Kedua, covid 19 mendorong kita untuk merenungkan tentang lemahnya teknologi buatan manusia. Dalam perubahan zaman, kita yang selalu mengagungkan kekuatan teknologi, hingga akhirnya mengakui bahwa kita kewalahan berhadapan dengan makhluk yang ukurannya sangat kecil ini.
 Ternyata perjuangan pengembangan teknologi mestinya lebih ditingkatkan, didorong untuk lebih maju dengan lebih bijaksana agar tidak mengorbankan ciptaan lain. Wabah tak kasat mata ini hingga kini menyimpan misteri yang perlu diungkap tuntas oleh manusia. Dorongan ini tentu saja bernilai positif agar kita memandang bahwa kemampuan manusia harus diarahkan kepada kebaikan semua ciptaan.
Ketiga, dengan hadirnya corona, kita diundang untuk lebih bersolider dengan sesama, alam ciptaan, serta berbalik mengandalkan Sang Pencipta. Sikap dan habitus baru ini lahir dalam wujud yang konkret yakni meningkatkan solidaritas antarsesama dalam semua sektor kehidupan.
Keempat, covid 19 menghadirkan kepada kita sejuta peluang dan kemungkinan yang masing-masing di dalamnya mengandung nilai. Mengahadapi situasi pelik, tentu kita dituntut untuk mampu melihat, memilah dan memilih secara tajam nilai mana yang harus kita pegang.Â
Covid 19 menuntut kita untuk belajar mencintai "nilai yang utama di atas nilai yang lainnya". Proses membuat keputusan untuk hal ini tentu saja butuh kebijaksanaan yang besar. Ini dapat kita simak baik dalam pergulatan pribadi maupun secara global dalam mengambil keputusan-keputusan politis untuk menanggulangi pandemi.Â
Selain beberapa contoh yang diuraikan secara garis besar ini, masih ada banyak contoh lainnya yang perlu kita gali lebih dalam.
@ Aspek negatif covid 19
Setelah kita menyelami aspek positif dari kehadiran covid 19, tentu saja tidak serta merta kita membuat kesimpulan afirmatif bawha corona itu hanya mempunyai aspek positif saja. Ingat kembali bahwa covid 19 itu bagaikan dua sisi mata uang. Karena itu kita perlu menemukan sisi negatifnya agar kita bisa seimbang dalam menilai dan menyikapinya.
Pertama, secara global, pandemi corona melahirkan sebuah situasi dimana manusia harus menjaga jarak dari sesamanya, sampai wabah ini berlalu yang, belum diketahui pasti kapan waktunya. Pilihan untuk menjaga jarak antarsesama ini merupakan keharusan agar virus yang telah menjadi wabah lalu dalam tempo singkat menjadi pandemi ini tidak meluas.Â
Keharusan yang dihadirkan olehcovid 19 ini tentu membawa dampak negatif bagi kita yang disebut zoon politicon (makhluk sosial). Identitas sosial kita kini sedang dikurung dalam "penjara kuratif-prefentif" (penjara antisipasi yang menyembuhkan) kita. Kita terpaksa dibatasi dalam aktivitas kita, kebebsan kita seolah-olah dipasung jika kita ingin selamat.Â
Singkatnya, covid 19 berusaha melenyapkan (ataukah ingin merubah?) identitas sosial kita serta memenjarakan kebebasan kita untuk "keluar rumah". Kita dipaksa hidup dalam keterkungkungan.