Salah seorang teman guru menceritakan temuannya bersama teman guru yang lain di lokasi pengungsian. Yaitu, telah ditemukan dua siswa (kami) yang diduga mengungsi karena banjir.
Teman guru ini mengetahui bahwa mereka adalah siswa kami karena satu di antaranya mengenakan celana olahraga yang ditandai sebagai seragam olahraga siswa sekolah kami.
Pikir teman guru tersebut, siswa ini tak mau didata di dalam daftar siswa yang terdampak banjir. Ketakmauannya mungkin karena siswa ini malu. Malu karena sekolah hendak memberinya bantuan.
Ini fakta. Tak sedikit siswa kami yang merasa kurang nyaman jika mendapat bantuan. Karenanya, sekolah sangat hati-hati dalam mendata siswa yang terdampak banjir tahun ini. Melalui Wali Kelas, sekolah akhirnya mendapatkan data.
Boleh jadi perasaan kurang nyaman alias malu itu karena mereka ingin tetap terlihat tak mengalami apa-apa. Seperti biasanya. Ini sering dipilih oleh sebagian orang agar susahnya tak diketahui oleh orang lain.
Mendapatkan cerita dari teman guru, seperti yang sudah disebutkan di atas, kami akhirnya mengambil langkah menemui siswa yang kami perkirakan.
Kami menemui ketua kelas tempat siswa yang kami perkirakan ini berada. Agar, kami mendapatkan informasi yang tepat mengenai siswa ini.
Bertanya langsung kepada anaknya juga kurang nyaman. Jangan-jangan memang (benar) yang sedang dialaminya tak mau diketahui oleh guru. Cukup (sebatas) diketahui oleh sedikit temannya. Termasuk ketua kelas.
Sang ketua kelas ternyata tak mengetahui secara pasti. Tapi, melaluinya, kami tertolong untuk (selanjutnya) memastikan bahwa temannya ini pengungsi atau tidak.
Kami mendapat kepastian setelah kami bercakap-cakap. Yang, kemudian kami mengetahuinya bahwa mereka adalah relawan, bukan pengungsi.
Perannya sebagai relawan karena mereka anggota karang taruna, yaitu Karang Taruna Mustika Remaja, Desa Getas Pejaten, Jati, Kudus, Jawa Tengah (Jateng).
Dari karang taruna ini, mereka dapat ambil bagian sebagai relawan. Sekalipun mereka harus mendaftar terlebih dulu. Dari sini, kami akhirnya mengetahui bahwa ada beberapa siswa kami yang menjadi relawan.
Tapi, hanya dua yang aktif. Siswa putri. Namanya, Naura Azka Indriana, siswa Kelas 8 dan Bintang Ayu Tri Lestari, siswa Kelas 9.
Saat bertemu Nindi, demikian panggilan akrab Naura Azka Indriana dan Bintang, demikian temannya biasa memanggil, saya mendapatkan informasi. Yaitu, sehabis pulang sekolah, mereka berdua selalu datang ke pengungsian untuk beralih peran, dari peran siswa menjadi relawan.
"Teman-teman yang lain sebetulnya terjadwal. Tapi, mereka belum tentu dapat datang," kata Nindi ketika diwawancarai mengenai peran teman-temannya sebagai relawan.
Saya akhirnya mengonfirmasi kepada siswa yang namanya disebut oleh Nindi. Dari mereka, yaitu Raditya Putra Afandi dan Fadil Galang Rachmadani, saya mendapatkan informasi.
Yaitu, mereka kurang aktif di pengungsian karena sering ada kegiatan di sekolah saat sore hari. Dan, boleh jadi hal ini benar sebab mereka memang pengurus OSIS inti.
"Saya lebih sering bisa datang saat malam, membantu di pengungsian," kata Radit, panggilan akrab Raditya Putra Afandi, Wakil Ketua OSIS di sekolah kami, saat saya menanyakan keterlibatannya di pengungsian.
Nindi dan Bintang, juga teman-temannya adalah siswa kami, yang berdomisili di desa tempat pengungsian yang kedua dibuka. Yaitu, di area Balai Desa Getas Pejaten, Jati, Kudus, Jateng. Yang, kebetulan lokasinya berada di seberang jalan lokasi sekolah kami.
Nindi dan Bintang lebih banyak bertugas di bagian data. Berapa jumlah pengungsi. Ada tambahan berapa pengungsi. Atau, berapa yang sudah kembali ke rumahnya. Dari mana asal pengungsi. Hal-hal ini yang dikerjakan oleh Nindi dan Bintang.
Mereka jarang terlibat di bagian logistik. Bagian ini lebih banyak ditangani oleh ibu-ibu. Tentu sangat wajar. Sebab, perihal penyiapan kebutuhan pangan, ibu-ibu sudah biasa.
Hanya, Radit dan Galang, panggilan khas Fadil Galang Rachmadani, mengaku bahwa selama terlibat di pengungsian, baik yang pertama maupun yang kedua, mereka ikut menangani di bagian logistik.
