Sekilas, aku memaklumi. Sekolah kami siswanya sedikit sehingga mobilitas manusia bisa ditekan. Beda dengan SMP tempat adikku sekolah. Di sana siswanya lebih dari 500 orang.
Aku positive thinking saja, mungkin kepala sekolahnya sedang sibuk mempersiapkan desain dan strategi pembelajaran tatap muka.
Tapi, yang sebenarnya kita kasihan adalah para guru. Rutin menggelar pembelajaran online itu memedihkan mata, bikin kuota bobrok, bahkan sering ngomel gegara eksistensi sinyal internet yang tidak stabil.
Syahdan, sekarang kita bisa bayangkan bila kemudian ada sekolah yang menggelar 2 sistem pembelajaran sekaligus, yaitu sebagian siswa belajar tatap muka, dan sebagian lainnya terpaksa belajar daring.
Apakah hal tersebut bisa terjadi?
Berdalil pada SKB 4 menteri yang baru saja diteken hari ini (30/03/2021), maka ada keleluasaan bagi orangtua siswa untuk memperbolehkan anaknya belajar tatap muka, atau malah daring saja. Sebagaimana yang disampaikan oleh Mas Mendikbud Nadiem:
"Orangtua atau wali murid boleh memilih, berhak dan bebas memilih bagi anaknya apakah mau tatap muka terbatas atau tetap PJJ," kata Mas Mendikbud Nadiem dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (30/3/2021).
Kalau saja hak kebebasan tersebut digunakan oleh wali murid, maka bisa jadi guru malah tambah repot.Â
Rencana pengajaran bakal ada dua versi, daring dan luring, belum lagi dengan berbagai kebutuhan tak terduga lainnya.
Benar.
Kita tidak bisa memungkiri gagasan bahwa kesehatan adalah tajuk utama yang terpampang besar disampul depan pendidikan negeri ini. Meski begitu, kita pula tidak bisa menunggu semua orang siap.