Demikian pula ketika kita tutup usia, kita ingin orang lain – khususnya keluarga untuk berfokus pada kenangan indah atas hidup kita dan tidak terlalu dirisaukan dengan kerepotan membereskan barang-barang kita.
Pertimbangan itu pula yang membuatku semakin mawas diri sejak memasuki usia 40, khususnya setiap kali hendak membeli barang. Sebelum membuat keputusan konsumtif, aku selalu mengajukan beberapa pertanyaan pada diriku sendiri. Seberapa penting benda itu untuk dibeli? Apakah benda itu akan berguna dalam jangka panjang? Â
Relevansi Death Cleaning di Masa Kini
Dari pengalamanku, mengurus barang-barang sepeninggal orang yang kita sayangi itu sungguh melelahkan – bukan sekedar karena waktu dan tenaga namun lebih secara emosional. Â
Meski telah jatuh sakit sekitar setahun sebelumnya, namun tidak ada yang menyangka kepergian Ibu akan begitu cepat. Setelah semua urusan pemakaman selesai, membereskan barang-barang Ibu terasa berat sekali.Â
Setiap kali melakukannya selalu harus dibarengi dengan pergulatan dalam batin dengan pertanyaan-pertanyaan yang lebih banyak tak terjawab lagi.  Di antara tumpukan buku-bukunya, tugas-tugas muridnya, koleksi buku resep, mesin ketik, mesin jahit, harmonika…….Â
Sekedar membersihkannya dari debu dan merapikannya saja kadang aku butuh waktu beberapa saat sesudahnya untuk bisa kembali fokus pada tugas-tugas keseharian. Bukan karena belum bisa move on. Namun barangkali karena kehilangan itu sendiri sudah berat dan memang tak tergantikan.Â
Mungkin alasan itulah yang menahan Bapak dari membereskan barang-barang Ibu hingga kini. Ketika fisik Bapak mulai melemah, barang-barang itu tetap tak terjamah. Hingga pendengaran Bapak kian berkurang, emosinya kian sensitif dan tidak mungkin sekedar untuk mengajaknya berbicara tentang membereskan barang-barang Ibu.
Berbicara tentang kematian mungkin dianggap tabu. Â Namun bagiku, hal tersebut kian relevan di masa kini.
Saat ini dan mungkin juga di masa depan, tinggal di rumah besar cenderung dianggap merepotkan. Biayanya/ pajaknya tinggi, butuh perawatan dan tak sesuai dengan gaya hidup yang serba praktis dan mobile. Berandai-andai bahwa semua perabot dan barangku nantinya akan dibawa ke rumah anakku rasanya sudah tidak sepenuhnya relevan.
Almari jati favoritku barangkali dianggap terlalu kuno untuk anakku di kemudian hari. Buku-buku kesayanganku barangkali di masa depan sudah tak ada artinya lagi selain menjadi tempat bertengger debu lantaran keberadaanya sudah tergantikan oleh buku digital.Â
Vas dan aneka cinderamata yang kubeli sebagai penanda perjalanan ke berbagai negara mungkin tidak relevan untuk anakku karena di masa depan ia akan menempuh petualangannya sendiri yang tentu jauh lebih berarti baginya. Rasanya tak adil membenaninya dengan kerepotan untuk merawat semua itu sepeninggalku.