Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Maha Samara Gita: Delapan Pengikat Suami Istri

1 Desember 2015   07:07 Diperbarui: 1 Desember 2015   16:06 8175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="ilustrasi : www.pinterest.com/ahwania/pre-wedding"][/caption]Pada dasarnya pernikahan adalah sebuah ikatan sakral atas nama Allah. Dalam ajaran Islam, calon suami dan calon istri melaksanakan akad nikah dengan mengucap janji setia yang dikenal sebagai ijab qabul. Sejak itu mereka menjadi pasangan suami istri yang sah. Tentu saja yang membuat mereka bisa menikmati kebahagiaan berumah tangga bukan saja karena mereka telah resmi menikah. Ada sejumlah ikatan yang membuat hubungan mereka semakin kuat dan tidak terpisahkan.

Paling tidak ada delapan pengikat suami istri dalam kehidupan berumah tangga, yang membuat kehidupan keluarga menjadi harmonis dan bahagia. Agar mudah diingat, delapan pengikat itu saya singkat dengan istilah "Maha Samara Gita". Apa itu Maha Samara Gita? Kedengarannya seperti nama mantra atau bahasa Sansekerta ya....

Bukan. Maha Samara Gita adalah singkatan dari Mahabbah, Sakinah, Mawaddah, Rahmah, Amanah, Ghayah, Ibadah, dan Tarbiyah, yang menjadi delapan unsur pengikat suami istri dalam kehidupan berumah tangga.

1. Mahabbah

Pernikahan dan hidup berumah tangga harus dilandasi oleh mahabbah atau cinta. Bukan sembarang cinta. Karena cinta utama setiap hamba adalah kepada Sang Pencipta. Manusia harus mencintai Allah di atas segalanya. Dialah sumber segala kehidupan, dariNya kita berasal dan kepadaNya kita akan kembali. Ini adalah cinta dari segala cinta, mencintai Sang Maha Pengasih dan Penyayang, Maha Rahman dan Rahim.

Kecintaan kepada Allah ini harus diikuti dengan cinta kepada Nabi mulia, Muhammad Saw. Nabi utusan Allah yang telah memberikan teladan paripurna dalam segala aspek kehidupan. Karena segala aturan Sang Maha Pencipta, dicontohkan pelaksanaannya oleh Nabi mulia Saw. Untuk itu setiap hamba yang bertaqwa harus bersedia mengikuti aturan yang dibuat oleh Sang Pencipta, yang dicontohkan oleh Nabi-Nya. Nabi saw bersabda:

Menikah adalah sunnahku, maka barangsiapa tidak suka dengan sunnahku,  ia bukan termasuk golonganku” (Hadits Riwayat Ibnu Majah dari Aisyah ra).

Telah lengkap teladan dari Nabi Saw, termasuk dalam hal membina kehidupan rumah tangga. Inilah esensi mahabbah. Di atas landasan kecintaan kepada Allah dan Rasul, suami dan istri saling mencintai satu dengan yang lainnya. Cinta yang benar dan mulia, cinta yang proporsional. Mencintai suami, mencintai istri dalam rangka mencintai Allah. Itulah mahabbah.

2. Sakinah

Suami istri terikat oleh suasana sakinah yang muncul di antara mereka. Pernikahan telah menumbuhkan ketenteraman, ketenangan atau kedamaian. Sebuah suasana yang nyaman dan sejuk, yang hanya bisa didapatkan oleh orang yang sudah menikah secara sah. Rasa sakinah ini membuat suami dan istri selalu merasa nyaman dalam kebersamaan.

Al Qur’an (Ar Rum : 21) menyatakan, berpasangan adalah sebagian dari tanda-tanda kebesaran Allah yang terhampar di muka bumi. Allah menciptakan laki-laki dan perempuan sebagai pasangan, yang dengan menikah mereka dikarunia rasa cenderung, tenang dan tenteram. Sebuah perasaan yang tidak akan bisa didapatkan oleh pasangan yang tidak menikah secara sah.

Keberadaan suami membuat isteri tenang dan tenteram, demikian pula keberadaan istri membuat suami tenang dan tenteram. Nabi Saw mengarahkan para pemuda yang sudah mampu untuk segera menikah, karena dengan menikah inilah berbagai gejolak syahwat bisa dikendalikan dan disalurkan secara benar. Dengan demikian jiwa menjadi tenang dan tenteram. Inilah ikatan sakinah, dimana suami dan istri saling memerlukan untuk memberikan dan mendapatkan ketenteraman dari pasangannya.

Wahai para pemuda, barangsiapa telah mampu di antara kalian hendaklah melaksanakan pernikahan, karena ia dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan (kehormatan). Barangsiapa tidak mampu hendaklah berpuasa, karena ia menjadi benteng perlindungan”  (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Nasa’i).

3. Mawaddah

Suami dan istri juga terikat oleh mawaddah, yaitu gairah cinta membara. Cinta yang menggebu-gebu dan berkobar-kobar kepada pasangan. Cinta ini bercorak sangat fisik. Interaksi dan kontak fisik yang sangat intim, yang hanya boleh dilakukan oleh orang yang sudah menikah.

