"Tapi ingat ya, Nak. Sejatinya wudhu itu tidak sekadar bersuci dari hadas melainkan juga..."
"Juga apa, Yah? Ayah?"
Tiba-tiba saja raut pemuda yang tadinya sanga antusias sontak berubah menjadi mendung. Tiada angin tiada gemuruh, mendadak sang Ayah pingsan.
Sungguh hal yang aneh bagi Zhafran. Selama ini Ayah sehat-sehat saja dan tidak ada riwayat penyakit kronis. Karena di sungai sedang sepi, pemuda ini langsung menggendong ayahnya ke rumah dengan sebukit rasa sedih.
Bagaimana tidak sedih, harta terbesar Zhafran saat ini hanyalah Ayah. Sudah sejak 17 tahun yang lalu sang Ibu meninggalkannya. Sekarang, Zhafran sudah berumur 20 tahun dan rasa-rasanya ia sudah tak ingat lagi secara persis seperti apa wajah cantik sang Ibu.
*
"Om Rudy, Om, tolong ayah Saya, Om! Tadi Ayah pingsan di sungai!"
Belum sempat membuka pintu rumah yang tidak jauh dari sungai, Zhafran langsung meneriaki Om Rudy seraya meminta tolong. Ia sudah terlampau resah karena baru kali ini Ayah pingsan. Belasan tahun Zhafran ikut Ayah mengangkut pasir, Ayah belum pernah pingsan.
"Innaalillahi wa inna ilaihi rojiuun. Sabar, Fran. Ayahmu telah tiada."
"Apa? Mana mungkin bisa seperti ini? Ayah....."
Bak ditimpa pohon beringin besar, hati Zhafran yang tadinya riang sekarang sudah remuk dengan kesedihan yang begitu menjulang. Pemuda yang sudah dua tahun bekerja dengan Ayah demi mengumpulkan uang daftar kuliah ini sudah tak punya siapa-siapa lagi.