Mohon tunggu...
Paramesthi Iswari
Paramesthi Iswari Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga

Ibu rumah tangga. Sedang belajar untuk kembali menulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Death Cleaning, Berbenah untuk Berdamai dengan Hidup yang Sementara

26 Juli 2024   10:30 Diperbarui: 26 Juli 2024   10:33 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kangen tapi sumpek. Demikianlah perasaanku tentang rumah masa kecil kami. Kangen karena di situ dapat kujumpai Bapak dan juga berbagai kenangan berharga tentang keluarga kami. Sumpek karena rumah itu kini terasa terlalu penuh dengan barang-barang yang menurutku tak semuanya dibutuhkan lagi.

Ibu telah meninggal sejak tahun 2006 yang lalu. Mungkin karena alasan sentimental, Bapak masih mempertahankan barang-barang di rumah sama seperti pada saat masih tinggal bersama Ibu. Almari baju, meja kerja, rak buku, maupun almari peralatan memasak milik Ibu lengkap beserta isinya masih berada di tempat yang sama dengan 20 tahun yang lalu.  Ada juga tumpukan koran yang biasanya dikliping oleh Bapak. Rumah semakin penuh oleh barang-barang baru maupun tumpukan berkas akademis milik Tante – Ibu sambung kami - yang berprofesi sebagai dosen.  Rumah menjadi terasa sesak setiap kali kami - anak-anak, menantu dan cucu - berkunjung di masa liburan.

Beberapa kali kucoba mengusulkan untuk melepaskan barang-barang yang sudah tak terpakai agar rumah lebih nyaman ditinggali. Sebagian bisa diberikan kepada orang yang membutuhkan dan yang lain bisa diloakkan. Namun saran itu disebut “ora ilok” atau tidak pantas lantaran dinilai tidak menghormati Bapak sebagai pemilik rumah dan tidak menghormati kenangan atas almarhumah Ibu. Demi menjaga kerukunan, aku memilih untuk tidak menyinggung hal itu lagi.

Melepas barang-barang yang memiliki kenangan masa lalu memang sering menjadi hal yang sulit untuk dilakukan. Tak semudah membuang sampah, melepas barang yang memiliki nilai kenangan sering terasa seperti membuang kenangan itu sendiri. Padahal tidak demikian adanya.

Aku sendiri pun mengalaminya. Tinggal di rumah berukuran mungil menuntut kami untuk menjaga agar rumah tak menjadi terlalu penuh sehingga menjadi ruang yang nyaman bagi aktifitas keluarga. Dulu, ketika anakku beranjak besar dan tak lagi bayi, rasanya sulit melepas baju-baju dan mainan bayi yang lucu-lucu karena melekat kenangan indah bersamanya. Namun itu harus dilakukan mengingat keterbatasan ruang di rumah kami.

Konmari, Berbenah ala Marie Kondo

Kegiatan menyingkirkan benda-benda yang sudah tidak digunakan lagi lazim dikenal dengan istilah decluttering atau beres-beres atau berbenah.

 Sedikit tentang istilah ini, ada yang menyebutnya sebagai “beberes”.  Mungkin dari kata dasar “beres” ditambah awalan “ber” kemudian karena huruf “r” pada awalan luluh, maka menjadi “beberes”.   Tetapi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring, istilah itu tidak ada atau tidak baku.  Jadi, dalam tulisan ini kita sebut saja sebagai “decluttering” atau berbenah. 

Pada tahun 2011 Marie Kondo, seorang ibu tiga anak dari Jepang memperkenalkan metode decluttering yang disebut sebagai “Konmari”.  Tehnik rapi-rapi tersebut ia tuangkan dalam bukunya yang berjudul "The Life Changing Magic of Tidying Up" yang kemudian menjadi buku best seller di berbagai belahan dunia.

Pada prinsipnya, Konmari menganjurkan untuk hanya mempertahankan benda-benda yang menyiratkan rasa bahagia bagi pemiliknya dan menyingkirkan selebihnya rumah menjadi lebih teratur, nyaman dan zen, sehingga memberikan ketenangan dan kemudahan dalam kehidupan sehari-hari pemiliknya. 

 

Berbenah Menjelang Usia Senja ala Swedia

Beberapa tahun yang lalu aku berkenalan dengan konsep “Döstȁdning”. Döstȁdning atau death cleaning atau berbenah menjelang kematian adalah sebuah metode berbenah menjelang usia senja ala Swedia.

Margareta Magnusson, dalam bukunya “The Gentle Art of Swedish Death Cleaning: How to Free Yourself and Your Family From a Lifetime of Clutter” menjelaskan bahwa Döstȁdning adalah sebuah metode pengorganisasian rumah yang akan memberikan kemudahan dalam hidup sehari-hari pemiliknya di usia lanjut. Selain itu, Döstȁdning dilakukan sebagai upaya agar kematian kita tidak menjadi beban bagi orang lain.

Buku
Buku "Death Cleaning".  Amazon
 

“Don’t fear death cleaning. Happy memories will become happy memories for others. Death cleaning isn’t the story of death and its slow, ungainly inevitability. But rather the story of life, your life, the good memories and the bad. “The good ones you keep,” Magnusson says. “The bad you expunge.” (Margaret Magnuson)

“Jangan takut dengan death cleaning.  Memori bahagia akan tetap menjadi memori bahagia bagi orang lain.  Death cleaning bukanlah kisah tentang kematian yang datang perlahan dan tak dapat dihindari.  Melainkan kisah tentang kehidupan, kehidupanmu, kenangan indah dan buruk.  Yang indah dipertahankan, yang buruk dihapus”.

Di zaman modern ini, irama kehidupan berjalan dengan cepat.  Masing-masing orang memiliki kesibukan dan kepentingan yang berbeda.  Waktu dan tenaga menjadi hal yang sangat berharga, terlebih bagi keluarga muda yang harus mengharmonikan berbagai kegiatan para anggotanya.

Dostadning didasari oleh pemikiran bahwa seseorang harus semaksimal mungkin bertanggung jawab terhadap hidupnya dan seminimal mungkin menimbulkan masalah bagi orang lain sepeninggalnya. 

“Do not ever imagine that anyone will wish — or be able — to schedule time off to take care of what you didn’t bother to take care of yourself. No matter how much they love you, don’t leave this burden to them.”  

“Jangan membayangkan bahwa orang lain akan selalu dapat meluangkan waktu untuk membereskan hal-hal yang tidak kamu bereskan sendiri.  Betapa pun mereka sangat mencintaimu, jangan meninggalkan beban itu kepada mereka”

Death Cleaning biasanya dilakukan pada saat memasuki usia 60 tahun.  Namun, bagi mereka yang memasuki usia 40 tahun juga dianjurkan untuk mulai memikirkannya. Döstȁdning dilakukan secara bertahap, pelan-pelan dan bukan kegiatan yang bisa diselesaikan hanya dalam sehari atau seminggu.  Prosesnya bahkan bisa berlangsung bertahun-tahun.  Tampaknya, ini dimaksudkan sebagai ruang refleksi sekaligus membangun keikhlasan untuk bisa benar-benar melepas kemelekatan terhadap benda. 

Selain mempertahankan barang-barang yang masih dibutuhkan fungsinya, barang-barang terbaik dan memiliki nilai sentimental tinggi tetap disimpan sebagai kenang-kenangan terbaik untuk anak cucu atau keluarga. 

Barang-barang yang masih berkualitas baik namun tidak sepenuhnya relevan lagi dapat diberikan kepada orang-orang terdekat, kawan atau keluarga.  Misalnya: pakaian, kain, syal, tas, vas, buku, benda koleksi, dll.  Namun hal  itu harus dilakukan dengan mempertimbangkan apakah barang tersebut akan disukai dan bermanfaat bagi di penerima, apalagi cita rasa orang belum tentu sama.

Sedangkan barang-barang pribadi yang akan membuat orang lain terkejut - dalam arti negatif- ketika menemukannya, tidak dianjurkan untuk disimpan.

 

Perbedaan Konmari dan Death Cleaning

Bila Konmari bertujuan untuk menciptakan ruang yang teratur, nyaman dan efisien untuk mengoptimalkan kebahagiaan pemiliknya, Döstȁdning selangkah lebih jauh bertujuan untuk meminimalkan kerepotan orang lain sepeninggal pemilik benda-benda tersebut.

Bila Konmari menganjurkan untuk segera menyingkirkan benda-benda yang tidak menyiratkan kebahagiaan, Döstȁdning memberi ruang untuk menyimpan benda-benda tertentu dengan tujuan untuk mewariskannya kepada orang-orang terdekat.

Lebih dari Sekedar Beres-Beres

Bagiku, baik Konmari maupun Döstȁdning sama-sama menyadarkan bahwa aktivitas de-cluttering rumah itu lebih dari sekedar sebuah tugas rumah tangga, namun memiliki filosofis yang mendalam tentang hidup. Beberapa filosofi yang dapat ditangkap dari kedua metode itu antara lain.

1. Less is More – Memiliki Secukupnya

Di zaman yang serba melimpah ini, manusia cenderung mudah sekali untuk menumpuk barang. Keinginan untuk memiliki seolah tidak pernah cukup. Padahal hidup memiliki berbagai keterbatasan, seperti: ruang, waktu maupun energi. Mengakumulasi terlalu banyak barang di rumah membawa konsekwensi rumah menjadi kurang nyaman dan perlu banyak waktu dan tenaga untuk membersihkannya. Sebaliknya, dengan membatasi kepemilikian hanya pada sejumlah barang yang esensial dan bermakna akan memberikan banyak kemudahan dalam kehidupan sehari-hari pemiliknya.

