Memaafkan Itu Menyehatkan dan Membahagiakan
Sebuah penelitian di tahun 2016 yang dipublikasikan dalam Journal of Health Psychology, mengungkapkan fakta bahwa mereka yang selama masa hidupnya menyimpan dendam dan tidak mau memaafkan kesalahan orang lain, cenderung memiliki kesehatan mental dan fisik yang lebih buruk serta mengalami tingkat stres yang tinggi dan berkepanjangan. Sementara orang-orang yang sangat pemaaf ---baik terhadap diri mereka sendiri maupun orang lain--- cenderung memiliki kepribadian lebih menarik, kuat, terhindar dari stres dan gangguan mental sepanjang hidupnya.
Sementara itu penelitian dari Medical College of Georgia tahun 2014 mendapatkan temuan, orang-orang yang mengaku memiliki dendam selama bertahun-tahun, telah mengalami peningkatan risiko berbagai masalah kesehatan termasuk penyakit jantung, hipertensi, maag, sakit kepala dan bahkan sakit punggung.
Psikolog klinis dr. Seth Meyers, PsyD mengungkapkan, "Banyak studi menunjukkan bahwa menyimpan dendam serta senantiasa berperasaan negatif berakibat buruk bagi kesehatan mental Anda seperti gangguan kecemasan dan frustasi. Justru dengan memberi maaf perasaan kita jadi tidak stres. Selama ini dianggap dendam hanya ada di pikiran dan mental kita tetapi tubuh kita pun akan terpengaruh."
Agar tidak mudah mendendam, Meyer menyarankan ketika ada masalah dengan seseorang, pastikan dulu apakah orang tersebut sangat berarti untuk anda. Jika ia sangat berarti bagi anda, ada baiknya bicarakan hal yang membuat anda kesal, kecewa, dan marah hingga memiliki dendam pada orang itu. Namun jika ia tidak terlalu berpengaruh terhadap hidup anda, sebaiknya segera maafkanlah orang tersebut. Jangan menyimpan dendam dan kemarahan karena justru itu akan membuat anda semakin tidak nyaman.
Berbagai studi ilmiah telah menunjukkan betapa dahsyat pengaruh memaafkan dalam kehidupan seseorang. Dalam memaafkan tersimpan kekuatan. Orang yang mudah memaafkan bukanlah orang yang lemah. Justru mereka adalah orang-orang kuat yang sanggup memaafkan kesalahan banyak orang. Dalam memaafkan tersimpan manfaat kesehatan, bukan hanya kesehatan mental, namun juga kesehatan badan. Dalam memaafkan terkandung kebahagiaan. Semakin pandai memaafkan, semakin mudah mendapat kebahagiaan.
Maafkan Pasangan Anda, Tanpa Menunggu Ia Meminta Maaf
Setiap akhir Ramadhan dan memasuki bulan Syawal, ada tradisi dalam masyarakat di berbagai negara ---termasuk Indonesia--- untuk saling maaf memaafkan. Jika dilihat dari ajaran agama, sebenarnya tidak ada tuntunan khusus tentang maaf memaafkan yang dikaitkan dengan Iedul Fithri. Tidak ada perintah dalam Al Qur'an maupun sunnah Nabi Saw yang menyuruh kita untuk saling bermaafan saat lebaran. Namun juga tidak ada larangan dalam Al Qur'an maupun sunnah Nabi Saw untuk maaf memaafkan di hari lebaran. Jadi, ini adalah bab tradisi atau budaya masyarakat yang sudah berlaku turun temurun.
Kalaupun ini sudah menjadi tradisi masyarakat, hendaknya disertai dengan beberapa catatan dalam menjalankannya.
Pertama, hendaknya kita membiasakan diri untuk mudah saling memberi maaf di bulan apapun, bukan hanya Syawal saja. Karena pada dasarnya memaafkan adalah perbuatan mulia dan akhlaq terpuji. Dengan kebiasaan kita saling maaf memaafkan pada semua bulan, maka jika lebaran pun meminta maaf, tidak terkesan mengkhususkan diri meminta maaf hanya pada bulan Syawal. Sehingga tidak terkesan mengkultuskan serta mengkhususkan Syawal sebagai bulan permaafan, karena memang tidak ada tuntunannya dalam agama.
Kedua, hendaknya kita memulai dari dalam keluarga inti, sebelum ke orang-orang lainnya. Jika mulai dua atau tiga hari terakhir ini banyak kalangan masyarakat mulai menyebar pesan Selamat Iedul Fithri diserta permintaan maaf, hendaknya sudah dimulai dengan saling memaafkan antara suami istri, orang tua dengan anak, dan antar semua anggota keluarga. Tidak patut sudah sibuk meminta maaf dan memaafkan orang-orang jauh, namun tidak sanggup meminta maaf dan memaafkan orang-orang terkasih.