Mereka termasuk anak Pramuka yang terdepan. Artinya, aktif dan menjadi teladan bagi anak yang lain dalam kepramukaan.
Kepramukaan, di antaranya, memang membentuk anak memiliki sikap rela menolong, kasih sayang terhadap sesama, dan bertanggung jawab, yang seperti termaktub dalam Dasa Darma Pramuka.
Maka, dibukanya pengungsian di desa tempat mereka tinggal direspon secara positif dan proaktif. Sebab, seperti sudah disebutkan di atas, dapat menjadi relawan di pengungsian ini, mereka harus mendaftar terlebih dulu. Tak tetiba dapat terlibat. Ada proses yang harus mereka lalui.
Ini menunjukkan bahwa untuk menjadi relawan (saja), dalam konteks ini, tak setiap remaja seusia mereka dapat terlibat. Sebab, melayani pengungsi yang jumlahnya tak sedikit, membutuhkan energi yang ekstra. Perlu fisik dan psikis yang tangguh.
Sepertinya, Nindi dan Bintang, juga teman-temanya, telah memiliki energi fisik dan psikis yang tangguh. Selain mereka lolos diterima menjadi relawan, mereka juga ambil peran dengan penuh kesetiaan.
Kesetiaan itu mereka buktikan dengan keterlibatannya sejak dibuka pengungsian yang pertama, Februari 2024, yang berlokasi di lingkungan DPRD Kabupaten Kudus, yang kebetulan lokasinya berada di wilayah Desa Getas Pejaten, Jati, Kudus, Jateng.
Dan, hingga dibuka pengungsian yang kedua, Maret 2024, di area Balai Desa Getas Pejaten, yang sampai tulisan ini dibuat, pengungsian yang kedua ini masih berlangsung.
Meski demikian, mereka tetap aktif sekolah. Selama masa pengungsian berlangsung yang dipastikan mereka ambil peran, dalam daftar hadir di kelas, mereka tercatat masuk (terus).
Memang lokasi sekolah satu desa dengan lokasi tempat tinggal mereka. Tapi, kesetiaannya bukan karena faktor ini, saya rasa. Mereka lebih memegang komitmennya yang harus dipraktikkan. Setia terhadap sekolah dan setia terhadap layanan kemanusiaan.