Suami dan istri terikat oleh ghayah, yaitu tujuan-tujuan mulia dalam pernikahan dan berumah tangga. Menikah jangan sampai hanya karena accident, atau semata-mata karena memenuhi dorongan nafsu. Pernikahan adalah sarana untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang utama baik bagi pribadi, keluarga, masyarakat, negara bahkan peradaban dunia.
Pernikahan dan berumah tangga bukan hanya mendapatkan tujuan-tujuan sementara dalam kehidupan dunia, namun sekaligus tujuan untuk menggapai surga bersama kelak di akhirat. Ini merupakan ikatan yang bercorak ideologis, bahwa pernikahan bukanlah tujuan, tetapi merupakan sarana untuk mencapai tujuan mulia. Ikatan ini menuntut suami dan istri selalu melakukan usaha serius agar tujuan-tujuan tersebut bisa tercapai.
Pada sebagian kalangan masyarakat kita, menikah itu seakan urusan pribadi semata-mata. Bahwa ada seorang lelaki dan seorang perempuan yang saling tertarik dan memutuskan untuk menikah. Padahal ada sangat banyak tujuan menikah dan berkeluarga, yang bukan hanya menyangkut urusan pribadi. Bahkan pernikahan itu menyangkut negara dan peradaban dunia. Hal ini sudah saya bahas dalam postingan terdahulu di Kompasiana, silakan lihat kembali di Tujuan Mulia Menikah dan Berkeluarga.
7. Ibadah
Menikah adalah bagian utuh dari ibadah. Bukan semata dorongan syahwat atau instink manusia dewasa. Menikah harus dilandasi dengan motivasi yang kuat, lurus dan benar, yaitu untuk beribadah kepada Allah. Niat ini yang membedakan antara suatu pernikahan yang bernilai ibadah dan mendapatkan pahala dari setiap titik imteraksinya, dengan pernikahan yang semata-mata menjalani keinginan.
Dalam kehidupan berumah tangga, suami istri harus saling menguatkan dalam ibadah. Mereka berusaha untuk menciptakan suasana ibadah dalam kehidupan keluarga. Bahkan semua titik interaksi antara suami istri dalam kehidupan sehari-hari harus bernilai dan bermuatan ibadah. Hidup berumah tangga bukan hanya untuk bersenang-senang dan melampiaskan segala hasrat sesaat secara halal. Namun suami istri harus mengokohkan ibadah dalam kehidupan keseharian.
Nabi Saw bersabda, “Apabila seorang hamba menikah maka telah sempurna separuh agamanya, maka takutlah kepada Allah untuk separuh sisanya” (Hadits Riwayat Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman).
Nabi Saw juga mengarahkan suami dan istri agar saling menguatkan dalam ibadah. Salah satunya, beliau mendoakan ummatnya mendapatkan rahmat Allah dari aktivitas suami istri yang saling membangunkan shalat malam.
“Semoga Allah merahmati seorang laki-laki yang bangun di waktu malam lalu shalat dan ia pun membangunkan istrinya lalu sang istri juga shalat. Bila istri tidak mau bangun, ia percikkan air ke wajahnya. Semoga Allah juga merahmati seorang perempuan yang bangun di waktu malam lalu ia shalat dan ia pun membangunkan suaminya. Bila suami enggan untuk bangun, ia pun memercikkan air ke wajahnya” (Hadits Riwayat An Nasa’i. Hadits senada juga diriwayatkan Abu Dawud dan Tirmidzi).
Ini menandakan pentingnya menegakkan dan menjaga suasana ibadah dalam kehidupan rumah tangga.
8. Tarbiyah