*
Hari itu cukup panas, bahkan lebih panas dari biasanya. Zhafran yang sedang sibuk di kantor berencana untuk kembali mengambil air wudhu karena sebelumnya ia sempat ketiduran di ruang kerja.
Di dekat area kantor ada satu keran air yang menjadi favorit Zhafran dalam berwudhu. Di sana saluran pipa air tak pernah macet, dan airnya juga bersih. Berbeda dengan keran di dekat area penambangan pasir. Terkadang airnya agak keruh karena aktivitas pengerukan pasir.
Namun, petaka terjadi. Saat pemuda ini berjalan menuju tempat wudhu favoritnya, tiba-tiba saja ia melihat seorang pekerja tambang yang tidak sengaja mematahkan keran. Keran tersebut patah dan dalam beberapa waktu saja airnya langsung mengering.
"Hei, Kamu! Apa yang Kamu lakukan!"
Zhafran emosi. Selama ini ia tidak pernah sekesal itu. Bagaimana tidak kesal, keran air tersebut sudah sejak lama didesain untuk memudahkan bos tambang ini dalam menjaga wudhu.
"Mohon maaf, Pak. Tadi saya ingin sekali kumur-kumur dan cuci muka. Soalnya cuaca hari ini begitu panas, Pak. Saya tadi sudah memeriksa keran air di area pertambangan namun di sana sedang kering, Pak. Sekali lagi mohon maaf, Pak. Saya terpeleset dan tidak sengaja badan ini menimpa keran."
"Ah. Keran air lain mungkin boleh saja Kamu patahkan, tapi tidak untuk keran yang ini. Seharusnya Kamu izin dulu dengan Saya untuk menggunakannya."
"Mohon maaf, Pak. Saya pekerja baru di sini."
Sang pekerja itu terus menunduk. Ia tak kuasa menatap wajah bos besar yang sudah terlanjur emosi. Barang sudah terjadi, tiada dihindari. Bahkan sesal pun rasanya belum mampu menghapus segenap emosi.
"Sudah, lah. Kamu dipecat! Kesalahanmu tak termaafkan! Kamu telah membuat Saya hari ini tidak bisa menjaga wudhu."