Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Gara-gara Nafsu Dunia, Kades Bingung Mau Jadi "Anak Durhaka" atau "Dewan Pengkhianat"

8 Oktober 2020   22:09 Diperbarui: 11 Oktober 2020   23:24 1144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi durhaka. Foto: harianaceh.co.id

Sore hari di tepi pantai kota, terlihat seorang perempuan tua sedang menjajakan nasi uduk yang dipapahnya dengan menggunakan bakul.

"Nasi uduknya, Dek, Pak, Bun. Murah meriah! Hanya Rp5.000 satu porsi," teriak Bi Tinah kepada orang-orang yang berlalu lalang di pinggir pantai.

Menjelang magrib, terlihatlah oleh Bi Tinah seorang pemuda yang sangat lusuh mulai menepi dari pantai. Pemuda itu tampaknya sangat lemah, kurus, dan kedinginan. Mendekatlah Bi Tinah kepadanya.

"Dik, kamu sepertinya lelah dan kelaparan. Kamu datang dari mana? Nama kamu siapa?" tutur Bi Tinah sembari menyodorkan sebungkus nasi uduk yang masih tersisa di bakulnya.

"Saya Malin. Datang dari desa seberang sana, Bi. Tak usah, Bi. Saya tidak punya uang lagi untuk membayarnya," tegas pemuda ini sembari menolak pemberian Bi Tinah.

"Oh, iya. Udah, tidak apa-apa ambil saja nasi ini. Bibi udah dapat untung."

Malin tersenyum tipis menerima nasi uduk itu. Ia sebenarnya sangat bersyukur. Sudah 3 hari ia tak makan sejak perpisahan dengan Bunda waktu itu.

"Dik, Bibi tinggal dulu, ya. Kasihan anak Bibi di rumah tak ada yang menemani. Kalau kamu butuh apa-apa, cari saja Bibi di sekitaran pantai ini. Bibi sering jualan nasi di sini," tegas Bi Tinah sembari melambaikan salam perpisahan.

"Iya, Bi. Terima kasih banyak karena sudah rela menolong saya," pungkas Malin dengan nada lembut.

Detik demi detik, akhirnya Bi Tinah semakin meredup dari pandangan Malin. Hari itu pun semakin gelap, sedangkan Malin belum tahu mau pergi dan bermalam di mana. Ia hanya bisa berjalan menyusuri pasir sembari menjauh dari bibir pantai.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun