Mereka jarang terlibat di bagian logistik. Bagian ini lebih banyak ditangani oleh ibu-ibu. Tentu sangat wajar. Sebab, perihal penyiapan kebutuhan pangan, ibu-ibu sudah biasa.
Hanya, Radit dan Galang, panggilan khas Fadil Galang Rachmadani, mengaku bahwa selama terlibat di pengungsian, baik yang pertama maupun yang kedua, mereka ikut menangani di bagian logistik.
Radit bagian mendata logistik yang dikeluarkan atau dibutuhkan oleh pengungsi. Sementara itu, Galang mencatat logistik yang masuk ke pengungsian dari masyarakat.
Sekalipun mereka lebih fokus di bagian data, keterlibatan mereka dalam penanganan pengungsi sangatlah bermanfaat. Tak hanya bagi dirinya sendiri, tapi bermanfaat juga bagi orang lain yang terhubung.
Termasuk bagi sekolah. Sebab, Nindi, Bintang, dan teman-temannya yang sudah ambil peran dalam peduli kemanusiaan mendapat pengalaman berharga. Yaitu, menguatkan sikap empatinya (secara langsung) terhadap pengungsi. Yang, di sekolah hal itu tak pernah didapatnya.
Menguatkan sikap empati dengan terjun langsung di antara pengungsi membutuhkan tekad yang besar. Apalagi usia mereka masih relatif remaja. Yang, diakui atau tidak, usia yang umumnya masih ingin bersenang-senang.
Tapi, tak bagi mereka. Bersenang-senang dalam kondisi banyak orang mengungsi karena musibah alam, jauh dari kamus mereka. Mereka membuang keinginan bersenang-senang, tapi menjemput kepedulian terhadap sesama yang membutuhkan perhatian.
Memang momen seperti Nindi, Bintang, dan teman-temannya alami tak selalu ada. Sebab, tak ada satu pun di antara kita mengharap ada musibah alam (lagi).
Tapi, sekurang-kurangnya, mereka cerdas memanfaatkan momen ini untuk menguatkan sikap pedulinya terhadap sesama yang membutuhkan secara langsung.
Sikap peduli terhadap sesama yang mereka miliki boleh jadi memang sudah terbentuk sejak lama. Sebab, mereka ini ternyata anak-anak yang menyukai aktivitas Pramuka di sekolah. Tak sekadar simpatisan Pramuka.