Jika tampang gurunya mengerikan, siswa paling hanya sekadar mengangguk-angguk tanda paham. Paham, dan besoknya lupa. Besoknya lagi ingat, seminggu kemudian lupa. Ketika gurunya sudah marah-marah, siswa akhirnya memaksa diri untuk menghafal dan ingat. Tapi besoknya lupa lagi. Terus-menerus siklusnya tak berubah.
Belajar Hari Ini untuk Menemukan Gagasan, Bukan Menghafal Gagasan
Menimbang, memperhatikan, dan mengatasi terbelenggunya pemikiran siswa, agaknya terlebih dahulu pemikiran guru yang harus diluruskan. Dalam artian, jangan sampai guru malah terbelenggu dengan format dan materi dalam buku.
Bukan berarti harus menyeberang dari indikator pencapaian tujuan dan kompetensi dasar, melainkan berupaya untuk berpikir dalam lingkup yang luas serta mengajak siswa untuk keluar dari tempurung pemikiran buku. Tentu saja dengan tidak abai terhadap konsep.
Konsepnya penting, tujuannya penting, dan tingkat ketercapaiannya juga penting. Tapi penting-penting ini akan jadi tiada berguna jika nilai 100 dan 90 pada tes siswa hanya berlaku hari itu saja. Besok dan lusa dites lagi, mereka sudah tidak ingat. Nyatanya, kita guru tidak bisa menyalahkan siswa semata dan menggelarinya anak micin bukan?
Untuk itulah sangat penting bagi guru untuk melepas belenggu pemikiran siswa dengan membiarkan mereka berkomunikasi dan berpikir kritis. Tidak semata sekadar menghafal teori dan gagasan, tapi juga berusaha untuk menemukan gagasan baru.
Kiranya konsep 4C (Communication, Collaborative, Critical Thinking, and Creativity) dalam pembelajaran tidak akan maksimal jika Communication dan Critical Thinking siswa dibelenggu. Jika materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru sama sekali tidak mengundang siswa untuk berkomunikasi, artinya siswa tidak paham dengan apa yang disampaikan.
Dan jika materi yang disampaikan oleh guru tidak menghadirkan Critical Thinking pada siswa, bisa jadi siswa tidak mengerti dan terbelenggu pemikirannya untuk bisa mengkritisi materi dan mengaitkannya dengan kehidupan hari ini.
Menghadirkan gagasan siswa itu penting, karena dengan itulah pendekatan belajar 4C bisa terpenuhi. Bagaimana siswa bisa berkomunikasi jika memahami kata saja mereka berdenyut-denyut. Kolaborasi tanpa komunikasi, nanti tidak nyambung dan berakhir pada mandeknya pikiran kritis dan kreativitas siswa.
Keberadaan buku tetap penting sebagai dasar pijakan sekaligus penunjang gagasan. Hal ini juga bisa menjadi saran bagi para pembuat buku pelajaran agar merakit buku dengan kata-kata sederhana dan mudah dipahami.
Sesekali, bolehlah menganggap diri seakan-akan menjadi siswa agar bisa menilai sendiri bahwa siswa akan nyambung atau tidak, akan terpancing mengungkapkan gagasan atau tidak, akan perhatian atau tidak, serta akan mendapatkan makna atau tidak.