Saya berusaha memahami apa yang telah ia sampaikan. Mulanya saya terkejut, ketika perempuan di depan saya ini memanggil saya. Memberondong pertanyaan. Hingga membawa saya duduk di beranda.
Kenapa saya tidak berusaha menolaknya, juga saya tidak bisa menjelaskan. Sepenuhnya saya sadar. Jika perempuan di depan saya ini tidak saya kenal. Tetapi ketika ia mengajak saya, saya secara sukarela menyerahkan diri saya.
"Bukan. Bukan tidak menepati janji. Ia pergi untuk selamanya. Aku tahu beberapa minggu setelahnya. Padahal, beberapa pekan setelahnya, kami akan menikah. Tetapi takdir berkata lain."
Saya hanya mengangguk saja. Sejujurnya saya ingin bertanya ini itu. Tetapi ada penolakan dalam pikirin saya. Kalau-kalau nanti, pertanyaan saya salah dan membuatnya tidak nyaman.
Saya membeli tiket kereta api pulang dan pergi. Jadwal kepulangan saya pukul 19.00. Tetapi, saya merasa tidak ingin meninggalkan tempat ini. Saya ingin bertahan di sini. Mendengarkan ceritanya yang kacau. Dengan senyuman yang melemahkan saya sepenuhnya.
Setelah pengakuan itu, ada semacam jarak yang muncul begitu saja. Yang tidak saya inginkan.
"Kamu mau kemana Bin?
Saya tersenyum. Saya katakan sejujurnya, jika saya tidak mempunyai tujuan yang jelas.
"Ada hal-hal yamg membuat kita harus lari dari jeratan hidup. Mungkin Itu alasan saya ke kota ini. Juga, barangkali Tuhan telah megatur pertemuan kita dengan seksama.." saya tersenyum.
Cantika, demikian nama perempuan itu. Ia mengantar saya ke stasiun. Juga ia dengan repotnya, membawakan saya makanan.
"Ini bisa buat hiburan di kereta api. Aku pernah ke kotamu. Cukup melelahkan jika dengan kereta api" ucapnya sembari menyorongkan bungkusan.