Hari itu, Nabi Ibrahim membawa Hajar dan putranya Ismail yang masih bayi, ke padang tandus dan gersang. Ia memilih sebuah tempat. Ibrahim meletakkan geribah berisi kurma, dan wadah berisi air, di tempat itu.
Ia menyuruh Hajar beserta bayinya untuk istirahat. Sejenak Hajar tak paham maksud sang suami. Ia menemukan firasat tak mengenakkan.
Benar, tak berapa lama kemudian Ibrahim membalikkan punggungnya. Berjalan pelan meninggalkan tempat tersebut. Meninggalkan Hajar dan bayi yang masih menyusu ibunya.
Hajar terkejut. Tak menyangka Ibrahim akan meninggalkan mereka berdua di tempat sepi nan gersang itu.
"Wahai Ibrahim, hendak ke mana engkau pergi?" tanya Hajar penuh keheranan.
"Apakah engkau meninggalkan kami di lembah yang tak berpenghuni dan tak ada apapun di sini?" lanjutnya.
Ibrahim berhenti sejenak, tidak menjawab. Lalu ia kembali melangkah. Hajar jengah.
"Wahai Ibrahim, apakah engkau meninggalkan kami di lembah yang tak berpenghuni dan tak ada apapun di sini?" Hajar mengulang pertanyaannya lagi.
Ibrahim tidak menoleh, tak pula menjawab. Tiga kali Hajar mengulang pertanyaan yang sama. Namun tetap tak ada jawaban.
Hajar diam sejenak. Akhirnya ia bertanya, "Apakah Allah yang memerintahkan hal ini kepadamu?"
Nabi Ibrahim menjawab pendek, "Benar." Lalu ia kembali melangkah. Hajar masih tertegun. Seakan tak percaya.
"Kalau begitu, Allah tidak akan menelantarkan kami," ungkap Hajar. Ia adalah perempuan pilihan. Terpilih untuk mendampingi kekasih Allah, Ibrahim.
Setelah meninggalkan Hajar dan bayi Ismail di lembah gersang dan tak berpenghuni, atas perintah Allah, Ibrahim melangkah pergi. Di tempat yang tak lagi terlihat oleh Hajar, Ibrahim memanjatkan doa dengan mengangkat kedua tangannya,
"Ya Rabb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Wahai Rabb kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur"(QS. Ibrahim: Â 37).
Kisah di atas sungguh sangat monumental. Sebuah keteguhan, keimanan, kecintaan dan epos perjuangan yang sangat menakjubkan. Kelak, tempat yang dulu tandus, gersang dan tak berpenghuni itu, menjadi kawasan yang mahal dan menjadi rebutan sangat banyak manusia ingin menghuninya. Benar-benar kawasan yang diberkahi.
Belajar Dari Hajar
Ada sangat banyak hal bisa kita pelajari dari sosok Hajar, sang istri dan ibu yang luar biasa ketakwaannya kepada Allah.
Pertama, yakin kepada Allah
Sesuatu yang telah menjadi perintah Allah, selalu menghasilkan kebaikan jika dilaksanakan. Dan sesuatu yang menjadi larangan Allah, selalu menghasilkan keburukan jika dilanggar. Hajar sangat yakin itu.
Kedua, berani mengemukakan pendapat
Hajar tidak diam saja menerima perlakuan yang menurutnya tidak bisa diterima. Ia bertanya, "Apakah engkau meninggalkan kami di lembah yang tak berpenghuni dan tak ada apapun di sini?"
Ketiga, mengulang sampai mendapat kejelasan jawaban
Hajar tidak cukup sekali bertanya. Karena belum ada kejelasan, maka iamengulang lagi pertanyaannya. Hingga tiga kali, dan mendapat kejelasan.
Keempat, membuat pertanyaan yang berbeda
Ketika tiga kali mengulang pertanyaan sama tak ada jawaban, ia membuat pertanyaan yang berbeda. "Apakah Allah yang memerintahkan hal ini kepadamu?" Demikian pertanyaan keempat diajukan, tidak lagi mengulang pertanyaan sebelumnya.
Kelima, menggunakan metode pertanyaan
Hajar mengajari kaum perempuan, agar berkomunikasi dengan suami menggunakan metode pertanyaan. Ia tidak menggunakan kata kerja perintah, seperti "Kamu harus tetap di sini bersama kami"; atau "Kamu tidak boleh meninggalkan kami". Karena lelaki tak suka diperintah dan dilarang.
Keenam, sabar ketika belum ada jawaban
Hajar tidak perlu ngambek atau ngamuk ketika tiga kali bertanya belum ada jawabannya. Pengulangan pertanyaan menandakan ia bersabar untuk menunggu kejelasan jawaban.
Ketujuh, tetap menghormati suami
Hajar tidak hilang kepercayaan dan penghormatannya kepada suami. Ia tetap istri yang salihah, meski harus menjalani kehidupan berat. Karena ia yakin kepada Allah.
Kedelapan, mengedepankan akhlak mulia
Hajar tak perlu membentak atau mencela Ibrahim, "Kalo ditanya jawab dong... Jangan kayak dinding batu yang membeku". Ia tidak mengucap kalimat semacam itu. Akhlak Hajar sungguh mulia.
Belajar dari Ibrahim
Ada sangat banyak hal bisa kita pelajari dari Nabi Ibrahim, kekasih Allah yang luar biasa ketaatannya kepada Allah.
Pertama, sangat mencintai Allah
Luar biasa kecintaan Nabi Ibrahim kepada Allah. Kecintaan yang tak tertandingi dengan apapun. Allah selalu nomer satu pada jiwa Ibrahim.
Kedua, selalu mentaati Allah
Beliau sangat taat kepada Allah, apapun perintahNya pasti dilaksanakan tanpa keraguan. Perintah meninggalkan istri dan anak bayi dipadang gersang. Bahkan perintah menyembelih Ismail.
Ketiga, sangat menyayangi keluarga
Beliau sangat menyayangi keluarga. Sebagai lelaki, tentu ia tidak tega untuk meninggalkan anak dan bayinya di padang gersang tanpa penghuni. Maka ia tak sanggup menjawab tiga kalipertanyaan Hajar.
Keempat, bertanggung jawab
Meski beliau mengerti tak akan mencukupi, namun Ibrahim bertanggung jawab untuk meninggalkan makanan dan minuman. Beliau tinggalkan kurma dan air jernih untuk Hajar dan bayinya, sebelum beliau pergimeninggalkan mereka berdua.
Kelima, memberi kejelasan
Meski sangat berat, Ibrahim harus meninggalkan dua kekasih hatinya. Tak sanggup melihat keduanya, tak sanggup pula memberikan jawaban. Namun saat Hajar mengkonfirmasi perintah Allah, beliapun menjawab tegas, "Ya".
Keenam, selalu mendoakan
"Ya Rabb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Wahai Rabb kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur".
Ketujuh, tegar di atas kebenaran
Beliau sangat mencintai istri dan anak, namun kecintaan beliau kepada Allah jauh lebih tinggi lagi. Beliau tidak baper, tidak galau, meski perintah Allah demikian berat. Benar-benar sosok yang tegar di atas kebenaran.
Kedelapan, berakhlak mulia
Nabi Ibrahim tidak memarahi apalagi membentak istrinya. "Jangan cerewet, jangan ngomel, jangan bawel... Percaya saja sama suami!" bukan itu kalimat yang keluar dari Nabi Ibrahim saat Hajar mencecar dengan pertanyaan.
Pelajaran yang luar biasa dari dua pribadi yang sungguh istimewa. Kita berusaha meneladaninya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H