***
Tiga puluh purnama telah berlalu. Tak terasa Malin sudah menjabat Kades selama dua tahun lebih. Malin bersama Siti pula sudah dikaruniai seorang putri. Namanya Dinni. Umur Dinni baru menyentuh angka 2 tahun 3 bulan dan sang putri sudah mulai lancar dalam berbicara.
"Ayah, Yah. Dinni mau pisang," tutur Dinni sembari bermohon kepada Malin.
"Nanti, ya Nak. Ayah sedang sibuk ini," tegas Sang Ayah
"Ayah, Ayah. Nenek di mana?" sambung Dinni
Malin tak menjawab. Ia lebih fokus menyelesaikan berkas administrasi untuk pelaporan dana desa. Setidaknya ada 5 tumpuk SPJ yang harus ia periksa dan tandatangani. Ternyata jadi Kepala Desa itu susah, gumamnya dalam hati.
***
"Tangkap Pak Kades! Tangkap! Tangkap Kades Pengkhianat! Tangkap!"
Tiba-tiba ramai suara teriakan dari depan kantor desa. Malin pun segera keluar. Dan benar saja, sudah ada ratusan warga berunjuk rasa menentang dirinya.
"Pak Malin. Apa-apaan ini! Dua tahun lalu janjimu adalah membangun jalan desa dan menjadikan warga kita sejahtera. Tapi sekarang? Mengapa harga sayur engkau turunkan? Mengapa gaji buruh tani engkau pangkas? Mengapa para pegawai desa engkau suruh lembur 6 hari kerja non-stop? Dasar pengkhianat. Enyahlah kau!" ujar salah satu warga geram.
"Ah, tunggu dulu! Tidak ada pengkhianatan di sini. Saya sudah berjuang mati-matian untuk memajukan desa kita. Sudah tiga bulan saya menyusun peraturan daerah untuk kemaslahatan desa ini," jawab Malin seraya membela diri.