2. Hidup secara bertanggung jawab

Meski istilahnya terdengar muram, tapi death cleaning sebenarnya bukanlah cerita tentang kematian.  Death cleaning adalah upaya untuk merayakan hidup dan kenangannya yang indah. Dengan menjaga rumah tetap teratur dan nyaman di masa tua, maka seseorang akan bisa menghabiskan sisa waktu hidup secara lebih nyaman bersama keluarga.

Demikian pula ketika kita tutup usia, kita ingin orang lain – khususnya keluarga untuk berfokus pada kenangan indah atas hidup kita dan tidak terlalu dirisaukan dengan kerepotan membereskan barang-barang kita.

Pertimbangan itu pula yang membuatku semakin mawas diri sejak memasuki usia 40, khususnya setiap kali hendak membeli barang. Sebelum membuat keputusan konsumtif, aku selalu mengajukan beberapa pertanyaan pada diriku sendiri. Seberapa penting benda itu untuk dibeli ?  Apakah benda itu akan berguna dalam jangka panjang ?  

Relevansi Death Cleaning di Masa Kini

Dari pengalamanku, mengurus barang-barang sepeninggal orang yang kita sayangi itu sungguh melelahkan – bukan sekedar karena waktu dan tenaga namun lebih secara emosional.  

Meski telah jatuh sakit sekitar setahun sebelumnya, namun tidak ada yang menyangka kepergian Ibu akan begitu cepat.  Setelah semua urusan pemakaman selesai, membereskan barang-barang Ibu terasa berat sekali.  Setiap kali melakukannya selalu harus dibarengi dengan pergulatan dalam batin dengan pertanyaan-pertanyaan yang lebih banyak tak terjawab lagi.  Di antara tumpukan buku-bukunya, tugas-tugas muridnya, koleksi buku resep, mesin ketik, mesin jahit, harmonika……. 

Sekedar membersihkannya dari debu dan merapikannya saja kadang aku butuh waktu beberapa saat sesudahnya untuk bisa kembali fokus pada tugas-tugas keseharian.  Bukan karena belum bisa move on. Namun barangkali karena kehilangan itu sendiri sudah berat dan memang tak tergantikan. 

Mungkin alasan itulah yang menahan Bapak dari membereskan barang-barang Ibu hingga kini.  Ketika fisik Bapak mulai melemah, barang-barang itu tetap tak terjamah.  Hingga pendengaran Bapak kian berkurang, emosinya kian sensitif dan tidak mungkin sekedar untuk mengajaknya berbicara tentang membereskan barang-barang Ibu.

Berbicara tentang kematian mungkin dianggap tabu.  Namun bagiku, hal tersebut kian relevan di masa kini.

Saat ini dan mungkin juga di masa depan, tinggal di rumah besar cenderung dianggap merepotkan.  Biayanya/ pajaknya tinggi, butuh perawatan dan tak sesuai dengan gaya hidup yang serba praktis dan mobile. Berandai-andai bahwa semua perabot dan barangku nantinya akan dibawa ke rumah anakku rasanya sudah tidak sepenuhnya relevan.

Almari jati favoritku barangkali dianggap terlalu kuno untuk anakku di kemudian hari.  Buku-buku kesayanganku barangkali di masa depan sudah tak ada artinya lagi selain menjadi tempat bertengger debu lantaran keberadaanya sudah tergantikan oleh buku digital.  Vas dan aneka cinderamata yang kubeli sebagai penanda perjalananku ke berbagai negara mungkin tidak relevan untuk anakku karena di masa depan ia akan menempuh petualangannya sendiri yang tentu jauh lebih berarti baginya.   Rasanya tak adil membenaninya dengan kerepotan untuk merawat semua itu sepeninggalku.

Apalagi tumpukan flopy disk yang menyimpan tulisan-tulisanku di masa lalu.  Mungkin benda itu punya nilai sentimental bagiku.  Namun tidak bagi orang lain.  Sekarangpun flopy disk itu sudah tidak compatible dengan PC dan laptop masa kini.  Percuma menyimpannya tanpa bisa membuka isinya.

Abaikan namanya yang menyeramkan, death cleaning adalah sebuah laku yang berangkat dari filosofi untuk merengkuh kesementaraan hidup ini dengan legawa.  Setidaknya, itu yang saya pahami.  Döstȁdning adalah sebuah seni untuk menjaga kualitas hidup di usia senja dan mewariskan kenangan indahnya bagi orang-orang terkasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun