Mohon tunggu...
Panca Nugraha
Panca Nugraha Mohon Tunggu... profesional -

Saya seorang wartawan, penulis. Bekerja sebagai koresponden harian The Jakarta Post untuk wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kantun: Dua Dekade Menekuni “Gendang Beleq”

31 Juli 2011   08:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:13 742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1312104895454330335

Kantun mencontohkan, kenalan senimannya yang lain, Amaq Darwilis. Perajin wayang kulit dari Lombok Barat itu juga mati suri dalam berkarya, lantaran pasar tidak ada.

Padahal, menurut Kantun, pemda bisa saja meminta semua jajaran Kecamatan untuk memasang wayang kulit sebagai hiasan dinding kantor Kecamatan. Selain untuk mempromosikan seni wayang kulit Lombok , hal itu juga akan membantu perajin wayang seperti Amaq Darwilis.

Ia juga meminta agar di sekolah di NTB harus sudah mulai ada muatan lokal, dan bila perlu kurikulium untuk kesenian ditambah jam belajarnya, untuk pelestarian.

”Di Lombok ini ada banyak seniman, tapi yang nampak ke permukaan hanya kritikus seni saja. Tampil di seminar-seminar saja. Justru yang benar-benar berkarya malah terlupakan,” katanya.

Perhatian pemerintah belakangan ini, dinilainya justru mundur. Menurutnya, dulu di Bidang Kesenian Depbudpar ada petugas penilik budaya di tingkat Kecamatan yang bisa menjadi ujung tombak yang memantau perkembangan budaya dan kesenian hingga tingkat Desa. Namun sekarang semua dihapuskan.

”Maka jangan salahkan kalau Malaysia mengambil budaya kita dan kesenian kita atas nama mereka, karena di negara sendiri seniman tidak dihargai,” katanya.

Komang Kantun memang berdarah seni. Kakeknya, I Komang Rauh (Alm) adalah seorang dalang Wayang Sasak di tahun 1940-an, sedangkan ayahnya, adalah pemain gamelan Lombok .

”Waktu muda dulu, saya juga pernah ikut menjadi pemain suling untuk wayang Sasak yang didalangi Lalu Nasip (Dalang terkenal di Lombok ),” katanya.

Kini, menjelang masa pensiunnya yang tinggal setahun lagi, Kantun makin memantapkan kreasinya untuk alat musik tradisional Lombok . Dengan sejumlah tenaga kerja lokal, ia terus memproduksi gendang beleq.

Seperangkat gendang beleq buatan Kantun kini dijual seharga Rp28 juta. Untuk sepasang gendang beleq saja, bisa berharga 4,5 juta, dan gendang sedang Rp2 juta.

”Bagi saya, ini bukan hanya sekadar alat musik, tapi ada filosofi yang dalam. Misalnya gending gamelan. Secara harafiah kata gending itu bisa berarti membicarakan orang, nah dalam gending gamelan ini kita diingatkan untuk introspeksi, membicarakan diri sendiri sebelum membicarakan kekurangan orang,” katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun