Satu bulan pulang KKN ketika main ke tempat kos teman di Jalan Supeno, ada gosip teman yang tinggal di kamar tengah kena Raja Singa. Kalau kencing sering teriak dan ngomong kotor. Wak wak wak.
Teman satu itu memang nggak bisa lihat jidat kinyis. Kamar mandi pun akhirnya main gembok-gembokan. Kamar mandinya yang tidak digembok.
Kasihan, akhirnya aku dan teman-teman  mencari teman yang sudah jadi dokter muda di M, dan akhirnya bisa berkontak. Juniornya yang datang menyuntik teman yang kena Raja Singa.
Satu waktu ketika kami makan model dengan teman di kawasan M didekati rombongan anak perempuan. Salah satu dari mereka berkata, "ini loh yang dulu bilang kita mayat hidup. Frankenstein. Rambut ini tak bisa dilupakan".
Habis kena bully deh. Masuk sarang macan. Wak wak wak. Salahku tak potong rambut, ubah gaya.
Hanya satu perempuan yang kalem. Perempuan itu bilang, "paling tidak, dia kalau tak salah kita harus tidak boleh salah dan harus baca dari satu text book ke text book. itu bae sih sisi positif budak ini. Ngingetke kito supayo dak mal praktek". (Ke depannya dia menjadi KKP)
Temannya yang lain bilang, "sembuh kan temanmu yang kena Raja Singa alias sifilis". "Masih butuh kita untuk mengobati malu".
Pembalasan yang setimpal. Mulutmu harimaumu. Ini sudah layak kuterima.
**
Mereka diam bukan berarti mereka setuju. Mereka diam karena mereka memperhatikan suasana. Mereka diam karena mereka menghitung akibat. Jangan arti kan diam dengan setuju.
Mari membaca Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 dengan tenang. Kalau sudah tenang dan tetap menyimpulkan melegalkan zinah. Bisa apa. Ini demokrasi.
Pendidikan seks juga bisa disebut dengan mengajari zinah. Menjual kondom juga dapat disebut melegalkan zinah. Apalagi sampai menjual alat tes kehamilan, itu....