Mawaddah adalah cinta yang tanpa batas dan tanpa jarak. Hanya bisa didapatkan oleh pasangan yang telah menikah secara sah. Mereka bisa saling menikmati tubuh pasangan sebagai sebuah fasilitas yang Allah berikan untuk bersenang-senang dan mendapatkan kebahagiaan. Tiada perasaan yang lebih kuat dibandingkan ketertarikan terhadap pasangan jenis, sebagaimana firmanNya:

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diinginkan, yaitu : wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang” (QS. Ali Imran: 14).

Nabi Saw bersabda:

Tidak ada yang bisa dilihat [lebih indah] oleh orang-orang yang saling mencintai seperti halnya pernikahan” (Hadits Riwayat Al Hakim, disahihkan dengan syarat-syarat Muslim).

Rata-rata gambaran mawaddah ini muncul pada pasangan muda. Ekspresi cinta mereka demikian menggelora, seakan tidak mau terpisahkan satu dengan yang lainnya. Itulah sebabnya jika menikah pada usia muda, akan lebih optimal dalam menikmati keindahan dan kebahagiaan bersama pasangan.

4. Rahmah

Suami istri terikat oleh rahmah, yaitu perasaan kasih sayang yang mendalam. Kasih sayang yang dewasa dan tidak lagi bercorak fisik. Bukan luapan rasa yang menggelora dan menggebu-gebu. Bahkan tampak seperti mengendap. Mereka sudah berada dalam kondisi kesejiwaan, bahkan tidak lagi mampu menyebutkan atas alasan apa mereka saling mencinta.

Kasih sayang mereka demikian mendalam, tidak lagi terbatas pada romantisme kata-kata dan pelukan atau cium mesra. Dengan perasaan rahmah ini membuat suami istri bisa menikmati kebahagiaan dan kebersamaan hingga usia tua. Kontak fisik sudah tidak dominan, namun lebih dominan saling mengerti, saling memahami, saling menghormati dan saling memberi yang terbaik untuk pasangan.

Puisi Sapardi Djoko Damono “Aku Ingin” berikut ini, bisa mewakili penjelasan rasa rahmah yang muncul pada pasangan suami istri. Gambaran cinta dan kasih sayang pada pasangan yang sudah lanjut usia. Mereka berbahagia menikmati kebersamaan hingga usia senja.

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu
kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan
kepada hujan yang menjadikannya tiada

Dengan rahmah inilah pasangan suami istri tetap bisa berada dalam suasana bahagia sepanjang masa. Ini merupakan karunia Allah yang luar biasa indahnya dalam kehidupan keluarga. Mawaddah hanya bisa dinikmati secara optimal pada usia muda atau pengantin baru. Namun rahmah bisa dinikmati oleh siapa saja, pada usia berapa saja.

5. Amanah

Suami istri terikat oleh prinsip amanah yaitu tanggung jawab dan saling percaya. Hal ini karena ada mas’uliyah atau tanggung jawab yang melekat pada mereka berdua. Mas’uliyah menghajatkan sifat amanah. Ada peran dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh suami dan istri sejak mengucapkan ijab qabul. Mereka tidak boleh berlaku sewenang-wenang terhadap pasangan, karena ikatan akad nikah adalah amanah yang harus dijaga dan dipertahankan.

Istri adalah amanah bagi suami untuk dijaga dan dipenuhi haknya. Suami adalah amanah bagi istri untuk dijaga dan dipenuhi haknya. Dimensi penunaian amanah ini adalah dunia akhirat. Di dunia, apabila amanah tidak ternunaikan, akan menyebabkan kezaliman. Sementara itu Allah akan meminta pertangungjawaban atas penunaian amanah tersebut di akhirat kelak.

Perasaan tanggung jawab ini menjadi ikatan yang kokoh agar suami dan istri tidak saling mengkhianati. Mereka akan berlaku sebaik-baiknya terhadap pasangan karena menyadari bahwa ada mas’uliyah yang harus mereka tunaikan dengan sepenuh amanah. Nabi Saw bersabda, “Kullukum ra-in wa kullukum mas-ulun ‘an ra-iyyatih”. Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.

Suami tidak boleh zalim terhadap istri dan anak-anak, demikian pula istri tidak boleh zalim terhadap suami dan anak-anak. Kezaliman akan melahirkan penderitaan serta kesengsaraan. Suami da istri harus menjaga amanah sebaik-baiknya, dan ditunaikan dengan sepenuh perasaan tanggung jawab.

6. Ghayah

Suami dan istri terikat oleh ghayah, yaitu tujuan-tujuan mulia dalam pernikahan dan berumah tangga. Menikah jangan sampai hanya karena accident, atau semata-mata karena memenuhi dorongan nafsu. Pernikahan adalah sarana untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang utama baik bagi pribadi, keluarga, masyarakat, negara bahkan peradaban dunia.

Pernikahan dan berumah tangga bukan hanya mendapatkan tujuan-tujuan sementara dalam kehidupan dunia, namun sekaligus tujuan untuk menggapai surga bersama kelak di akhirat. Ini merupakan ikatan yang bercorak ideologis, bahwa pernikahan bukanlah tujuan, tetapi merupakan sarana untuk mencapai tujuan mulia. Ikatan ini menuntut suami dan istri selalu melakukan usaha serius agar tujuan-tujuan tersebut bisa tercapai.

Pada sebagian kalangan masyarakat kita, menikah itu seakan urusan pribadi semata-mata. Bahwa ada seorang lelaki dan seorang perempuan yang saling tertarik dan memutuskan untuk menikah. Padahal ada sangat banyak tujuan menikah dan berkeluarga, yang bukan hanya menyangkut urusan pribadi. Bahkan pernikahan itu menyangkut negara dan peradaban dunia. Hal ini sudah saya bahas dalam postingan terdahulu di Kompasiana, silakan lihat kembali di Tujuan Mulia Menikah dan Berkeluarga.

7. Ibadah

Menikah adalah bagian utuh dari ibadah. Bukan semata dorongan syahwat atau instink manusia dewasa. Menikah harus dilandasi dengan motivasi yang kuat, lurus dan benar, yaitu untuk beribadah kepada Allah. Niat ini yang membedakan antara suatu pernikahan yang bernilai ibadah dan mendapatkan pahala dari setiap titik imteraksinya, dengan pernikahan yang semata-mata menjalani keinginan.

Dalam kehidupan berumah tangga, suami istri harus saling menguatkan dalam ibadah. Mereka berusaha untuk menciptakan suasana ibadah dalam kehidupan keluarga. Bahkan semua titik interaksi antara suami istri dalam kehidupan sehari-hari harus bernilai dan bermuatan ibadah. Hidup berumah tangga bukan hanya untuk bersenang-senang dan melampiaskan segala hasrat sesaat secara halal. Namun suami istri harus mengokohkan ibadah dalam kehidupan keseharian.

Nabi Saw bersabda,  “Apabila seorang hamba menikah maka telah sempurna separuh agamanya, maka takutlah kepada Allah untuk separuh sisanya” (Hadits Riwayat Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman).

Nabi Saw juga mengarahkan suami dan istri agar saling menguatkan dalam ibadah. Salah satunya, beliau mendoakan ummatnya mendapatkan rahmat Allah dari aktivitas suami istri yang saling membangunkan shalat malam.

Semoga Allah merahmati seorang laki-laki yang bangun di waktu malam lalu shalat dan ia pun membangunkan istrinya lalu sang istri juga shalat. Bila istri tidak mau bangun, ia percikkan air ke wajahnya. Semoga Allah juga merahmati seorang perempuan yang bangun di waktu malam lalu ia shalat dan ia pun membangunkan suaminya. Bila suami enggan untuk bangun, ia pun memercikkan air ke wajahnya” (Hadits Riwayat An Nasa’i. Hadits senada juga diriwayatkan Abu Dawud dan Tirmidzi).

Ini menandakan pentingnya menegakkan dan menjaga suasana ibadah dalam kehidupan rumah tangga.

8. Tarbiyah

Suami dan istri terikat oleh proses tarbiyah, yaitu saling memberikan pembinaan, pendidikan, pengingatan dan pengokohan dalam kebaikan. Pada dasarnya semua manusia memerlukan pendidikan, pembinaan dan pengingatan. Pendidikan yang paling fundamental harus terjadi dalam keluarga. Suami dan istri berkolaborasi untuk menguatkan suasana tarbiyah dalam kehidupan rumah tangga. Berbagai sarana bisa mereka hadirkan untuk menguatkan tarbiyah ini.

Apalagi ketika mereka sudah menjadi orang tua dengan hadirnya anak-anak. Pada situasi itu semakin menguatkan urgensi tarbiyah dalam keluarga. Karena anak-anak adalah amanah yang harus dijaga dengan tarbiyah yang baik. Orang tua wajib mendidik, membina, mengingatkan, mengarahkan anak-anak agar selalu berada dalam keimanan, kebenaran dan kebaikan. Orang tua tidak bisa melarikan diri dari tanggung jawab tarbiyah kepada anak-anak mereka.

Sebagaimana pelajaran penting yang kita dapatkan dari kisah Luqman yang diabadikan dalam Al Qur’an:

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar" (QS. Luqman : 13).

Luqman telah menjadi salah satu contoh orang tua yang memberikan pendidikan dan pembinaan kepada anak-anaknya agar menjadi manusia salih. Hal itu hanya bisa terjadi apabila suami dan istri berkolaborasi untuk menciptakan suasana tarbiyah di dalam rumah. Semua anggota keluarga harus mendapatkan pembinaan secara kontinyu di dalam rumah. Bukan hanya mengandalkan sekolah atau lembaga pendidikan formal saja, namun tarbiyah harus bermula dari rumah.

Demikianlah delapan ikatan antara suami dan istri yang membuat kehidupan keluarga menjadi kokoh dan bahagia. Semoga kita bisa mendapatkan dan menjaga Maha Samara Gita dalam kehidupan keluarga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun