Bermain merupakan godaan terbesar bagi anak sekolah, yang bisa saja akhirnya siswa mengabaikan belajar. Masih banyak tantangan dari dalam yang lainnya, yang dapat melemahkan semangat belajar.
Hal penting, belajar tak harus dipahami menghadapi buku, mengerjakan pekerjaan rumah (PR) Matematika, tapi belajar bisa juga melakukan program berenang, mengikuti basket, dan sebagainya yang sesuai dengan passion siswa.
Sebab, prestasi belajar yang dapat menelurkan trofi, tak hanya belajar lewat buku dalam prestasi akademik, tapi bisa juga lewat berenang atau basket dalam prestasi non-akademik. Bukankah trofi yang dikoleksi di sekolah dari prestasi akademik dan non-akademik?
Sementara itu, tantangan dari luar, misalnya, disharmoni keluarga dan pengaruh teman. Sering pengaruh buruk teman dapat memupuskan semangat anak berlatih voli, sepak bola, eksperimen di laboratorium, dan menyanyi.
Kalau pengaruh buruk teman menguasai diri, yang terjadi kemudian prestasi belajar rendah. Akhirnya, siswa tersebut gagal memperoleh dan mempersembahkan trofi untuk sekolah. Dan, itu artinya, sekolah tak bisa mengoleksi trofi.
Semua itu menunjukkan bahwa adanya trofi di sekolah berkat perjuangan siswa dalam membangun dan mempertahankan prestasi. Dalam meraihnya, tak hanya menghadapi tantangan, tapi juga berkompetisi.
Jadi, di dalam trofi, sekali lagi, benda mati itu, sejatinya tersimpan sejarah perjuangan para siswa berprestasi. Ini yang penting, yang harus diungkap dan dibagikan kepada semua siswa agar trofi yang dikoleksi oleh sekolah tak hanya bermanfaat untuk promosi dan keasrian lingkungan sekolah.
Sumber belajar
Oleh karena itu, sudah seharusnya trofi itu dijadikan sumber belajar. Trofi, setua apa pun usianya, tetap memiliki energi yang dibutuhkan oleh siswa generasi baru dan generasi selanjutnya.
Sebab, nilai sejarah trofi tak akan lapuk oleh masa sekalipun yang memperjuangkan dan menghasilkan trofi itu sudah lulus dan meninggalkan sekolah. Trofi tetap berada di sekolah dan nilai sejarahnya dapat dipelajari, bahkan dihayati.
Caranya, sekolah (baca: kepala sekolah dan guru) berkewajiban membuat agenda membedah nilai sejarah trofi-trofi di sekolah dan membagikannya kepada semua siswa. Agar agenda tersebut efektif, kegiatan dikemas sedemikian rupa.