Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Keprihatinan, Patut untuk Dibukukan

10 April 2022   17:45 Diperbarui: 10 April 2022   17:52 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Jangan hanya menjadi pembaca. Jadilah penulis" --Jeminah, 2022.

Hari Ahad siang (10 April 2022) kemaren, telah digelar launching tiga buku karya tiga perempuan peserta Kelas Buku Single (KBS) Alineaku. Acara yang dilaksanakan melalui media Zoom Meeting tersebut berlangsung seru, karena penuturan ketiga narasumber yang sangat antusias.

Tampil dalam Launching Buku tersebut, Jeminah penulis buku "Mendidik Generasi, Meraih Mimpi"; Ela Faisah penulis buku "Mengubah Mindset Guru di Era Revolusi Industri 4.0"; dan Eva Dessy Pinasti penulis novel "Bianglala Hati". Acara dipandu oleh Rahajeng Mufid, mentor Kelas Buku Single Alineaku.

Ada banyak kesamaan dari ketiga narasumber. Ketiganya adalah perempuan, ketiganya adalah guru, dan proses menulis buku dilatarbelakangi oleh keprihatinan tertentu. Bisa dikatakan, spirit menghasilkan karya tulis adalah dorongan dari sebuah etos perjuangan dan rasa keprihatinan.

Bagaimana mereka menjaga spirit menulis hingga mampu melahirkan buku? Simak penuturan heroik mereka.

Jeminah : Saya Harus Mengajar Kelas 1 Sampai Kelas 12 

Bisakah Anda bayangkan, jika seorang guru harus mengajar kelas 1 sampai kelas 12 sekaligus? Bagaimana rasanya? "Saya tidak pernah istirahat", jawab Jeminah.

Sebagai pendidik agama Buddha, ia harus sabar menjalankan tugas mengajar untuk semua kelas. Sekolah Dasar (SD) kelas 1 hingga kelas 6; Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas 7 hingga kelas 9; serta Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas 10 hingga kelas 12. Keterbatasan guru Agama Buddha di tempat ia bertugas, membuatnya harus bekerja keras.

Perjuangan dan kegigihan sudah menempa dirinya, saat sekolah di SMEP (setingkat SMP) dan SMEA (setingkat SMA) di Karanganyar, Kebumen. Ia adalah satu-satunya murid beragama Buddha. Untuk mendapatkan pelajaran agama Buddha ia harus mengikuti di sekolah lain yang terletak di kecamatan yang berbeda. Sebuah perjuangan dan kegigihan, yang menempa mentalnya untuk kuat menghadapi berbagai ujian dan tantangan.

Saat mendirikan Yayasan untuk lembaga pendidikan, ada sangat banyak keterbatasan. Namun karena sudah ditempa oleh berbagai kesulitan sejak muda belia, Jeminah tetap bersemangat dan bertekad mewujudkan cita-cita mulianya. Ternyata sangat banyak pihak yang datang memberikan berbagai bantuan, padahal tidak dikenal sebelumnya.

Kisah-kisah inilah yang melatarbelakangi kehadiran buku edukasi berjudul "Mendidik Generasi, Meraih Mimpi". Jeminah menceritakan, fokus adalah kunci keberhasilan menulis buku. Dirinya memiliki sangat banyak kegiatan. Bukan saja sebagai guru, namun juga sebagai Pandita Buddha yang harus memberikan pencerahan kepada umatnya.

"Jangan hanya menjadi pembaca. Jadilah penulis", ujar Jeminah. Hal ini menjadi cara Jeminah untuk menjaga spirit menulis. Selama ini ia memiliki perpustakaan baik di rumah maupun di sekolah. Ia mengoleksi danmembaca banyak buku. Sangat sayang jika hanya berhenti menjadi pembaca buku. Harus meningkat menjadi penulis buku.

Meski didera kesibukan, Jeminah membuktikan bisa menyelesaikan buku dan menerbitkannya. Kini dirinya sudah mulai menulis buku kedua. Luar biasa.

Ela Faisah : Banyak Guru Tidak Siap Menyambut Era Revolusi Industri 4.0

"Semua guru harus menyadari bahwa zaman benar-benar telah berubah, yang menghajatkan penyesuaian dalam proses pendidikan dan pengajaran" --Ela Faisah, 2022.

Ela Faisah adalah guru di SDN Ciseureuh, Cianjur, Jawa Barat. Kendati berada di wilayah Jawa Barat, namun lokasi sekolah tempatnya mengajar masih terkendala oleh banyak hal. Salah satunya adalah jaringan internet yang tidak stabil.

Ela menyatakan, menjadi guru harus bisa berbenah menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Guru tidak bisa lagi mengajar dengan pola lama, yang hanya berbentuk komunikasi satu arah. Generasi baru yang lahir di era revolusi industri 4.0 memiliki corak yang sangat berbeda dengan generasi sebelumnya.

Semua guru harus menyadari bahwa zaman benar-benar telah berubah, yang menghajatkan perubahan pula dalam proses pendidikan dan pengajaran. Yang harus berubah pertama kali adalah mindset guru. Tidak boleh jumud dan ketinggalan zaman. Murid di era 4.0 sangat cepat beradaptasi dengan kecanggihan teknologi. Jika guru tak mampu menyesuaikan diri, akan kalah oleh murid.

Berbagai realitas keterbatasan dalam dunia pendidikan menjadi dorongan untuk menulis. Ia merasa tidak etis jika 'mengajari' atau memberi tahu para guru --terlebih yang senior, dalam membangun mindset. Dengan menulis, ia merasa lebih leluasa untuk bertutur dan mengemukakan pendapat.

Ela berharap tulisannya bisa menjadi sumbangsih untuk para guru dan untuk dunia pendidikan pada umumnya. Melalui buku berjudul "Mengubah Mindset Guru di Era Revolusi Industri 4.0" ini, Ela berharap para guru bisa terus belajar dan berusaha menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman.

Disiplin dengan jadwal menulis adalah salah satu kunci Ela untuk menyelesaikan naskah bukunya. Terlebih karena sudah ada outline, membuat dirinya lebih mudah untuk menuangkan ide ke dalam tulisan. Outline buku sangat penting untuk memandu proses penulis buku yang memakan waktu lebih dari sebulan.

Selain itu, Ela harus meminta kerelaan suaminya. Sebab ketika asyik menulis, ia tidak bisa memberikan pelayanan sebagaimana biasanya. Misalnya, kadang ia tidak sempat memasak, sehingga suaminya rela membeli makanan untuk keperluan sekeluarga. Dukungan dan pengertian dari keluarga sangat penting untuk menyelesaikan bukunya.

Eva Dessy : Perjuangan Membesarkan Anak Berkebutuhan Khusus

"Saya ingin meninggalkan warisan intelektual untuk anak cucu saya" --Eva Dessy Pinasti.

Setiap bangsa besar, pasti memiliki warisan intelektual yang bisa dipelajari oleh generasi yang akan datang. Kesadaran mewujudkan warisan intelektual dalam bentuk buku inilah yang menjadi spirit Eva Dessy Pinasti. "Saya ingin meninggalkan warisan intelektual untuk anak cucu saya", ujarnya.

Eva dikaruniai anak yang berkebutuhan khusus. Anak pertama mengalami autis yang cukup berat, anak kedua  memiliki tingkat autis yang ringan, sedangkan anak ketiga dalam kondisi sehat dan normal. Buku berjudul "Bianglala Hati" ditulis Eva untuk ketiga anaknya tersebut.

Tentu tidak mudah untuk mengasuh anak yang berkebutuhan khusus. Diperlukan kesabaran dan tenaga luar biasa. Dalam situasi lelah, sesekali waktu ia ingin curhat. Namun jawaban teman-teman yang diajak curhat, kurang lebih sama. "Kami juga memiliki anak, dan kami juga memiliki masalah dalam mendidik anak", demikian respon pada umumnya teman saat dijadikan tempat curhat.

"Dengan menulis, saya merasa bisa curhat dengan lebih leluasa", ujar Eva Dessy. Sejak mengikuti Kelas Menulis Basic Alineku di tahun 2019, ia mulai rajin menulis. Hingga akhirnya bertemu dengan Kelas Buku Single, dimana ia harus menulis satu buku mandiri. Ia memilih bentuk fiksi untuk menuangkan berbagai ide, pikiran, pendapat dan juga pengalaman hidupnya.

Saat ditanya, apa spirit terbesar yang membuatnya bisa menyelesaikan naskah buku? Eva menjawab, "Saya sangat ingin punya warisan berupa buku. Sampai saya berpesan kepada suami saya, apapun yang terjadi, buku ini harus terbit. Karena kita tidak tahu batas usia yang Allah berikan".

Anak keduanya sangat bangga dan bahagia menyaksikan sang ibu mampu menulis buku. Eva sangat ingin meninggalkan warisan intelektual yang bisa dibaca oleh anak dan cucunya kelak. Buku menjadi sarana yang tepat untuk memberikan warisan intelektual yang bisa turun temurun dari generasi ke generasi.

Selain itu, Eva juga terinspirasi oleh murid-muridnya di sekolah tempat mengajar. Dialog yang ia kembangkan kepada banyak siswa dan siswinya membuat ia tergelitik untuk membuat tulisan. SMA Wahid Hasyim Tebuireng Jombang tempatnya mengajar tidak membolehkan siswa siswi membawa handphone. Maka hiburan mereka adalah membaca buku.

Dengan demikian, ada kesempatan untuk memberikan masukan nilai-nilai kebaikan kepada siswa siswi di sekolahan tempatnya mengajar, melalui novel. Anak-anak remaja lebih mudah menerima nasehat dari buku-buku cerita dibandingkan ceramah satu arah yang diberikan orangtua atau bahkan gurunya.

Spirit Keprihatinan, Melahirkan Tulisan 

"Keprihatinan dan perjuangan, bisa menjadi spirit untuk melahirkan karya tulis berkualitas yang layak dibukukan" --Cahyadi Takariawan, 2022.

Dari ketiga penulis, kita mendapatkan kesamaan spirit. Bahwa mereka menulis buku --salah satunya---didorong oleh rasa keprihatinan atas kondisi tertentu. Rupa-rupanya, keprihatinan dan perjuangan, bisa menjadi spirit untuk melahirkan karya tulis berkualitas yang layak dibukukan.

Jeminah berkisah perjuangan mendirikan dan membesarkan Sekolah Pelopor dan Vihara Pubbarama di Duri, Riau. Perjuangan menghadapi kesulitan dan keterbatasan dalam banyak sisi, menjadi spirit untuk lahirnya buku "Mendidik Generasi, Meraih Mimpi".

Ela Faisah prihatin dengan realitas masih banyak guru yang gagap menghadapi era revolusi industri 4.0. Ela ingin mengajak semua guru semakin sigap berbenah untuk menyesuaikan diri dengan tuntunan zaman. Lahirlah buku "Mengubah Mindset Guru di Era Revolusi Industri 4.0".

Eva Dessy Pinasti berjuang membesarkan anak berkebutuhan khusus, dan prihatin dengan kondisi pelajar. Ia ingin memberikan warisan intelektual kepada anak cucunya, sekaligus mengedukasi siswa siswi melalui cerita. Spirit ini yang melahirkan novel "Bianglala Hati".

Anda juga bisa menuliskan keprihatian dan perjuangan dalam kehidupan, melalui buku. Inilah tiga karya mereka, mana karya Anda?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun