Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Koleksi Trofi di Sekolah, Bagaimana Memanfaatkannya Lebih Bermakna?

4 Maret 2022   20:02 Diperbarui: 5 Maret 2022   08:34 1793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Muthia Syakira Ramla (11), memperlihatkan piala saat mengikuti kompetisi olahraga tolak peluru secara daring (Dok. Bustami Ramzi via Kompas.com)

Ketika memasuki lobi sekolah, kampus, dan sebagian kantor, baik negeri maupun swasta, bisa saja mata kita dihadapkan terhadap koleksi trofi. Tentu saja maksudnya adalah agar pengunjung mengetahui bahwa lembaga yang dikunjungi tersebut memiliki banyak prestasi.

Dan, maksud tersebut tak salah. Sebab, menunjukkan koleksi trofi yang lazimnya ditata rapi di dalam lemari kaca kepada pengunjung, bagian dari sebuah informasi, atau lebih "menjualnya" disebut dengan istilah promosi. 

Lebih-lebih bagi sekolah, kampus, dan sejenisnya, yang memang mengharapkan keterlibatan masyarakat. Bukankah siswa atau mahasiswa berasal dari masyarakat?

Memang hasilnya dapat dirasakan. Beberapa sekolah, melalui kepala sekolah dan guru, mengakui bahwa pemajangan trofi cukup efektif untuk menarik perhatian calon siswa dan orangtua untuk mengetahui lebih jauh mengenai sekolah. 

Dari melihat dan memperhatikan deretan trofi tersebut, calon siswa dan orangtua akhirnya bertanya banyak hal tentang sekolah.

Trofi yang mati dan terpajang di lemari kaca tersebut, ternyata dapat menjadi media bagi calon siswa dan orangtua "bergerak aktif" membangun komunikasi dengan pihak sekolah. Dengan demikian, boleh dikatakan bahwa trofi mampu "mendorong" orang untuk mencari informasi yang dibutuhkan.

Berdasarkan informasi yang didapat, calon siswa dan orangtua akhirnya memastikan sekolah tersebut sebagai sekolah pilihan mereka. 

Mereka akhirnya mendaftar di sekolah tersebut. Begitulah energi (positif) koleksi trofi di lingkungan sekolah, mampu menarik minat masyarakat menjatuhkan pilihan sekolah.

Tentu koleksi trofi yang diletakkan di lingkungan sekolah yang mudah dipandang mata, tak hanya diarahkan untuk promosi. Tapi, saya kira juga untuk mempercantik lingkungan sekolah, agar lingkungan sekolah lebih indah dipandang mata.

Dengan penataan trofi yang rapi di lemari kaca yang mudah dilihat, tak diletakkan di sembarangan tempat saja, sudah menjadi bukti bahwa pajangan trofi dapat menunjang keasrian lingkungan.

Koleksi trofi, seperti sudah disebut di awal tulisan ini, umumnya diletakkan di lobi sekolah. Agar, begitu ada orang memasuki lobi, orang bisa langsung melihat. 

Tapi, beberapa sekolah yang pernah saya kunjungi dan lihat, koleksi trofi dalam lemari kaca diletakkan di beberapa posisi. Tidak mengumpul di satu tempat. Dan, memang terlihat indah. Penataan tersebut mempercantik lingkungan sekolah.

Saya yakin, ketika awal mula menatanya, faktor-faktor estetika menjadi pertimbangan. Kalau diletakkan di salah satu posisi dan akhirnya dilihat tak menarik, pasti digeser ke posisi yang lain. Sehingga, menciptakan spot-spot yang menarik di lingkungan sekolah.

Sejauh saya tahu, begitulah koleksi trofi di sekolah dimanfaatkan. Selain dipajang untuk mengenalkan sekolah kepada masyarakat, juga untuk memperindah lingkungan sekolah. Belum dimanfaatkan lebih jauh lagi, misalnya, untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan belajar siswa di sekolah tersebut.

Tapi, andai saja sudah ada sekolah yang memanfaatkan trofi sebagai pendukung pertumbuhan dan perkembangan belajar para siswa, itu menjadi bukti bahwa saya memang terbatas. Artinya, masih ada banyak fenomena (baik) yang belum terjangkau oleh mata, telinga, dan pikiran saya, termasuk pemanfaatan secara khusus pajangan trofi.

Tentu siapa pun merasa prihatin kalau mengetahui trofi yang ada di sekolah dibiarkan berdebu. Tanpa ada perawatan. Betapa pun, trofi itu tak akan protes, sekalipun dahulu pernah dielu-elukan dan diangkat tinggi-tinggi di hadapan ratusan bahkan ribuan orang. 

Begitu dibiarkan berdebu, trofi itu akan rusak. Padahal, "adanya" di sekolah diperjuangkan mati-matian oleh siswa dengan pendampingan guru.

Peran besar siswa

Jadi, trofi bisa dikoleksi sekolah sebagai buah kerja keras, khususnya siswa. Sebab, sejarah adanya trofi di sekolah bermula dari peran besar siswa yang belajar di sekolah tersebut. Itu sebabnya dapat dikatakan bahwa tanpa ada peran besar banyak siswa, tak mungkin ada banyak trofi di sekolah.

Siswa yang memiliki peran besar tersebut adalah siswa yang sungguh-sungguh berjuang dalam belajar. Disebut "berjuang" karena mereka membangun dan mempertahankan prestasi belajar yang akhirnya menelurkan trofi, itu tak mudah. Ada banyak tantangan. Tak hanya tantangan dari dalam, tapi juga tantangan dari luar yang justru banyak ragamnya.

Tantangan dari dalam, di antaranya, mereka harus dapat mengatur waktu bermain dan belajar. Tak sedikit anak yang lebih banyak bermain ketimbang belajar. 

Bermain merupakan godaan terbesar bagi anak sekolah, yang bisa saja akhirnya siswa mengabaikan belajar. Masih banyak tantangan dari dalam yang lainnya, yang dapat melemahkan semangat belajar.

Koleksi trofi di lobi sekolah (Sumber: Dokumentasi pribadi) 
Koleksi trofi di lobi sekolah (Sumber: Dokumentasi pribadi) 
Hal penting, belajar tak harus dipahami menghadapi buku, mengerjakan pekerjaan rumah (PR) Matematika, tapi belajar bisa juga melakukan program berenang, mengikuti basket, dan sebagainya yang sesuai dengan passion siswa.

Sebab, prestasi belajar yang dapat menelurkan trofi, tak hanya belajar lewat buku dalam prestasi akademik, tapi bisa juga lewat berenang atau basket dalam prestasi non-akademik. Bukankah trofi yang dikoleksi di sekolah dari prestasi akademik dan non-akademik?

Sementara itu, tantangan dari luar, misalnya, disharmoni keluarga dan pengaruh teman. Sering pengaruh buruk teman dapat memupuskan semangat anak berlatih voli, sepak bola, eksperimen di laboratorium, dan menyanyi.

Kalau pengaruh buruk teman menguasai diri, yang terjadi kemudian prestasi belajar rendah. Akhirnya, siswa tersebut gagal memperoleh dan mempersembahkan trofi untuk sekolah. Dan, itu artinya, sekolah tak bisa mengoleksi trofi.

Semua itu menunjukkan bahwa adanya trofi di sekolah berkat perjuangan siswa dalam membangun dan mempertahankan prestasi. Dalam meraihnya, tak hanya menghadapi tantangan, tapi juga berkompetisi.

Jadi, di dalam trofi, sekali lagi, benda mati itu, sejatinya tersimpan sejarah perjuangan para siswa berprestasi. Ini yang penting, yang harus diungkap dan dibagikan kepada semua siswa agar trofi yang dikoleksi oleh sekolah tak hanya bermanfaat untuk promosi dan keasrian lingkungan sekolah.

Sumber belajar

Oleh karena itu, sudah seharusnya trofi itu dijadikan sumber belajar. Trofi, setua apa pun usianya, tetap memiliki energi yang dibutuhkan oleh siswa generasi baru dan generasi selanjutnya.

Sebab, nilai sejarah trofi tak akan lapuk oleh masa sekalipun yang memperjuangkan dan menghasilkan trofi itu sudah lulus dan meninggalkan sekolah. Trofi tetap berada di sekolah dan nilai sejarahnya dapat dipelajari, bahkan dihayati.

Caranya, sekolah (baca: kepala sekolah dan guru) berkewajiban membuat agenda membedah nilai sejarah trofi-trofi di sekolah dan membagikannya kepada semua siswa. Agar agenda tersebut efektif, kegiatan dikemas sedemikian rupa.

Sampai akhirnya nilai sejarah trofi-trofi itu tak hanya dapat dihayati, tapi juga menyenangkan semua siswa. Sehingga, mereka selalu merindukan kegiatan tersebut dalam rangka untuk memperoleh "energi" baru untuk maju.

Syukur-syukur dalam kegiatan tersebut dapat mendatangkan siswa yang memperoleh trofi itu di hadapan semua siswa untuk berbagi pengalaman dalam memperolehnya. Hal ini tentu akan lebih menarik dan menyenangkan bagi siswa. Karena, mereka dapat mendengar langsung dari pelaku utama atau orang pertama.

Jika cara-cara demikian dilakukan oleh sekolah secara berkelanjutan, bukan mustahil semua siswa, atau sebagian siswa, akhirnya tumbuh semangat belajarnya. 

Siswa yang memiliki passion di bidang akademik menekuni bidangnya secara serius. Pun demikian siswa yang mempunyai passion di bidang non-akademik, menekuni bidangnya dengan gigih.

Dengan begitu, trofi-trofi yang dikoleksi sekolah tak hanya dipandang, dilihat, dan dikagumi, tapi juga dapat digunakan sebagai sarana memotivasi semua siswa yang bersekolah di sekolah tersebut untuk terus belajar meraih prestasi di bidangnya masing-masing. Sehingga, pada saatnya, mereka pun dapat menunjukkan "peran besarnya" di sekolah seperti pendahulu-pendahulunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun