soja tampak sibuk mengaduk-aduk bak biopond membantu Abqary yang tengah memilih beberapa maggot untuk penelitiannya. Sementara tiga manusia lainnya tampak asyik mengobrol sembari membantu Pak Bachtiar memberi makan ayam dengan lalat-lalat yang telah mati.

Kemudian, terdengar Acha bertanya penasaran akan ternak lele Pak Bachtiar. Katanya, ia ingin membuatkan titik maps online para pengusaha di dusun ini.

"Coba kalian tengok dulu apakah layak. Kemarin kalian belum melihat lele yang besar, kan?"

Hal yang dimaksud Pak Bachtiar adalah lele-lele yang berada di dalam drum biru besar yang terletak tak jauh dari kolam. Sejak tercebur di kolam lelenya beberapa bulan lalu, aku harus menahan diri untuk tak lagi berusaha menyentuh, bahkan mendekati para ikan di sana.

Tak lama kemudian, mereka berenam tampak telah berkerumun mengelilingi drum tersebut dengan antusias. Begitu Abqary mulai menaburkan pakan, mereka pun bereaksi kagum ketika para lele besar itu menampakkan diri di permukaan drum. Dasar manusia-manusia itu, memang mereka tidak pernah melihat ikan lele yang belum digoreng? Tapi, memang sih para ikan itu cukup besar bahkan untuk kumakan. Jadi, aku memaklumi reaksi mereka.

"Btw, gaes... kalian tahu nggak sih gimana suara ikan lele?" tanya Althaf sekonyong-konyong mengalihkan atensi para anggota dari permukaan drum. Seolah tak belajar dari yang sudah-sudah, mereka tampak menyimak dengan serius, tetapi Althaf justru hanya tersenyum kecut. Agaknya, ia sedang berusaha untuk melucu untuk kesekian kali, tetapi harus gagal.

"Kan aku tanya, gaes, barangkali kalian tahu," ucapnya tanpa merasa bersalah.

Nice try, bro! Mereka hanya menghela napas dan kembali menatap para lele. Abqary sekali lagi menaburkan pakan untuk memancing ikan-ikan itu ke permukaan.

"Kalau suara buaya kalian tahu nggak?" tanya Abqary tiba-tiba bernada serius. 

Sekali lagi, atensi anggota beralih, kali ini pada Abqary dengan wajah datarnya. Bahkan, Althaf pun menyimak dengan raut penasaran. Aku berharap cemas apakah kali ini Abqary akan berhasil dengan jokes-nya. 

Sekonyong-konyong Abqary menampilkan ekspresi jahil yang membuatku terbengong-bengong. 

"Hai, cantik!"

... oke, itu tidak terduga. Anggota lain pun tampak tercengang. Namun, detik berikutnya mereka tertawa terbahak-bahak. Bahkan, Acha dan Mila pun seolah meng-approve jokes tersebut. Bisa dibilang, setelah 40 hari berlalu, itu adalah jokes paling berhasil yang pernah Abqary lontarkan.

Prestasi yang patut dibanggakan! Aku pun merenggangkan tubuh, melompat menuruni atap, dan meninggalkan rumah Pak Bachtiar, kali ini dengan mood yang lebih baik. 

.....

Seminggu sebelum masa KKN berakhir, dua anggota perempuan tiba-tiba memiliki ide untuk berlibur ke pantai. Toh, mereka sudah bekerja keras selama hampir dua bulan tanpa liburan! Jadi, menurutku wajar saja jika Acha dan Mila mati-matian mendesak para anggota laki-laki untuk setuju. Apalagi dengan program mereka yang sebagian besar telah selesai. Agaknya, Abqary selaku koordinator pun tak dapat mengelak.

"Ayo lah, masa kita di Gunungkidul nggak ke pantai?" ucap Acha memelas. Aku yang tengah duduk di pangkuannya pun menyimak perdebatan mereka. Perempuan itu menoleh pada satu-satunya partner perempuan di sana seolah meminta dukungan. "Iya, kan?"

"Iya, gaes. Biar kita ada kenangan liburan juga gitu. Nggak nguli terus selama KKN. Besok kita langsung kuliah lho, gaes," ucap Mila berpendapat.

"Kalau aku sih nanti pasti lebih menikmati perjalanannya," gumam Abqary, tidak mengiyakan namun tidak menolak. Agaknya, lelaki itu masih ingin melihat suara terbanyak.

"Kalian ada usulan nggak mau ke pantai mana?" tanya Althaf akhirnya. Setelah berdiskusi, yang menurutku hanyalah antara para anggota perempuan, mereka memilih sebuah pantai berjarak 12 kilometer dusun ini yang segera disetujui secara mufakat. Cuaca di bulan ini tidak menentu, sehingga mereka memutuskan untuk berangkat besok pagi apabila tidak hujan.

"Jangan lupa bawa ganti ya, kalian!" Acha mengingatkan sebelum berpamitan dengan Mila untuk kembali ke pondok perempuan.

"Enggak usah, nggak sih?" Soja bertanya pada Brian di sampingnya, tanpa mengalihkan fokus dari gim di ponsel. Pertanyaan itu tentu saja membuat Acha menjadi sangsi.

"Yakin?"

"Enggak perlu, deh. Nanti kita cuman lihat-lihat aja, kok. Kita mah udah capek nguli," ucap Brian menimpali Soja.

"Pokoknya minimal celana deh, kalian harus bawa. Buat jaga-jaga aja," ucap Acha pada akhirnya sebelum berpamitan meskipun tahu bahwa kemungkinan mereka mendengarkan cukup kecil.

Benar saja, keesokan harinya, dari percakapan keempat manusia itu sebelum berangkat, tidak ada anggota laki-laki yang membawa pakaian ganti. Mereka sepertinya memang berniat hanya akan menikmati keindahan pantai saja.

Sore harinya, aku melompat masuk ke pondok putri melalui jendela seperti yang biasa kulakukan saat bosan. Biasanya pada jam segini seluruh anggota perempuan sedang beristirahat sebelum Acha dan Mila pergi malamnya untuk bersosialita atau mengerjakan program bersama keempat temannya. Namun, malam ini agaknya tim kedua tidak akan pergi kemana-mana karena para anggota laki-laki pun tengah terlelap saat aku mampir pulang tiga puluh menit yang lalu. 

Kali ini, para penghuni pondok putri tengah duduk melingkar bersantai di ruang tengah. 

"Aku kaget tadi kalian pulang dalam keadaan hampir basah kuyub," terdengar Sonya berkomentar. Anggota tim pertama itu tampak tergelak melihat wajah sebal Acha, temannya. Acha sepertinya tengah menceritakan pengalaman mereka di pantai pada anggota tim pertama. 

"Kalian memang nggak bawa baju ganti?"

"Niatnya memang nggak main air! Jika bermain pun hanya ingin terkena ombak sedikit," ucap Acha dengan helaan napas. Aku pun memutuskan untuk bergelung di sampingnya. Acha yang menyadari kehadiranku hanya mengelus puncak kepalaku sembari melanjutkan cerita.

"Awalnya sebenarnya baik-baik aja," ucapnya memulai. "Waktu sampai di pantai, mereka nggak begitu antusias karena hari sudah siang. Mereka cuma duduk di bawah pohon, katanya panas. Jadi, awalnya hanya aku dan Mila yang turun ke pantai."Acha akhirnya memindahkan tubuhku ke pangkuannya. "Sepuluh menit kemudian, mereka ikut turun, berfoto-foto sebentar. Nah, ini bagian yang menyebalkan!"

"Pasti mereka main air, kan?" tebak Amel, anggota tim pertama lainnya.

Acha mengangguk dan menghembuskan napas. Para anggota laki-laki memang akhirnya bermain air. Koreksi, lebih tepatnya empat manusia itu berlari dengan wajah sumringah menceburkan diri ke air! Padahal, mereka tidak membawa baju ganti. 

"Padahal, mereka bilang hanya akan melihat-lihat," kata Mila dengan tawa geli.

"Sejak awal aku nggak yakin ada empat anak laki-laki pergi ke pantai tanpa menceburkan diri ke air. Tapi, mereka sama sekali tidak mendengarkan!" ucap Acha.

Memang, sulit dipercaya jika sekelompok anak laki-laki pergi ke pantai hanya duduk manis tanpa bermain air. Walaupun tidak sampai benar-benar menceburkan diri seperti empat manusia itu. Ternyata, terkadang mereka memang....hah, aku menghela napas.

Slogan tim mereka memang 'solid'. Satu diguyur, semua diguyur!

Dengan tanpa merasa bersalah, empat manusia itu mengguyur Acha dan Mila. Alhasil, mereka berenam kembali dalam keadaan basah kuyub dan 'beraroma pantai'. Seorang ibu penjaga toilet umum bahkan menertawakan kekonyolan mereka yang tidak membawa pakaian ganti. Begitulah pengalaman liburan ke pantai mereka menjadi salah satu cerita ikonik akan kekonyolan keempat manusia yang menjadi tamu rumahku. 

Lalu, hari ini akhirnya para manusia itu berbenah juga, kali ini untuk berpamitan. Aku lagi-lagi berada di atas almari kayu ini mengamati para manusia itu mengeluarkan satu persatu tas, menggulung tikar, dan bergotong royong membersihkan ruang tamu yang telah menjadi tempat singgah selama dua bulan. Tak lama, para anggota perempuan pun datang untuk ikut berpamitan pada Mbah Wage dan cucu-cucunya. Aku pun turun, sejenak menyapa mereka yang tentunya akan merindukanku. 

Keempat manusia itu dan yang lainnya, ku harap para manusia itu tetap berteman akrab seperti saat dua bulan yang kusaksikan di sini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten KKN Selengkapnya
Lihat KKN Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun