Selain itu, Ela harus meminta kerelaan suaminya. Sebab ketika asyik menulis, ia tidak bisa memberikan pelayanan sebagaimana biasanya. Misalnya, kadang ia tidak sempat memasak, sehingga suaminya rela membeli makanan untuk keperluan sekeluarga. Dukungan dan pengertian dari keluarga sangat penting untuk menyelesaikan bukunya.
Eva Dessy : Perjuangan Membesarkan Anak Berkebutuhan Khusus
"Saya ingin meninggalkan warisan intelektual untuk anak cucu saya" --Eva Dessy Pinasti.
Setiap bangsa besar, pasti memiliki warisan intelektual yang bisa dipelajari oleh generasi yang akan datang. Kesadaran mewujudkan warisan intelektual dalam bentuk buku inilah yang menjadi spirit Eva Dessy Pinasti. "Saya ingin meninggalkan warisan intelektual untuk anak cucu saya", ujarnya.
Eva dikaruniai anak yang berkebutuhan khusus. Anak pertama mengalami autis yang cukup berat, anak kedua  memiliki tingkat autis yang ringan, sedangkan anak ketiga dalam kondisi sehat dan normal. Buku berjudul "Bianglala Hati" ditulis Eva untuk ketiga anaknya tersebut.
Tentu tidak mudah untuk mengasuh anak yang berkebutuhan khusus. Diperlukan kesabaran dan tenaga luar biasa. Dalam situasi lelah, sesekali waktu ia ingin curhat. Namun jawaban teman-teman yang diajak curhat, kurang lebih sama. "Kami juga memiliki anak, dan kami juga memiliki masalah dalam mendidik anak", demikian respon pada umumnya teman saat dijadikan tempat curhat.
"Dengan menulis, saya merasa bisa curhat dengan lebih leluasa", ujar Eva Dessy. Sejak mengikuti Kelas Menulis Basic Alineku di tahun 2019, ia mulai rajin menulis. Hingga akhirnya bertemu dengan Kelas Buku Single, dimana ia harus menulis satu buku mandiri. Ia memilih bentuk fiksi untuk menuangkan berbagai ide, pikiran, pendapat dan juga pengalaman hidupnya.
Saat ditanya, apa spirit terbesar yang membuatnya bisa menyelesaikan naskah buku? Eva menjawab, "Saya sangat ingin punya warisan berupa buku. Sampai saya berpesan kepada suami saya, apapun yang terjadi, buku ini harus terbit. Karena kita tidak tahu batas usia yang Allah berikan".
Anak keduanya sangat bangga dan bahagia menyaksikan sang ibu mampu menulis buku. Eva sangat ingin meninggalkan warisan intelektual yang bisa dibaca oleh anak dan cucunya kelak. Buku menjadi sarana yang tepat untuk memberikan warisan intelektual yang bisa turun temurun dari generasi ke generasi.
Selain itu, Eva juga terinspirasi oleh murid-muridnya di sekolah tempat mengajar. Dialog yang ia kembangkan kepada banyak siswa dan siswinya membuat ia tergelitik untuk membuat tulisan. SMA Wahid Hasyim Tebuireng Jombang tempatnya mengajar tidak membolehkan siswa siswi membawa handphone. Maka hiburan mereka adalah membaca buku.
Dengan demikian, ada kesempatan untuk memberikan masukan nilai-nilai kebaikan kepada siswa siswi di sekolahan tempatnya mengajar, melalui novel. Anak-anak remaja lebih mudah menerima nasehat dari buku-buku cerita dibandingkan ceramah satu arah yang diberikan orangtua atau bahkan gurunya.