Menyembuhkan Anak dari Kecanduan Gadget
Lalu, apa yang harus kita lakukan ketika anak bersikap seperti itu? Hanya satu kata: tega! Ya, harus tega melihat anak yang sangat kita cintai marah-marah dan menangis keras. Sebagai orangtua, kita sering tidak tega melihat pemandangan seperti itu.Â
Maka rasa tidak tega inilah yang menyebabkan orangtua tidak disiplin menerapkan pembatasan dan larangan kepada anak. Akhirnya orangtua kalah, setiap kali anak marah dan menangis keras, langsung dipenuhi keinginannya.Â
Anak akhirnya mengenali pola ini: jika ingin dibolehkan main gadget harus marah dan menangis keras terlebih dahulu.
Pada sebagian orangtua, rasa tidak tega membuat mereka melakukan negosiasi dengan anak. Mereka membuat kesepakatan, boleh main gadget satu jam apabila mereka telah membaca Al Qur'an satu jam, atau setara dengan setoran hafalan ayat Al Qur'an setengah halaman, misalnya.Â
Anak akhirnya menggunakan membaca Al Qur'an atau setoran hafalan sebagai pola tetap. Jika ingin dibolehkan main gadget, maka ia harus memperbanyak tilawah dengan hitungan jam, atau memperbanyak setoran ayat. Seakan ini positif, namun bisa jadi kita telah melatih ketidaktulusan pada anak.
Yang harus dimiliki oleh ayah dan ibu adalah rasa tega yang berdiri di atas cinta dan kasih sayang terhadap anak. Kita harus tega melihat anak marah, tega melihat anak berontak, tega melihat anak menangis berguling-guling.Â
Semua itu justru karena cinta dan kasih sayang kita terhadap anak. Karena kita tidak tega jika di masa depan nanti, anak menjadi tidak bisa dikendalikan, tidak bisa menjadi anak salih /salihah, tidak mengerti batasan boleh dan tidak boleh, serta selalu ingin menuruti keinginan sesaat. Maka harus tega sekarang, karena kita tidak tega dengan hal buruk menimpa mereka di masa yang akan datang.
Penelitian di Bristol University tahun 2010 mengungkapkan, bahaya penggunaan gadget pada anak dapat meningkatkan risiko depresi, gangguan kecemasan, kurang atensi, autisme, kelainan bipolar, psikosis, dan perilaku bermasalah lainnya. Hasil studi ini sudah sangat mengerikan bagi orangtua.Â
Kita semua tidak akan tega, jika anak kita harus mengalami depresi, kelainan bipolar, apalagi psikosis. Maka harus tega mendengar tangis keras anak lantaran tidak diizinkan bermain gadget, harus tega melihat anak berguling-guling sebagai bentuk protes karena tidak diizinkan menggunakan gadget.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!