Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Dear Mas Nadiem, Pembelajaran Tatap Muka Jangan Menunggu Siap, tapi Disiapkan

30 Maret 2021   22:00 Diperbarui: 31 Maret 2021   08:13 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Melihat pembelajaran tatap muka di SMPN 2 Blora, Senin (29/3/2021) (KOMPAS.com/ARIA RUSTA YULI PRADANA)

"Mau menunggu siap di tengah ketidakpastian pandemi, memangnya para guru sanggup?"

Dalam beberapa hari ini, topik diskusi di ruang guru di sekolahku masih sama, yaitu tentang eksistensi pembelajaran tatap muka.

Baik guru senior maupun guru muda saling bertukar kisah sembari menyampaikan perkembangan pembelajaran di kelas. 

Bahkan, mulai minggu ini kami sudah mulai menerapkan sistem 5 hari sekolah dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.

Pemda setempat telah memberi keleluasaan, dan pengawas sekolah kami juga meminta agar pembelajaran tatap muka digelar dalam kondisi terbatas.

Lebih dari itu, segenap pendidik yang sudah sertifikasi juga mulai resah jikalau sekolah tak kunjung buka. Ya, rumusnya sederhana. Makin besar gaji, makin besar kewajiban, dan makin besar pula rasa tanggung jawab. Tapi, hal ini khusus bagi guru yang sadar, sih.

Kembali lagi kepada kisah di ruang kerja kami beberapa hari ini, dua orang guru kelas yang bertempat tinggal di dekat sekolah sudah berulang kali ditanyai oleh wali murid.

Mereka menanyakan kapan kepastian sekolah bisa dibuka secara penuh, tidak dengan sistem 3 hari lagi. Salah satu orangtua murid bahkan terang-terangan mengaku bahwa aktivitas harian anaknya "jadi amburadul".

Susah bangun pagi, malas olahraga, malas mandi pagi, apalagi buka buku pelajaran. Iya, sih. Sama. Adikku yang sekarang sudah kelas 3 SMP pula demikian.

Biasanya kami selalu berebutan untuk cepat-cepatan mandi pagi, tapi sekarang aku jadi tidak ada saingan mandi pagi. Soalnya di SMP adikku pembelajaran tatap muka belum dibuka, beda dengan sekolahku.

Sekilas, aku memaklumi. Sekolah kami siswanya sedikit sehingga mobilitas manusia bisa ditekan. Beda dengan SMP tempat adikku sekolah. Di sana siswanya lebih dari 500 orang.

Aku positive thinking saja, mungkin kepala sekolahnya sedang sibuk mempersiapkan desain dan strategi pembelajaran tatap muka.

Tapi, yang sebenarnya kita kasihan adalah para guru. Rutin menggelar pembelajaran online itu memedihkan mata, bikin kuota bobrok, bahkan sering ngomel gegara eksistensi sinyal internet yang tidak stabil.

Syahdan, sekarang kita bisa bayangkan bila kemudian ada sekolah yang menggelar 2 sistem pembelajaran sekaligus, yaitu sebagian siswa belajar tatap muka, dan sebagian lainnya terpaksa belajar daring.

Mendikbud Nadiem Makarim membacakan SKB 4 Menteri terkait belajar tatap muka di sekolah.(DOK. KOMPAS.com/DIAN IHSAN)
Mendikbud Nadiem Makarim membacakan SKB 4 Menteri terkait belajar tatap muka di sekolah.(DOK. KOMPAS.com/DIAN IHSAN)
Apakah hal tersebut bisa terjadi?

Berdalil pada SKB 4 menteri yang baru saja diteken hari ini (30/03/2021), maka ada keleluasaan bagi orangtua siswa untuk memperbolehkan anaknya belajar tatap muka, atau malah daring saja. Sebagaimana yang disampaikan oleh Mas Mendikbud Nadiem:

"Orangtua atau wali murid boleh memilih, berhak dan bebas memilih bagi anaknya apakah mau tatap muka terbatas atau tetap PJJ," kata Mas Mendikbud Nadiem dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (30/3/2021).

Kalau saja hak kebebasan tersebut digunakan oleh wali murid, maka bisa jadi guru malah tambah repot. 

Rencana pengajaran bakal ada dua versi, daring dan luring, belum lagi dengan berbagai kebutuhan tak terduga lainnya.

Benar.