Radit bagian mendata logistik yang dikeluarkan atau dibutuhkan oleh pengungsi. Sementara itu, Galang mencatat logistik yang masuk ke pengungsian dari masyarakat.
Sekalipun mereka lebih fokus di bagian data, keterlibatan mereka dalam penanganan pengungsi sangatlah bermanfaat. Tak hanya bagi dirinya sendiri, tapi bermanfaat juga bagi orang lain yang terhubung.
Termasuk bagi sekolah. Sebab, Nindi, Bintang, dan teman-temannya yang sudah ambil peran dalam peduli kemanusiaan mendapat pengalaman berharga. Yaitu, menguatkan sikap empatinya (secara langsung) terhadap pengungsi. Yang, di sekolah hal itu tak pernah didapatnya.
Menguatkan sikap empati dengan terjun langsung di antara pengungsi membutuhkan tekad yang besar. Apalagi usia mereka masih relatif remaja. Yang, diakui atau tidak, usia yang umumnya masih ingin bersenang-senang.
Tapi, tak bagi mereka. Bersenang-senang dalam kondisi banyak orang mengungsi karena musibah alam, jauh dari kamus mereka. Mereka membuang keinginan bersenang-senang, tapi menjemput kepedulian terhadap sesama yang membutuhkan perhatian.
Memang momen seperti Nindi, Bintang, dan teman-temannya alami tak selalu ada. Sebab, tak ada satu pun di antara kita mengharap ada musibah alam (lagi).
Tapi, sekurang-kurangnya, mereka cerdas memanfaatkan momen ini untuk menguatkan sikap pedulinya terhadap sesama yang membutuhkan secara langsung.
Sikap peduli terhadap sesama yang mereka miliki boleh jadi memang sudah terbentuk sejak lama. Sebab, mereka ini ternyata anak-anak yang menyukai aktivitas Pramuka di sekolah. Tak sekadar simpatisan Pramuka.
Mereka termasuk anak Pramuka yang terdepan. Artinya, aktif dan menjadi teladan bagi anak yang lain dalam kepramukaan.
Kepramukaan, di antaranya, memang membentuk anak memiliki sikap rela menolong, kasih sayang terhadap sesama, dan bertanggung jawab, yang seperti termaktub dalam Dasa Darma Pramuka.
Maka, dibukanya pengungsian di desa tempat mereka tinggal direspon secara positif dan proaktif. Sebab, seperti sudah disebutkan di atas, dapat menjadi relawan di pengungsian ini, mereka harus mendaftar terlebih dulu. Tak tetiba dapat terlibat. Ada proses yang harus mereka lalui.
Ini menunjukkan bahwa untuk menjadi relawan (saja), dalam konteks ini, tak setiap remaja seusia mereka dapat terlibat. Sebab, melayani pengungsi yang jumlahnya tak sedikit, membutuhkan energi yang ekstra. Perlu fisik dan psikis yang tangguh.
Sepertinya, Nindi dan Bintang, juga teman-temanya, telah memiliki energi fisik dan psikis yang tangguh. Selain mereka lolos diterima menjadi relawan, mereka juga ambil peran dengan penuh kesetiaan.
Kesetiaan itu mereka buktikan dengan keterlibatannya sejak dibuka pengungsian yang pertama, Februari 2024, yang berlokasi di lingkungan DPRD Kabupaten Kudus, yang kebetulan lokasinya berada di wilayah Desa Getas Pejaten, Jati, Kudus, Jateng.
Dan, hingga dibuka pengungsian yang kedua, Maret 2024, di area Balai Desa Getas Pejaten, yang sampai tulisan ini dibuat, pengungsian yang kedua ini masih berlangsung.
Meski demikian, mereka tetap aktif sekolah. Selama masa pengungsian berlangsung yang dipastikan mereka ambil peran, dalam daftar hadir di kelas, mereka tercatat masuk (terus).
Memang lokasi sekolah satu desa dengan lokasi tempat tinggal mereka. Tapi, kesetiaannya bukan karena faktor ini, saya rasa. Mereka lebih memegang komitmennya yang harus dipraktikkan. Setia terhadap sekolah dan setia terhadap layanan kemanusiaan.
Saya melihatnya, tumbuh kembang mereka berada dalam lingkungan yang mendukung menjadi pribadi yang tangguh. Selain mereka aktif sekolah, dalam kepramukaan, juga dalam karang taruna, serta seperti Nindi, misalnya, orangtuanya adalah Ketua rukun tetangga (RT).
Ini contoh kecil bahwa tumbuh kembang anak perlu memperoleh dukungan dari berbagai pihak. Tak cukup aktivitas intrakurikuler, ekstrakurikuler, dan kokurikuler. Tapi, juga kegiatan kemasyarakatan, bahkan keluarga.
Tumbuh kembang Nindi, Bintang, dan teman-temannya yang mau ambil bagian sebagai relawan di pengungsian terdampak banjir, adalah buah pendidikan yang melibatkan banyak pihak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H