"Sebelum kamu dimusnahkan, sebaiknya kamu segera bertobat, Dinda. Tebuslah dosamu dengan bertapa di puncak Gunung Bromo bersamaku."
"Tidak!"
Tiba-tiba selarik cahaya merah keluar dari tubuhku, dan membungkus tubuh Surti. Tak kuasa, tubuh Surti berguling-guling memporak-porandakan isi kamar. Setelah itu aku tak ingat lagi apa yang terjadi selanjutnya.
Ketika aku sadar, banyak orang di sekelilingku. Tini ada di antara mereka. Mengetahui aku tersadar, Tini lekas membantuku.
"Apa yang terjadi, Di?"
"Entahlah..., seperti mimpi, Tin. Surti gimana?"
"Pingsan juga, masih belum sadar."
"Masih hidup? Syukurlah...."
Ketika aku teringat cicin yang kupakai tadi, tanpa sadar aku melihat jari tenggah tangan kananku. Cincin itu sudah tidak ada. Kemudian aku mencoba merogoh kantong celanaku, berharap kotaknya masih ada, tapi lenyap juga.
Semenjak itu, tidak pernah terjadi keanehan lagi di kamar 313. Bahkan belakangan aku dengar, kamar itu menjadi kamar favorit pengunjung.
Â