Kita tidak bisa memungkiri gagasan bahwa kesehatan adalah tajuk utama yang terpampang besar disampul depan pendidikan negeri ini. Meski begitu, kita pula tidak bisa menunggu semua orang siap.

Masing-masing sekolah punya karakter, keunikan, serta kekhasannya sendiri. Alhasil, otomatis ada beragam jalan tempuh bagi sekolah untuk menyediakan layanan pendidikan secara maksimal, kendati dalam kondisi terbatas.

Mengapa ada sekolah yang cepat menggelar tatap muka?

Siswa mencuci tangan dalam pembelajaran tatap muka di SMP Negeri Hindu 2 Sukawati, Gianyar, Bali (23/3/2021). ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo
Siswa mencuci tangan dalam pembelajaran tatap muka di SMP Negeri Hindu 2 Sukawati, Gianyar, Bali (23/3/2021). ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo
Sejauh yang kuamati, ada pergerakan aktif antara guru, kepala sekolah, serta pengawas dalam berkomunikasi dengan Pemda setempat.

Awalnya bermula dari kegelisahan orangtua murid, syahdan para guru berdiskusi demi meracik sistem pengajaran dengan kondisi terbatas namun aman, sedangkan sisa perjuangan diserahkan kepada kepala sekolah.

Jika sistem sederhana tersebut berjalan, otomatis persiapan pembukaan sekolah tatap muka bisa dimaksimalkan, terutama dengan keterlibatan aktif Pemda dalam memenuhi standar kesehatan dan kesiapan sekolah.

Jika tidak begitu, atau malah kita semua menunggu vaksinasi selesai 100%, maka kapan kualitas pendidikan di era pandemi bisa kita dobrak untuk segera berkemajuan?

Mas Nadiem sendiri yang mengatakan bahwa fakta di lapangan baru ada sekitar 22 persen sekolah yang menggelar pembelajaran tatap muka. Sedangkan zona hijau baru menyentuh angka 41 persen.

Sayangnya, penyerahan wewenang penuh kepada Pemda terkait keputusan pembukaan sekolah tatap muka malah terkesan jadi "alat dalih" bagi Mas Nadiem.

Pada sesi Instagram Live bersama Youtuber Jerome Polin (30/03/2021), Mas Mendikbud malah berucap bahwa beliau bingung juga mengapa terus ditanya terkait pembukaan sekolah tatap muka, padahal sudah ada SKB 3 Menteri yang menerangkan bahwa Januari bisa buka sekolah.

Lebih dari itu, SKB 3 Menteri yang rilis pada akhir Desember 2020 saja sudah memakan 3 kali revisi.

Ditambah dengan rilisnya SKB 4 Menteri yang ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri, berarti ada 4 perubahan yang sudah dilakukan demi memastikan kesiapan.

Pertanyaannya, apakah SKB yang sebelumnya "kurang jitu" sehingga belum banyak Pemda yang menyilakan pembukaan sekolah di daerah? Atau, malah sama saja dengan Kurikulum Darurat yang sekarang suaranya sudah tak terdengar.

Entah bagaimana kabarnya. Padahal dulunya PGRI, IGI, KPAI, bahkan banyak praktisi pendidikan menantikan Kurikulum Darurat, tapi sekarang kehadirannya tidak terlalu berguna.

Maka dari itulah, kembali lagi kepada pembukaan sekolah tatap muka, sejatinya Mas Mendikbud tak bisa sepenuhnya menyerahkan wewenang kepada Pemda.

Barangkali ada beberapa Pemda yang ragu, atau malah takut. Rasanya hambatan-hambatan seperti itu juga menjadi tanggung jawab Kemendikbud bersama Mas Nadiem untuk kemudian dicarikan solusi.

Orangtua murid mana sempat mengeluh ke Pemda. Tahunya mereka ialah berkeluh kesah kepada guru di sekolah. Atau, sesekali mereka mendengar ujaran Mendikbud serta membaca pernyataan terkini dari Mas Menteri terkait perkembangan pendidikan di era pandemi.

Hadirnya vaksinasi adalah perwujudan dari persiapan buka sekolah. Ditekennya SKB 4 Menteri juga demikian.

Kalau pemerintah saling oper, malah ruwet. Kalau Mas Mendikbud meminta masyarakat bertanya ke Pemda, apa bedanya dengan menunggu siap. Semua pihak nanti malah bingung. Jika sudah bingung, kapan kita bisa bersiap?

Salam.
Ditulis oleh Ozy V. Alandika

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun