Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Pacarku Seorang Guru Honorer

9 Juli 2020   22:13 Diperbarui: 9 Juli 2020   23:53 1070
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels 

"Yank, kenapa kok kamu cemberut?"

"Aku belum gajian nih!"

"Lha, biasanya kan tanggal 15 kamu sudah gajian?"

"Entahlah, Yank. Gelap!"

Pantaslah kulihat wajah Dilla kekasihku begitu garib. Biasanya setiap kali bertemu di depan parkiran SD dia selalu ceria.

Kadang, belum sempat aroma tubuhku sampai ke sekolah, Dilla sudah melanggah keluar gerbang seraya menyapaku dengan senyum indahnya. Dilla ambil helm dari motor matic-ku, dia naik, dan melambaikan tangan kepada murid-murid calon generasi penerus bangsa.

Tentu saja murid-murid itu memetik pesona senyum kekasihku. Kuyakin, mereka pasti betah dan ingin berlama-lama di kelas saat diajar oleh Dilla. Beruntung kekasihku mengajar di SD. Kalau saja dia mengajar di universitas, bisa hancur hatiku karena tercabik-cabik oleh cemburu.

Sayangnya, senyum indah itu belum datang lagi di siang ini. Ya, hari ini sudah tanggal 16 dan kekasihku belum gajian. Aku sebenarnya cukup paham mengapa gaji guru honorer sering telat.

Tapi, bagi Dilla, ini kali pertama dia terlambat mendapatkan gaji.

"Tumben telat, Yank. Memangnya bendahara gaji belum ngabarin?"

"Udah lah, Yank. Kita makan bakso granat, yuk. Aku lapar!"

Aku terlupa! Hari ini sudah hampir jam 2 siang dan kekasihku belum makan. Biasanya setiap kali bertemu aku selalu menawarkan kepada Dilla bahwa kita akan makan apa. Sesekali dia mau makan mie ayam, kadang makan ayam geprek, dan sebulan sekali mau makan sate.

Ya, aku ingat betul tentang apa-apa saja makanan kesukaan kekasihku. Wajar, sudah 4 tahun kita berpacaran dan hingga saat ini aku belum menemukan perempuan lain secantik dirinya.

Mungkin, tahun depan jika tak ada halangan yang berarti, kita akan segera menikah. Dalam sisa petualangan cinta ini, aku hanya tinggal menanti restu dari ayahnya Dilla. Satu tahun lalu, sudah kuungkapkan komitmenku. Dan, aku bersungguh-sungguh.

***

"Mang, saya pesan bakso granatnya 2 porsi, ya. Masing-masing dobel granat, tidak pake bawang daun dan pake mie putih saja!"

Lagi-lagi aku kembali terkejut. Tidak biasa-biasanya kekasihku  memesan bakso granat versi jumbo. Dobel granat, cukup terbayangkan olehku betapa laparnya kekasihku. Tapi, karena granat itu pedas, jangan-jangan dia sudah tak peduli lagi dengan lambungnya!

"Kamu yakin, Yank? Dobel granat ini loh, dobel pedasnya!"

"Yakin dong, Yank. Kan, kalo aku sudah kepedasan, ada manismu sebagai penawarnya!"

Aku tersentuh. Perasaanku, baru saja hatiku mekar semekar-mekarnya. Dan, saat itu aku juga mulai yakin bahwa kekasihku sudah pulih dari merajuknya. Perasaan Dilla sudah normal kembali, persis seperti waktu pertama kali kita makan bakso bersama.

***

4 tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal ganjil di minggu terakhir bulan Februari, kita jadian. Sebenarnya aku sudah mengenalnya sejak Dilla mulai masuk kuliah. Waktu itu kita tergabung dalam satu gugus ospek dan aku langsung jatuh cinta kepadanya.

Tapi sayang. Aku masih begitu polos dan fokus menyelesaikan kuliah. Setelah aku tamat kuliah dan langsung diterima sebagai guru kontrak di sekolah swasta, barulah kujalin hubungan serius dengan Dilla. Beruntungnya, dia tak menolak. Sungguh, aku sangat bersyukur waktu itu.

Sekarang, aku sudah diangkat menjadi wakil kurikulum di sebuah SMK swasta. Gajiku mungkin belum setara dengan gajinya para PNS. Tapi aku percaya, rezeki itu sudah ada yang mengatur dan selama kita tidak putus berusaha, rezeki akan mengalir.

Juga, satu lagi. yaitu berdoa. Berikhtiar dan berdoa. Sungguh itu pasangan yang serasi, mungkin seperti aku dan Dilla.

***

10 menit kita menanti, akhirnya pesanan bakso dobel granat pun datang. Langsung saja bakso itu kucampuri saos, kecap, dan sedikit cabai rawit halus. Sedangkan kekasihku, masih seperti biasanya. Dia selalu menyiapkan segelas air dan beberapa helai tisu di dekat tanganku.

"Hallo, Pak. Ada apa, ya?" 

Tiba-tiba saja handphone Dilla berdering. Dia langsung menjawab telepon itu, dan aku malah penasaran. Siapa kira-kira orang yang meneleponnya.

"Oh, iya, Pak. Saya sekarang sedang makan bakso di jalan Sukarindu nomor 24... Tidak apa-apa, pak. Saya juga masih lama di sini."

Telepon tadi segera Dilla tutup. Aku sebenarnya ingin bertanya tentang siapa yang menelepon itu. Tapi, ya sudahlah. Aku juga mulai lapar. Bakso ini sudah begitu menggodaku.

"Yank. Bentar lagi bendahara mau ke sini. Beliau mau mengantarkan gajiku secara langsung."

"Oh, ya? Syukurlah kalau begitu. Mantap, deh!"

Hanya berselang sekian detik, raut wajah kekasihku kembali berbunga. Tentu saja dia sangat senang. Gaji 3 bulan penuh akan dibayar hari itu. Inilah salah satu kebahagiaannya guru honorer. Kekasihku senang, aku pun ikut bahagia.

10 menit berlalu, keceriaan di wajah kekasihku belum pudar. Dan di saat itu juga, datanglah sang bendahara gaji. Tapi, aku terkejut. Bendahara gaji itu datang bersama ayahku!

"Dilla, ini gajimu. Tadi ayah buru-buru mau minta tanda tangan kepala sekolah."

Ya, aku sempat terlupa bahwa bendahara gaji di SD itu adalah ayah dari kekasihku. Tapi, yang aku heran adalah, mengapa ayahku datang bersama ayahnya?

"Ada apa, ayah?"

"Ini, ambillah. Berikan sama Dilla. Tadi, ayah tidak sengaja buka pintu kamarmu. Hampir satu jam ayah mencarinya. Ternyata kamu sembunyikan di dekat vas bunga."

Ayahku segera menyodorkan kotak cantik yang berisi cincin emas seberat 6 gram kepadaku. Ayah hebat, padahal satu bulan lalu saat aku beli cincin emas itu, tak pernah sekali pun kuberitahu kepada ayah. Bisa-bisanya cincin itu ditemukan. Ayahku benar-benar hebat!

"Nak, keinginanmu sudah direstui oleh ayahnya Dilla. Tadi beliau langsung telpon ayah. Karena kebetulan ayah sedang di rumah, langsung saja ayah ke sini."

Oh, begitu ternyata. Akhirnya, penantianku terjawab sudah. Tidak salah lagi, Dilla benar-benar adalah jodohku. Dilla, seorang guru honorer. Tadinya dia kekasihku, dan sebentar lagi dia adalah istriku. Oh Tuhan, terima kasih!

Curup, 09 Juli 2020.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun