Pengetahuan ini dimiliki oleh orangtua sejak mereka mendaftarkan anaknya sebagai siswa di sekolah. Sebab, sejak mendaftar, sekolah sudah memberi tahunya. Tetapi, kalau ternyata masih ada satu-dua orangtua yang belum mengetahuinya, ini hal yang wajar.
Namun, tata tertib sekolah harus tetap berlaku. Sehingga, sekolah selalu mengambil sikap secara tegas. Yaitu, memastikan bahwa tak ada siswa yang mengabaikan tata tertib. Jika ada siswa yang mengabaikannya, sekolah memberikan perhatian.
Seperti temuan yang sudah disebutkan di atas, yaitu perhatian sekolah adalah memilok hitam sol sepatu siswa yang berwarna putih. Sehingga, harapannya, sepatu ini masih dapat dikenakan oleh siswa. Jika Pilox terkelupas oleh karena waktu dan kondisi alam, sekolah memberi perhatian lagi, yaitu memiloxnya lagi.
Hanya, karena teman-teman sekelasnya lebih bergerak dulu, yang saya bilang mereka memiliki kecerdasan sosial yang istimewa, sudah membangun kebersamaan antarteman memberi perhatian. Yaitu, seperti sudah disebut di atas, membelikan sepatu hitam polos.
Caranya, ini saya mengetahuinya setelah saya mewawancarai salah satu siswa dalam satu kelasnya. Siswa ini, oleh teman guru yang bercerita kepada saya mengenai hal ini, sebagai siswa yang kali pertama mencetuskan gerakan sosial ini.
Kata siswa yang saya tanya, berawal dari ia berbicara kepada ketua kelas tentang keinginannya membantu satu temannya yang sepatunya bersol putih.
Dari keinginan ini lantas timbul inisiatif untuk mengajak teman-teman di kelasnya. Akhirnya, dibuatlah grup WA baru, dengan meninggalkan satu teman yang hendak diberi perhatian.
Komunikasi dan diskusi berlangsung di grup WA baru. Tanpa ada guru atau wali kelas di dalam grup WA baru ini. Entah mengapa, saya tak mengetahui. Mungkin mereka ingin merdeka saja. Mereka berkomunikasi dan berdiskusi dalam mengelola kehendak mereka sendiri.
Awalnya, ada sebagian kecil siswa kurang setuju. Tetapi, ketika mengetahui ada satu siswa yang memberi bantuan sebesar Rp50.000,00, siswa yang lain menyusul. Termasuk sebagian kecil siswa yang kurang setuju, akhirnya ambil bagian.
Dari 30 siswa karena minus satu siswa yang diberi perhatian, terkumpul Rp310.000,00. Rincian uangnya, ada yang lembar dua ribuan, lembar lima ribuan, ada yang lembar sepuluh ribuan, ada lembar dua puluh ribuan, dan ada yang lembar lima puluh ribuan.
Beberapa siswa yang saya tanya, mengatakan bahwa adanya gerakan kesetiakawanan ini sebagian orangtua mereka mengetahui. Ada yang secara suka hati menyambut rencana baik ini. Sehingga, disebutkan oleh mereka, ada orangtua yang menitipkan uang kepada anaknya memberi dukungan sebesar Rp50.000,00.