Peran KDD sangat mendesak mengingat hambatan-hambatan yang dialami oleh Penyandang Disabilitas berakar kuat pada budaya ableisme  di masyarakat yang masih memandang Penyandang Disabilitas dengan stigma buruk dan negatif  (moral model) dan kasihan (charity model).Â
Peran KDD akan sangat strategis untuk memangkas model ini mendorong terwujudnya pola pikir yang bersandar pada Hak Asasi Manusia (Human Right Model) yakni memandang Penyandang Disabilitas sebagai manusia yang memiliki hak dan kesempatan yang sama dengan manusia lainnya.
Pembentukan Peraturan Daerah Tentang Penyandang Disabilitas dan Komisi Disabilitas Daerah merupakan konsekuensi logis yang harus menjadi konsensus bersama dalam upaya mempercepat proses penghormatan pelindungan, dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas.
Baca juga:Â Merayu Karakter Unik Siswa
Komisi Disabilitas Dearah  (KDD) akan menjadi perpanjangan dari Komisi Nasional Disabilitas dalam menjalankan tugasnya sebagaimana diatur dalam Pasal 132 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas yakni,  melaksanakan pemantauan, evaluasi, dan advokasi pelaksanaan Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas.
Peran KDD sangat mendesak mengingat hambatan-hambatan yang dialami oleh Penyandang Disabilitas berakar kuat pada budaya ableisme  di masyarakat yang masih memandang Penyandang Disabilitas dengan stigma buruk dan negatif  (moral model) dan kasihan (charity model).
Peran KDD akan sangat strategis untuk memangkas model ini mendorong terwujudnya pola pikir yang bersandar pada Hak Asasi Manusia (Human Right Model) yakni memandang Penyandang Disabilitas sebagai manusia yang memiliki hak dan kesempatan yang sama dengan manusia lainnya.
7 Sasaran Strategis Dalam Pemenuhan Hak Asasi Penyandang Disabilitas
- Pendataan dan perencanaan yang inklusif bagi Penyandang Disabilitas;
- Penyediaan lingkungan tanpa hambatan  bagi Penyandang Disabilitas;
- Pelindungan hak dan akses politik dan keadilan bagi Penyandang Disabilitas;
- Pemberdayaan dan kemandirian Penyandang Disabilitas;
- Pewujudan ekonomi inklusif bagi Penyandang Disabilitas;
- Pendidikan dan keterampilan bagi Penyandang Disabilitas;
- Akses dan pemerataan layanan kesehatan bagi Penyandang Disabilitas
Hak Penyandang Disabilitas
Mengutip UU No. 8 tahun 2016 Pasal 5, Hak Penyandang Disabilitas antara lain (1)hidup; Â (2)bebas dari stigma; (3) privasi; (4) keadilan dan perlindungan hukum; (5)pendidikan; (6)pekerjaan, kewirausahaan, dan koperasi; (7)kesehatan; (8)politik; keagamaan; keolahragaan; Â (9)kebudayaan dan pariwisata; (10)kesejahteraan sosial; (11)Aksesibilitas; (12)Pelayanan Publik; (13)Pelindungan dari bencana; (14) habilitasi dan rehabilitasi; (15)Konsesi; (16)pendataan; Â (17)hidup secara mandiri dan dilibatkan dalam masyarakat; (18)berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh Informasi; (19)berpindah tempat dan kewarganegaraan; dan bebas dari tindakan Diskriminasi, penelantaran, Â penyiksaan, dan eksploitasi.
Hak Perempuan Disabilitas
Pasal 5 ayat (2): atas kesehatan reproduksi; menerima atau menolak penggunaan alat kontrasepsi; mendapatkan Pelindungan lebih dari perlakuan; Diskriminasi berlapis; dan untuk mendapatkan Pelindungan lebih dari tindak kekerasan, termasuk kekerasan dan eksploitasi seksual.Â
Hak Anak Disabilitas
Pasal 5 ayat (3): Mendapatkan Pelindungan khusus dari Diskriminasi, penelantaran, pelecehan, eksploitasi, serta kekerasan dan kejahatan seksual; Â Mendapatkan perawatan dan pengasuhan keluarga atau keluarga pengganti untuk tumbuh kembang secara optimal; Â Dilindungi kepentingannya dalam pengambilan keputusan; Â Perlakuan anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak anak; Â Pemenuhan kebutuhan khusus;