Mohon tunggu...
Alit Teja Kepakisan
Alit Teja Kepakisan Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis di KOPPI

Menulislah dan tetap berpikir!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dari Presiden, Cerita Kutukan Hingga Keretakan Politik

5 Mei 2022   04:52 Diperbarui: 5 Mei 2022   05:03 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tetapi salah satu kuliah yang pernah saya ikuti  bahwa alasan untuk melakukan amandemen ke-22 di Amerika Serikat saat itu menjadikan F.D Roosevelt sebagai pertimbangan yaitu sederhananya "Apakah kita akan membatasi masa jabatan?", "Masa jabatan itu perlu dibatasi ? Kalau tidak dibatasi mungkin harus dipikirkan yaitu bagaimana jika tidak dibatasi apakah nanti akan muncul seperti Presiden seperti F.D Roosevelt? Tetapi bayangkan jika tidak seperti FD.Roosevelt? Maka pilihan untuk membatasi itu menjadi pilihan yang tepat karena sesuai menutup pemimpin yang tiran bahkan absolutisme.

Kutukan Dua Periode adalah cerita yang biasanya muncul dalam konteks sistem presidensial yang terjadi di Amerika Serikat, suatu artikel bahkan pernah mengatakan bahwa sebenarnya kutukan dua periode ini berasal dari George Washington sendiri yang enggan mencalonkan diri menjadi presiden ketiga periode. 

Tentu banyak sekali sumber yang mengatakan itu bahwa presiden periode kedua cenderung mengalami kegagalan (cenderung) dan bahkan dalam banyak bukti empiris yang memperlihatkan salah satunya yang terjadi di Amerika Serikat adalah Skandal Watergate pada tahun 1972 yang melibatkan presiden Richard Nixon berujung pada impeachment dan akhirnya Nixon mengundurkan diri dari kursi kepresidenan lalu Skandal Bill Clinton dengan Monica Lewinsky  tentang skandal di White House yang berujung pada proses pemakzulan dan Perang Korea yang terjadi saat kepemimpinan Harry Truman hingga Lyndon B Jhonson saat Perang Vietnam. 

Bahkan ada kutukan di Amerika Serikat yaitu kutukan dua puluh tahun yang menimpa presiden Amerika Serikat di antaranya seperti Abraham Lincoln, Franklin D Roosevelt dan lain yang tidak bisa disebutkan lalu apakah benar kutukan itu ada yaitu entah kutukan dua periode atau kutukan dua puluh tahun di Negeri Paman Sam itu? Entah, tetapi jawabannya akan ada di bab kesimpulan tentang kutukan dua periode dalam perspektif dukungan politik.

                        OPINI & KESIMPULAN

Kutukan Dua Periode ini jika dilihat dari perspektif dukungan politik presiden di periode kedua mungkin menarik, bahkan jika dikaitkan dengan istilah "Lame Duck" yang merupakan istilah bagi presiden di penghujung masa jabatan tetapi di ujung masa jabatan telah terpilih presiden baru yang akan menggantikan presiden itu. Menariknya adalah jika dikaji dalam praktik sistem presidensial yang dilakukan hari ini di Indonesia bahkan di Amerika Serikat tentu akan melihat bagaimana relasi antara eksekutif dengan legislatif itu sendiri.

Paradigma separation of power sesungguhnya banyak yang mengatakan bahwa apa yang diidealkan oleh Montesquieu dianggap terlalu teoritis sehingga tidak benar bahwa kekuasaan seperti yang disebutkan itu benar-benar terpisah bahkan penelitian baru pernah menunjukkan teori baru yaitu The New Separation Of Power oleh Bruce Ackerman. 

Seperti di Indonesia pasca perubahan UUD 1945 (1999-2002) maupun sebelum perubahan ada satu prinsip yang tidak berubah yaitu dalam fungsi legislasi, fungsi anggaran, fungsi pengawasan itu selalu mengaitkan antara presiden beserta DPR menjadi hal yang sentral dalam menentukan kebijakan politik (Legal Policy) yang akan diberlakukan oleh presiden maupun DPR keduanya saling berkaitan sehingga separation of power tidak benar-benar terpisah karena harus saling memberikan persetujuan. Sedangkan di Amerika Serikat, fungsi legislasi berbeda dengan di Indonesia yaitu kekuasaan pembentuk Undang - Undang memang di tangan Kongres yaitu gabungan antara Senat & House Of Representative, walaupun presiden di Amerika Serikat menggunakan hak veto terhadap RUU tetapi hak veto akan gagal jika masing-masing kamar setuju terhadap RUU (Rancangan Undang -- Undang) sebanyak 2/3 maka RUU itu sah menjadi hukum. 

Berbeda dengan di Indonesia yang sangat bergantung satu sama lain walaupun DPR bulat mengatakan setuju tetapi jika presiden tidak menyetujui RUU itu maka RUU tidak bisa diajukan kembali dan sebaliknya yang terjadi, jadi pertanyaannya apakah presiden Amerika Serikat mungkin menjalankan Undang - Undang yang dia tidak sepakati bahkan yang dia tidak sukai? Jawabannya mungkin. Sedangkan di Indonesia jika salah satu cabang kekuasaan tidak menyetujui RUU maka UU itu tidak akan berjalan bahkan tidak boleh diajukan kembali, maka pertanyaan yang timbul adalah apakah visi-misi presiden bisa berjalan? mengingat bahwa negara hukum yang segala sesuatu harus berdasarkan hukum (Rechstaat) bukan kekuasaan belaka. 

Maka mau tidak mau atau suka tidak suka presiden harus memeluk partai yang ada di parlemen untuk bisa menjalankan kebijakannya, suka tidak suka tetapi ini merupakan konsekuensi dari sistem multi-partai dengan menggunakan sistem presidensial.

Ini menarik jika di periode kedua adalah akhir dari masa jabatan serta periode terakhir, timbul beberapa pertanyaan yaitu apakah partai-partai masih bersedia mendukung sebagaimana semangat mendukungnya seperti di penghujung periode pertama jika presiden ingin mencalonkan diri menjadi presiden ke periode kedua yaitu apakah masih se-mesra itu? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun