Mohon tunggu...
Abdul Rachman
Abdul Rachman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Manajemen (MM) Budi Luhur

Digital Opreker, Digital Business Enabler, Data Scientist, UI/UX Enthusiast, Digital Marketer/Enabler, Technology Savvy

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena PHK Akibat Merger & Akusisi di Industri Telekomunikasi Indonesia

6 September 2024   10:39 Diperbarui: 6 September 2024   12:08 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Fenomena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat merger di industri telekomunikasi Indonesia sedang rame-ramenya di 10 tahun terakhir ini. Pada tahun 2014, XL Axiata mengakuisisi Axis, yang juga diikuti dengan reorganisasi dan pengurangan karyawan akibat redundansi dalam struktur organisasi, Indosat Ooredoo Hutchison memutuskan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada 300 orang karyawannya. Pemutusan ini menjadi yang kedua kalinya dalam dua tahun terakhir, Selain itu, setelah mengakuisisi Link Net, PT XL Axiata Tbk (EXCL) memasuki tahap baru merger dengan PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) dengan penandatangan MoU tidak mengikat, penggabungan EXCL dan FREN digadang bakal memunculkan entitas telekomunikasi terbesar ke-2 di Tanah Air. 

Fenomena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat merger di industri telekomunikasi Indonesia terjadi karena beberapa faktor yang berkaitan dengan efisiensi perusahaan setelah penggabungan (merger) ataupun akusisi. Di sektor telekomunikasi, merger sering kali bertujuan untuk meningkatkan daya saing, efisiensi operasional, serta memperluas pangsa pasar, namun hal ini juga sering berdampak pada pengurangan tenaga kerja. 

Berikut adalah beberapa alasan utama terjadinya PHK pasca-merger/akusisi di industri telekomunikasi:

  1. Redundansi Karyawan: Setelah merger, perusahaan sering menemukan adanya posisi atau divisi yang duplikat atau berlebihan antara dua perusahaan yang digabungkan/diakusisi. Misalnya, kedua perusahaan memiliki tim IT, tim pemasaran, atau tim HR yang mungkin tidak semuanya dibutuhkan setelah penggabungan. Akibatnya, posisi-posisi ini bisa dihilangkan untuk mengurangi biaya operasional.

  2. Efisiensi Biaya: Salah satu tujuan utama dari merger adalah untuk create-synergy dan saving-cost, terutama melalui pengurangan tenaga kerja yang dianggap tidak esensial. Perusahaan berusaha meningkatkan efisiensi dengan mengurangi jumlah karyawan dan memaksimalkan produktivitas dengan jumlah tim yang lebih kecil.

  3. Reorganisasi Struktur Perusahaan: Setelah merger/akusisi, sering kali terjadi restrukturisasi besar-besaran dalam organisasi untuk menyesuaikan dengan strategi bisnis baru. Ini bisa menyebabkan perubahan besar dalam business-process dan tanggung jawab, yang sering kali diiringi dengan lay-off jumlah karyawan

  4. Automasi dan Digitalisasi: Di sektor telekomunikasi, digitalisasi dan service-automation semakin berkembang pesat. Ini mengurangi kebutuhan akan tenaga kerja manusia, terutama di bagian layanan pelanggan, administrasi, dan operasional. Pasca-merger, perusahaan sering kali mengadopsi new-tech-concept yang lebih efisien untuk menggantikan peran-peran yang sebelumnya dipegang oleh karyawan.

Contoh kasus di Indonesia:

  1. Merger Indosat dan Hutchison 3 Indonesia (Tri): Merger antara Indosat Ooredoo dan Tri Indonesia pada tahun 2021-2022 adalah salah satu contoh besar di mana terjadi pengurangan tenaga kerja. Setelah penggabungan, perusahaan hasil merger, Indosat Ooredoo Hutchison, melakukan restrukturisasi untuk menyesuaikan operasional dengan skala perusahaan yang baru, yang menyebabkan adanya PHK pada beberapa karyawan, terutama di level manajerial dan operasional yang tumpang tindih

  2. XL Axiata dan Axis: Pada tahun 2014, XL Axiata mengakuisisi Axis, yang juga diikuti dengan reorganisasi dan pengurangan karyawan akibat redundansi dalam struktur organisasi.

Dampak lebih lanjut:

  • Karyawan: Karyawan yang terkena dampak PHK biasanya mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan baru, terutama di sektor telekomunikasi yang sangat spesifik. Namun, beberapa perusahaan sering memberikan paket kompensasi untuk membantu transisi ini
  • Industri: domino-effect dari PHK juga dirasakan di industri pendukung seperti vendor teknologi, supplier, dan layanan outsourcing

Dengan demikian, merger di industri telekomunikasi sering kali membawa dua sisi: di satu sisi, memperkuat posisi perusahaan di pasar, namun di sisi lain, mengakibatkan pemutusan hubungan kerja untuk menyesuaikan dengan struktur baru yang lebih efisien

Di Indonesia, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) diatur oleh Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan diperbarui melalui Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja beserta aturan turunannya. PHK merupakan isu sensitif karena melibatkan hak-hak pekerja, dan prosesnya harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan untuk melindungi hak karyawan serta menjaga hubungan industrial yang harmonis. Berikut adalah pandangan hukum terkait PHK di Indonesia:

  • Dasar Hukum PHK
    • UU Ketenagakerjaan (UU No. 13 Tahun 2003): Mengatur hak-hak pekerja terkait PHK, termasuk alasan yang sah, prosedur PHK, dan kewajiban pengusaha dalam memberikan pesangon.
    • UU Cipta Kerja (UU No. 11 Tahun 2020): Menyederhanakan beberapa aturan terkait PHK dan memberikan fleksibilitas lebih bagi perusahaan, namun tetap mengatur perlindungan bagi pekerja yang terkena PHK

  • Alasan (yang Sah) untuk PHK
    Dalam hukum ketenagakerjaan Indonesia, perusahaan tidak bisa sembarangan melakukan PHK, jika PHK dilakukan tanpa alasan yang sah atau tidak sesuai prosedur, karyawan bisa menggugat ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). PHK hanya dapat dilakukan atas alasan-alasan tertentu, seperti:
    • Karyawan melakukan pelanggaran berat: Misalnya, penyelewengan, pencurian, atau tindakan kriminal di tempat kerja.
    • Efisiensi perusahaan: PHK dapat dilakukan jika perusahaan mengalami kerugian berkelanjutan atau perlu merestrukturisasi bisnis (misalnya akibat merger atau akuisisi).
    • Perusahaan tutup atau bangkrut: PHK bisa dilakukan jika perusahaan menghentikan operasional karena kebangkrutan.
    • Pekerja mengundurkan diri atau pensiun: PHK juga terjadi secara otomatis saat pekerja pensiun atau mengundurkan diri secara sukarela.
    • Kondisi force majeure: Misalnya, bencana alam yang menyebabkan perusahaan tidak bisa beroperasi.

  • Prosedur PHK
    Sebelum melakukan PHK, perusahaan wajib menempuh beberapa prosedur hukum :
    • Musyawarah: Perusahaan harus terlebih dahulu mengupayakan musyawarah dengan karyawan atau serikat pekerja untuk mencari solusi alternatif selain PHK.
    • Pemberitahuan dan persetujuan: PHK harus diberitahukan secara tertulis kepada pekerja dengan menyertakan alasan dan waktu efektif PHK tersebut. Di beberapa kasus, perusahaan memerlukan persetujuan dari Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) sebelum melakukan PHK.
    • Pesangon: Pengusaha wajib memberikan kompensasi dalam bentuk pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

  • Kompensasi Bagi Karyawan yang di-PHK
    Berdasarkan hukum Indonesia, karyawan yang di-PHK berhak mendapatkan :
    • Uang pesangon: Besaran pesangon dihitung berdasarkan masa kerja karyawan. Misalnya, untuk karyawan yang bekerja kurang dari satu tahun, mereka berhak atas satu bulan upah. Untuk karyawan dengan masa kerja lebih lama, jumlah pesangon meningkat sesuai aturan yang ditetapkan.
    • Uang penghargaan masa kerja: Diberikan kepada pekerja yang memiliki masa kerja lebih dari tiga tahun. Besarannya juga disesuaikan dengan lamanya masa kerja.
    • Uang penggantian hak: Kompensasi untuk hak-hak karyawan yang belum diambil, seperti cuti yang belum digunakan, biaya perumahan, atau biaya pengobatan.

  • Pengajuan Keberatan oleh Karyawan
    Jika karyawan tidak setuju dengan keputusan PHK, mereka dapat mengajukan sengketa ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). PHI akan memeriksa apakah PHK tersebut dilakukan sesuai prosedur dan alasan yang sah. Jika pengadilan menemukan bahwa PHK tidak sah, pengusaha bisa diwajibkan untuk :
    • Mengembalikan karyawan ke posisi semula.
    • Membayar gaji dan tunjangan yang tertunda.
    • Memberikan kompensasi tambahan jika dianggap perlu

  • PHK dan Merger
    Dalam konteks merger perusahaan, PHK sering terjadi karena adanya restrukturisasi. Berdasarkan hukum, PHK akibat merger harus dilakukan sesuai dengan alasan "efisiensi" yang sah dan dengan pemberian hak-hak karyawan. Jika perusahaan yang bergabung memiliki karyawan dengan posisi yang sama, perusahaan dapat melakukan PHK, tetapi harus memberikan kompensasi yang memadai  

  • Kebijakan PHK Massal
    Jika PHK dilakukan secara massal, seperti dalam kasus merger atau penutupan perusahaan, perusahaan harus melibatkan pemerintah (Dinas Tenaga Kerja) dalam proses musyawarah dan pelaksanaan PHK untuk memastikan tidak terjadi pelanggaran hak-hak karyawan  

Dalam pandangan hukum Indonesia, PHK merupakan proses yang harus dilakukan dengan hati-hati dan sesuai prosedur hukum yang berlaku. Alasan yang sah, proses musyawarah, dan pemberian kompensasi menjadi elemen penting untuk memastikan bahwa hak-hak pekerja tetap terlindungi. Jika ada pelanggaran dalam proses PHK, karyawan memiliki hak untuk menuntut keadilan melalui Pengadilan Hubungan Industrial. 

Serikat pekerja memiliki peran penting dalam memastikan bahwa proses Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dilakukan sesuai dengan etika dan hukum di Indonesia. Melalui dialog, negosiasi, transparansi, dan upaya untuk melindungi hak-hak karyawan, serikat pekerja dapat meminimalisir dampak negatif PHK dan memastikan bahwa karyawan yang terkena dampak mendapatkan perlakuan yang adil dan layak. Agar PHK berakhir dengan adil, transparan, dan sesuai dengan aturan yang berlaku, serikat pekerja harus mengambil langkah-langkah konkrit berikut:

  • Melakukan Dialog dan Negosiasi dengan Perusahaan
    • Pendekatan awal: Serikat pekerja harus segera melakukan dialog dengan manajemen perusahaan begitu ada tanda-tanda potensi PHK, seperti masalah keuangan atau pengumuman merger. Negosiasi yang proaktif dapat membantu mengurangi dampak PHK atau bahkan mencari alternatif untuk menghindari PHK.
    • Mencari solusi bersama: Serikat pekerja dapat menawarkan solusi seperti pengurangan jam kerja, cuti tanpa gaji, atau penundaan PHK sementara perusahaan memperbaiki kondisi finansialnya. Solusi ini bisa menjadi alternatif yang lebih etis daripada langsung memutuskan PHK.

  • Mendorong Transparansi dalam Proses PHK
    • Memastikan keterbukaan informasi: Serikat pekerja harus memastikan bahwa perusahaan memberikan alasan yang jelas dan rinci terkait PHK. Ini meliputi kondisi keuangan, restrukturisasi, atau alasan lainnya. Transparansi penting untuk mencegah kecurigaan dan memastikan proses berjalan adil.
    • Meminta bukti tertulis: Jika PHK dilakukan atas dasar efisiensi, serikat pekerja bisa meminta data atau dokumen resmi yang mendukung klaim perusahaan, seperti laporan keuangan atau analisis operasional. Ini untuk memastikan bahwa PHK dilakukan dengan alasan yang sah.

  • Melibatkan Pemerintah dan Lembaga Terkait
    • Mengajukan konsultasi dengan Dinas Tenaga Kerja: Serikat pekerja dapat melibatkan Dinas Tenaga Kerja setempat untuk memediasi konflik dan memastikan proses PHK berjalan sesuai dengan hukum ketenagakerjaan. Ini juga memberi jaminan bahwa hak-hak pekerja dipenuhi.
    • Mengajukan penyelesaian melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI): Jika negosiasi dan musyawarah tidak membuahkan hasil, serikat pekerja bisa mengajukan sengketa ke Pengadilan Hubungan Industrial untuk mendapatkan keputusan yang adil. PHI memiliki kewenangan untuk memutuskan apakah PHK tersebut sah atau tidak serta menentukan kompensasi yang layak bagi pekerja.

  • Memastikan Hak-Hak Karyawan Dipenuhi
    • Memastikan pemberian pesangon dan kompensasi: Serikat pekerja harus memastikan bahwa perusahaan memenuhi kewajibannya untuk memberikan pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Serikat pekerja harus mendampingi karyawan dalam memastikan bahwa hak-hak ini dihitung dengan benar.
    • Memastikan dukungan pasca-PHK: Serikat pekerja dapat memperjuangkan adanya program pelatihan ulang (retraining) atau bantuan penempatan kerja untuk karyawan yang terkena PHK agar mereka lebih mudah mendapatkan pekerjaan baru.

  • Melindungi Karyawan dari PHK Sewenang-Wenang
    • Memastikan PHK sesuai dengan prosedur hukum: Serikat pekerja harus memastikan bahwa proses PHK mengikuti aturan hukum, seperti adanya pemberitahuan tertulis yang cukup dan adanya musyawarah antara perusahaan dan karyawan. PHK yang dilakukan tanpa mengikuti prosedur yang benar dapat digugat melalui Pengadilan Hubungan Industrial.
    • Melindungi karyawan yang rentan: Serikat pekerja harus memperjuangkan agar kelompok-kelompok tertentu, seperti karyawan yang berusia lanjut, pekerja dengan masa kerja panjang, atau karyawan yang memiliki tanggungan keluarga, mendapat perlindungan khusus dan tidak menjadi korban pertama PHK.

  • Memberikan Edukasi kepada Karyawan
    • Memberikan pemahaman tentang hak-hak ketenagakerjaan: Serikat pekerja harus terus mengedukasi anggotanya mengenai hak-hak mereka terkait PHK, termasuk hak untuk menerima pesangon, uang penghargaan masa kerja, serta mekanisme penyelesaian sengketa ketenagakerjaan.
    • Mendampingi karyawan dalam proses PHK: Serikat pekerja dapat menyediakan tim pendamping yang membantu karyawan memahami hak-hak mereka selama proses PHK, termasuk cara mengajukan keberatan atau tuntutan jika terjadi pelanggaran hak.

  • Memperjuangkan Kompensasi Tambahan
    • Negosiasi untuk kompensasi di luar yang diwajibkan hukum: Serikat pekerja dapat memperjuangkan kompensasi tambahan di luar yang diwajibkan undang-undang, seperti bonus khusus, bantuan keuangan sementara, atau asuransi kesehatan yang diperpanjang untuk beberapa waktu setelah PHK. Ini bisa menjadi bentuk penghargaan bagi karyawan yang sudah lama berkontribusi di perusahaan.
       
  • Mengadvokasi Kebijakan PHK yang Lebih Adil
    • Mengajukan usulan perbaikan kebijakan internal: Serikat pekerja bisa mendorong perusahaan untuk membuat kebijakan PHK yang lebih manusiawi, seperti prosedur konsultasi yang lebih intensif atau kebijakan restrukturisasi yang memprioritaskan pemindahan karyawan ke divisi lain daripada langsung melakukan PHK.
    • Melibatkan pemerintah dalam pembentukan kebijakan nasional: Serikat pekerja juga dapat bekerja sama dengan pemerintah atau lembaga terkait untuk mendorong perbaikan kebijakan ketenagakerjaan di tingkat nasional, termasuk perlindungan yang lebih kuat bagi pekerja dari PHK sewenang-wenang.

  • Mendorong Solusi Alternatif untuk Menghindari PHK
    • Mengusulkan pengurangan jam kerja atau gaji: Sebagai alternatif dari PHK, serikat pekerja dapat mengusulkan pengurangan jam kerja, gaji, atau bahkan furlough (cuti tanpa gaji) sebagai solusi jangka pendek untuk membantu perusahaan mengatasi masalah keuangan sambil tetap mempertahankan karyawan.
    • Mendorong pengurangan non-esensial sebelum PHK: Serikat pekerja dapat mengusulkan agar perusahaan terlebih dahulu mengurangi biaya non-personalia, seperti anggaran pemasaran, perjalanan dinas, atau biaya lain, sebelum melakukan PHK.

  • Mempertahankan Hubungan Industrial yang Harmonis
    • Menghindari konflik yang tidak perlu: Serikat pekerja harus tetap menjaga hubungan yang baik dengan manajemen perusahaan, meskipun menghadapi situasi sulit seperti PHK. Menjaga komunikasi yang terbuka dan berusaha mencari solusi bersama akan lebih efektif dibandingkan menciptakan konflik yang dapat memperburuk situasi.
    • Fokus pada solusi jangka panjang: Serikat pekerja harus berpikir strategis dengan berfokus pada keberlangsungan jangka panjang baik bagi perusahaan maupun karyawan. Menjaga stabilitas perusahaan bisa menjadi kunci agar lebih banyak pekerjaan yang terselamatkan di masa depan

Menghadapi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Indonesia adalah proses yang sensitif, baik bagi perusahaan maupun karyawan. Agar proses ini berjalan dengan baik, diperlukan pendekatan etis yang memperhatikan hak-hak dan kepentingan semua pihak. Berikut adalah beberapa prinsip dan langkah etika yang dapat diambil oleh perusahaan dan karyawan dalam menghadapi PHK:

  • Etika bagi Perusahaan dalam Melakukan PHK
    • Komunikasi harus Transparan 
      • Jelaskan alasan PHK secara jujur: Perusahaan harus memberikan penjelasan yang transparan dan rinci tentang mengapa PHK harus dilakukan. Apakah disebabkan oleh faktor ekonomi, restrukturisasi, atau merger, karyawan berhak mengetahui alasan yang mendasari keputusan tersebut.
      • Berikan pemberitahuan yang cukup: Pemberitahuan PHK harus disampaikan dengan cukup waktu sebelum tanggal efektif PHK agar karyawan memiliki waktu untuk mempersiapkan diri secara emosional, mental, dan finansial.

    •  Musyawarah dan Dialog 
      • Melibatkan Serikat Pekerja (SP): Jika perusahaan memiliki serikat pekerja, penting untuk melibatkan mereka dalam musyawarah sebelum keputusan PHK diambil. Ini menciptakan suasana kolaboratif dan menghindari konflik yang tidak perlu.
      • Mendengarkan aspirasi karyawan: Perusahaan sebaiknya mendengarkan saran atau masukan dari karyawan, terutama jika mereka memiliki solusi alternatif untuk menghindari PHK, seperti pengurangan jam kerja, cuti tanpa digaji, atau opsi lainnya.

    • Memperlakukan Karyawan dengan Hormat
      • Perlakuan yang manusiawi: PHK bukan hanya tentang kepatuhan hukum, tetapi juga tentang menghormati karyawan sebagai manusia. Proses pemberitahuan PHK harus dilakukan dengan empati, bukan sekadar formalitas.
      • Berikan kesempatan bagi karyawan untuk bertanya: Karyawan mungkin memiliki banyak pertanyaan atau kekhawatiran tentang masa depan mereka. Perusahaan harus memberikan ruang bagi karyawan untuk menyampaikan pertanyaan dan memberikan jawaban yang jelas.

    • Kompensasi yang Adil dan Tepat Waktu
      • Patuhi aturan hukum: Perusahaan wajib memberikan pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak sesuai ketentuan perundang-undangan. Penting agar semua pembayaran dilakukan tepat waktu untuk meringankan beban karyawan yang terdampak.
      • Memberikan bantuan tambahan: Selain kompensasi yang diwajibkan oleh hukum, perusahaan dapat memberikan paket bantuan tambahan, seperti pelatihan keterampilan baru atau bantuan pencarian kerja, untuk membantu karyawan bertransisi ke pekerjaan baru.

    • Menyediakan Bantuan Emosional dan Konseling
      • Sediakan dukungan psikologis: PHK sering kali menimbulkan stres dan kecemasan bagi karyawan yang terdampak. Perusahaan dapat menyediakan program konseling atau dukungan psikologis untuk membantu karyawan menghadapi perubahan ini.
      • Pastikan keterlibatan jangka panjang: Dalam beberapa kasus, perusahaan dapat menawarkan bantuan kepada karyawan yang terkena PHK selama beberapa bulan ke depan, misalnya dalam bentuk rujukan ke peluang kerja lain atau jaringan bantuan sosial.

  • Etika bagi Karyawan yang Menghadapi PHK
    • Mengelola Emosi Secara Profesional 
      • Kendalikan reaksi emosi: PHK bisa sangat emosional, namun penting bagi karyawan untuk tetap tenang dan profesional. Reaksi yang emosional berlebihan bisa memperburuk situasi atau merusak hubungan yang sudah terbangun dengan perusahaan.
      • Minta klarifikasi dengan sopan: Jika karyawan tidak memahami alasan PHK atau hak-hak yang mereka terima, mereka sebaiknya bertanya secara sopan dan konstruktif.

    •  Bersikap Terbuka Terhadap Proses Negosiasi 
      • Diskusikan hak-hak secara terbuka: Karyawan yang merasa hak-haknya dilanggar atau tidak mendapatkan kompensasi yang layak dapat membicarakan hal ini dengan perusahaan. Sikap terbuka dalam negosiasi dapat membantu kedua pihak mencapai kesepakatan yang adil.
      • Jangan terburu-buru mengambil tindakan hukum: Jika memungkinkan, karyawan sebaiknya berusaha mencari solusi damai terlebih dahulu melalui dialog dengan perusahaan, sebelum mengambil langkah hukum.

    • Memanfaatkan Kesempatan yang Diberikan
      • Ikuti program pelatihan atau dukungan yang ditawarkan: Jika perusahaan menawarkan bantuan seperti pelatihan keterampilan atau dukungan transisi, karyawan sebaiknya memanfaatkannya. Ini bisa membantu mereka beradaptasi dengan lebih baik dan meningkatkan peluang mereka mendapatkan pekerjaan baru.
      • Terbuka terhadap peluang baru: PHK bisa menjadi peluang untuk mengeksplorasi jalur karier baru atau memulai usaha sendiri. Bersikap terbuka terhadap perubahan bisa membantu karyawan melihat situasi ini sebagai kesempatan, bukan akhir dari karier mereka.

    • Jaga Hubungan Baik
      • Menjaga hubungan profesional dengan perusahaan: Penting bagi karyawan untuk menjaga hubungan baik dengan perusahaan meskipun mereka mengalami PHK. Referensi dari perusahaan bisa sangat berharga dalam mencari pekerjaan baru di masa depan.
      • Tetap menjaga etika kerja: Karyawan yang sedang dalam proses PHK sebaiknya tetap melaksanakan tugas mereka dengan baik hingga akhir masa kerja untuk menjaga reputasi profesional mereka.

  • Solusi Alternatif untuk Menghindari PHK
    Jika memungkinkan, perusahaan dan karyawan bisa mempertimbangkan alternatif untuk menghindari PHK :
    • Cuti tanpa gaji: Karyawan mungkin bisa mengambil cuti tanpa gaji untuk jangka waktu tertentu jika perusahaan menghadapi masalah finansial sementara.
    • Pengurangan jam kerja: Daripada melakukan PHK, perusahaan dapat mengurangi jam kerja karyawan sehingga mereka tetap bekerja dengan pengurangan pendapatan sementara.
    • Furlough (Cuti sementara): Perusahaan dapat memberlakukan cuti sementara tanpa PHK, memberikan jaminan bahwa karyawan akan dipanggil kembali setelah situasi keuangan perusahaan membaik

Etika yang baik dalam menghadapi PHK mengutamakan komunikasi yang jujur, menghormati hak-hak karyawan, serta menawarkan dukungan emosional dan finansial yang memadai. Perusahaan harus memastikan proses PHK dilakukan secara adil dan manusiawi, sementara karyawan diharapkan bersikap profesional dan menjaga hubungan baik selama proses tersebut. Pendekatan yang etis akan membantu mengurangi konflik dan memastikan proses berjalan dengan baik bagi semua pihak. 

Saat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terjadi di Indonesia, terutama jika dilakukan tanpa mempertimbangkan etika, nilai-nilai budi luhur yang sering kali dilanggar meliputi:

  • Keadilan (Adil)
    • Pengabaian hak karyawan: Jika PHK dilakukan secara sewenang-wenang, tanpa memberikan hak-hak karyawan sesuai undang-undang seperti pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan kompensasi lainnya, nilai keadilan jelas dilanggar. Keadilan mengharuskan setiap individu diperlakukan secara setara dan menerima apa yang menjadi haknya.

  • Kemanusiaan (Perikemanusiaan)
    • Kehilangan empati: PHK yang dilakukan tanpa memperhatikan kondisi karyawan atau dilakukan secara tiba-tiba tanpa pemberitahuan yang memadai mencerminkan kurangnya rasa kemanusiaan. Nilai kemanusiaan mengharuskan perusahaan untuk memperlakukan karyawan dengan martabat dan menghargai kehidupan mereka, terutama saat menghadapi situasi sulit seperti kehilangan pekerjaan.

  • Kejujuran
    • Kurangnya transparansi: Dalam beberapa kasus, perusahaan mungkin tidak jujur mengenai alasan PHK, misalnya menyembunyikan niat untuk merampingkan tenaga kerja atau melakukan efisiensi tanpa memberi informasi yang jelas kepada karyawan. Hal ini melanggar nilai kejujuran, yang merupakan fondasi penting dalam hubungan kerja yang baik.

  • Gotong Royong dan Kebersamaan
    • Mengabaikan musyawarah: Nilai gotong royong dan kebersamaan tercermin dalam semangat musyawarah atau dialog antara perusahaan dan karyawan dalam mencari solusi alternatif sebelum PHK dilakukan. Jika perusahaan langsung mengambil keputusan sepihak tanpa melibatkan serikat pekerja atau karyawan dalam diskusi, nilai-nilai ini dilanggar.

  • Kepedulian Sosial
    • Tidak memberikan dukungan pasca PHK: Saat PHK dilakukan tanpa memberikan dukungan bagi karyawan yang terdampak, seperti program pelatihan atau bantuan mencari pekerjaan baru, perusahaan telah melanggar nilai kepedulian sosial. Etika budi luhur menuntut kita untuk peduli terhadap kesejahteraan orang lain, terutama saat mereka sedang mengalami masa sulit.

  • Tanggung Jawab
    • Menghindari tanggung jawab: Ketika perusahaan menghindari kewajiban hukum dan moral untuk memberikan kompensasi atau menunda-nunda pembayaran hak-hak karyawan yang di-PHK, mereka melanggar nilai tanggung jawab. Sikap ini menunjukkan pengabaian terhadap tanggung jawab sosial dan moral perusahaan terhadap karyawan.

  • Kesopanan dan Ketulusan
    • Penyampaian PHK yang tidak sopan: Proses PHK yang dilakukan secara mendadak, tanpa peringatan, atau dengan cara yang kasar (misalnya melalui email tanpa penjelasan langsung), melanggar nilai kesopanan dan ketulusan. Kesopanan mengharuskan penyampaian berita buruk dilakukan dengan cara yang baik, penuh penghormatan, dan perhatian.
       
  • Kearifan Lokal 
    • Pengabaian adat dan nilai budaya: Di beberapa daerah di Indonesia, norma-norma adat dan budaya sangat menghargai penghormatan terhadap orang lain, terutama mereka yang lebih tua atau yang telah lama berkontribusi bagi komunitas. Jika PHK dilakukan secara tidak hormat terhadap karyawan yang sudah bekerja bertahun-tahun, ini dianggap melanggar nilai kearifan lokal yang menghargai pengalaman dan dedikasi.
       
  • Kesetiaan (Loyalitas) 
    • Pengkhianatan terhadap dedikasi karyawan: Saat perusahaan memutuskan hubungan kerja dengan karyawan yang telah lama berkontribusi tanpa penghargaan yang layak, hal ini melanggar nilai loyalitas. Loyalitas seharusnya dihargai, dan karyawan yang setia bekerja selama bertahun-tahun berhak mendapatkan perlakuan yang pantas saat hubungan kerja diakhiri.
       
  • Penghargaan terhadap Hak Asasi  
    • Melanggar hak dasar karyawan: Setiap orang berhak atas pekerjaan yang layak dan diperlakukan dengan adil dalam hubungan kerja. PHK yang melanggar hak-hak ini, seperti tidak memberikan kompensasi atau tidak memperhatikan proses hukum yang berlaku, adalah bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia

Saat PHK dilakukan secara tidak etis, berbagai nilai budi luhur seperti keadilan, kemanusiaan, kejujuran, kepedulian sosial, tanggung jawab, dan kesopanan dapat dilanggar. Oleh karena itu, sangat penting bagi perusahaan dan karyawan untuk mengedepankan nilai-nilai ini dalam proses merger / akusisi agar keharmonisan hubungan kerja tetap terjaga dan hak-hak semua pihak dihormati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun