"Sejatinya Ramadan itu adalah bulan mulia yang membahagiakan. Jadi, sebaik-baiknya lagu adalah lagu yang mampu membuat diri lebih bahagia dalam menggapai segenap keutamaan di bulan Ramadan."
Sungguh! Bulan Ramadan itu membahagiakan. Adalah kesalahan besar ketika ada seseorang yang menganggap bulan penuh kemuliaan ini sebagai bulan yang biasa-biasa saja. Jika benar seperti itu, maka ada yang salah dari hatinya.
Di bulan Ramadan, Allah turunkan Al-Quran, dan di antara salah satu harinya bakal Allah hadiahkan malam Lailatul Qadar. Tapi, hadiah tersebut khusus ditujukan kepada hamba yang serius ingin menggapainya, dan Allah juga ridha seorang hamba yang dimaksud.
Maka dari itulah, sejak hilal bulan puasa menjelang, sudah ramai alunan lagu maupun syair religi sebagai benih penyemangat. Tidak peduli itu lagu lama atau lagu baru, harapannya tetap sama yaitu menyadarkan semua orang bahwa "Sekarang Sudah Ramadan Loh!".
Tidak hanya lagu religi, alunan nasyid dan shalawat pula bakal ramai, tepatnya jelang minggu terakhir Ramadan sebagai penanda bahwa pihak masjid/musala sudah membuka penerimaan zakat fitrah.
Meski begitu, semenjak band-ku bubar tepatnya pada tahun 2016 lalu, aku tidak lagi terlalu dekat dengan lagu. Ratusan musik di handphone sudah kuhapus dan yang tersisa hanyalah ringtone panggilan maupun pesan.
Mengapa begitu?
Soalnya aku menemukan lagu alias irama Al-Quran yang begitu memesona dan mengademkan hati. Bersamaan dengan itu, kutemukan pula hadis Nabi Muhammad SAW yang bersanad dari Al-Barra':
"Aku mendengar Nabi membaca (surat) At-Tin wazzaitun pada waktu shalat Isya, maka aku tidak pernah mendengar seorang manapun yang lebih indah suaranya dari Nabi."Â (Hadis Riwayat As-Shahihain).
MasyaAllah, Nabi Muhammad SAW benar-benar memiliki suara yang lembut, merdu, indah, serta mempesona. Padahal keistimewaan beliau saja sudah dipandang lembut nan indah dari segi intonasi berbicara kepada para sahabat maupun keluarga, apalagi membaca Quran!
Dan sebagai umat Islam, kita pula perlu terus berlatih membaca Quran walaupun tidak seindah dan semerdu Nabi.
Sebagaimana yang dikuatkan oleh firman Allah dalam QS Al-Muzzammil ayat 4: Warottilil Qur'aana tartiila, bahwa kita diperintahkan untuk membaca Quran secara tartil.
Tartil artinya perlahan-lahan yaitu dengan menerapkan tajwid yang tepat, sedangkan iramanya menyesuaikan. Nah, kita lebih mengenalnya dengan istilah murottal sebagaimana yang sering dilantunkan oleh Syekh Mishary Rasyid Al-Afasy.
Meski begitu, Al-Quran pula ada lagu dan aturan iramanya. Hal ini kita kenal dengan bacaan mujawwad yang bersandar pada aturan nagham maupun maqam tertentu. Nagham di sini bisa disebut juga dengan melodi atau pun lagu, sedangkan maqam adalah tingkatan-tingkatannya.
Adapun pelantun mujawwad yang masyhur di Indonesia adalah K.H. Muammar ZA. Sedangkan para Qori' kekinian yang kita kenal sperti Syamsuri Firdaus, Salman Amrillah, hingga Darwin Hasibuan.
Mereka dikaruniai Allah kemampuan mengolah pernafasan tingkat tinggi hingga mampu melahap semua lagu Al-Quran mulai dari Bayyati, Shoba, Sika, Rast, Jiharkah, Nahawand, serta Jiharkah dengan segenap variasi yang begitu indah.
Sedangkan aku sendiri terutama dalam bulan Ramadan ini mempunyai lagu favorit dalam melantunkan Al-Quran. Yaitu irama Jiharkah.
Jiharkah, Lagu Al-Quran Favorit yang Menjadikan Ramadanku Makin Bahagia
Sejujurnya aku sangat menyukai lagu Al-Quran nagham Nahawand dikarenakan alunan nadanya terdengar sayu, melankolis, dan sedikit sedih. Lagu Nahawand "pas banget" dilantunkan ketika seseorang sedang murung dan ingin pedekate kepada Allah melalui kalam-Nya.
Sedangkan terkhusus di Ramadan, lagu Jiharkah menjadi favoritku.
Sebagaimana yang diterangkan oleh Mukhsin Salim dalam bukunya yang berjudul Ilmu Nagham Al-Qur'an, lagu Jiharkah memiliki nada alias irama minor yang begitu manis didengar. Setiap kata maupun ayat yang menggunakan irama Jiharkah menghadirkan perasaan yang mendalam.
Sebagai gambaran, Kamu bisa simak alunan Azan yang dilantunkan oleh Abdulkarim Almakki yang juga muncul dalam serial Upin dan Ipin.
Bagaimana, sungguh membahagiakan, bukan?
Video di atas adalah salah satu variasi lagu Jiharkah untuk azan. Irama yang dihasilkan terdengar manis, mengajak orang untuk berbahagia, tidak melibatkan teknik pernafasan yang rumit, juga tidak tinggi.
Namanya juga bahagia, tidak bisa kan kita membahagiakan dengan menakut-nakuti orang lain? Maka dari itulah, secara pribadi aku menempatkan lagu Jiharkah sebagai lagu favorit dalam membaca Quran maupun azan terutama pada bulan Ramadan.
Mau dengar variasi Jiharkah ketika membaca Quran? Sejatinya Kamu bisa menyimak Qori' terkenal seperti Muzammil Hasballah. Dalam dalam kesempatan ini, aku ingin menyajikan variasi sederhana lagu Jiharkah saat melantunkan Surah Al-Fatihah.
Bagaimana, tidak sulit, kan?
Di luar dari 6 nagham utama sebagaimana yang telah kusebutkan di atas, lagu alias irama Jiharkah lebih mudah dilantunkan karena hanya memiliki 2 maqam (tingkatan) saja. Apa itu?
Pertama: Nawa.
O ya, rata-rata lagu Al-Quran itu dibuka dengan tingkatan Qoror maupun awal maqam. Tingkatan Qoror adalah tingkatan nada terendah saat kita memulai membaca Al-Quran. Contohnya yaitu saat kita melantunkan taawudz atau istiadzah.
Sedangkan lagu Jiharkah tidak. Lagu ini langsung menuju tingkatan Nawa yang sejatinya lebih tinggi daripada nada awal maqam.
Kedua, Jawab (Tinggi)
Tingkatan nada Jawab sejatinya berada lebih tinggi dari nada Nawa dengan segenap gerakan elepasi yang terkesan minor.
Tergantung panjang maupun pendeknya ayat, gerakan nada bisa satu atau dua kali syahdan dilanjutkan dengan pemberian tekanan suara pada setiap kata/suku kata lalu diakhiri dengan nada bertangga turun.
Jikalau dalam satu ayat ditemukan ada Mad Jaiz maupun Mad Wajib Muttasil dan ayat tersebut cukup panjang, maka kita bisa melakukan variasi Jiharkah dengan nada Jawabul Jawab (Tinggi nada keempat/paling tinggi) namun tetap indah dan bernada bahagia.
Sebagai tambahan, Ustadz Abdul Somad dalam ceramahnya sempat berkisah bahwa dirinya sempat membaca buku tarannum Al-Quran yang ditulis oleh alhi qiraat asal Suriah dan dikatakan bahwa bacaan Al-Fatihah Nabi Muhammad berirama Jiharkah.
Meski begitu, kejelasan tersebut masih dipertanyakan karena dalam kitab Lisan al-Arab, Ibn Manzur menerangkan bahwa orang pertama yang membaca Quran dengan lagi adalah 'Ubaydillah bin Abi Bakrah.
Tapi, lagi-lagi hal itu tidak perlu didebatkan karena intinya memperindah bacaan Quran adalah hal yang baik. Entah itu tartil maupun tilawah, asalkan bacaan Quran sesuai dengan makhraj dan tajwid, maka InsyaAllah terdengar indah.
Memperindah bacaan Quran adalah salah satu jalan meninggikan kecintaan kita kepada Kalamullah. Mudah-mudahan niat belajar dan mengamalkan Al-Quran tidak pernah luntur serta semakin lurus hanya mengharap ridha Allah semata. Aamiin.
Taman baca:
'Ainatu Masrurin, Murattal dan Mujawwad Al-Qur'an di Media Sosial, Jurnal Studi Ilmu-Ilmu al-Qur'an dan Hadis Vol. 19, No. 2, 2018
Mukhsin Salim, Ilmu Nagham Al-Qur'an (Jakarta: PT Kebayoran Widia Ripta, 2004)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H