Ketika memasuki lobi sekolah, kampus, dan sebagian kantor, baik negeri maupun swasta, bisa saja mata kita dihadapkan terhadap koleksi trofi. Tentu saja maksudnya adalah agar pengunjung mengetahui bahwa lembaga yang dikunjungi tersebut memiliki banyak prestasi.
Dan, maksud tersebut tak salah. Sebab, menunjukkan koleksi trofi yang lazimnya ditata rapi di dalam lemari kaca kepada pengunjung, bagian dari sebuah informasi, atau lebih "menjualnya" disebut dengan istilah promosi.Â
Lebih-lebih bagi sekolah, kampus, dan sejenisnya, yang memang mengharapkan keterlibatan masyarakat. Bukankah siswa atau mahasiswa berasal dari masyarakat?
Memang hasilnya dapat dirasakan. Beberapa sekolah, melalui kepala sekolah dan guru, mengakui bahwa pemajangan trofi cukup efektif untuk menarik perhatian calon siswa dan orangtua untuk mengetahui lebih jauh mengenai sekolah.Â
Dari melihat dan memperhatikan deretan trofi tersebut, calon siswa dan orangtua akhirnya bertanya banyak hal tentang sekolah.
Trofi yang mati dan terpajang di lemari kaca tersebut, ternyata dapat menjadi media bagi calon siswa dan orangtua "bergerak aktif" membangun komunikasi dengan pihak sekolah. Dengan demikian, boleh dikatakan bahwa trofi mampu "mendorong" orang untuk mencari informasi yang dibutuhkan.
Berdasarkan informasi yang didapat, calon siswa dan orangtua akhirnya memastikan sekolah tersebut sebagai sekolah pilihan mereka.Â
Mereka akhirnya mendaftar di sekolah tersebut. Begitulah energi (positif) koleksi trofi di lingkungan sekolah, mampu menarik minat masyarakat menjatuhkan pilihan sekolah.
Tentu koleksi trofi yang diletakkan di lingkungan sekolah yang mudah dipandang mata, tak hanya diarahkan untuk promosi. Tapi, saya kira juga untuk mempercantik lingkungan sekolah, agar lingkungan sekolah lebih indah dipandang mata.
Dengan penataan trofi yang rapi di lemari kaca yang mudah dilihat, tak diletakkan di sembarangan tempat saja, sudah menjadi bukti bahwa pajangan trofi dapat menunjang keasrian lingkungan.