Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan Tua Peziarah Kubur

22 Juni 2018   08:54 Diperbarui: 22 Juni 2018   09:22 870
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perempuan itu bertubuh ringkih. Rambutnya sudah dipenuhi uban. Keriput diwajah dan tangannya terlihat dengan jelas. Walau demikian jangan dilawan keinginan hatinya.

Perempuan itu pernah ditinggal oleh sopir travel di simpang Jalan Lintas Sumatra di malam hari, dari simpang itu ke rumahnya sekitar 30 km lagi. Kondisi gelap dan tidak membawa telepon genggam dan juga matanya rabun.

Hatinya yang kuat membuat "cucu" nya tergerak untuk menembus malam ke simpang, tepat di mana perempuan tua itu ditinggal. Si cucu pun misuh-misuh dengan si sopir travel yang sebenarnya berjanji untuk mengantarkan si perempuan tua itu sampai ke rumah karena sudah dibayar lebih.

Si perempuan tua itu tersenyum dan berkata, "tidak usah marah-marah.  Lah,  pokoknya aku selamat. Dan dijemput oleh kamu toh".

Perempuan itu selalu datang ke kampung halamannya untuk berbagi dan berziarah. Baginya selalu datang ke kampung itu seperti mengisi batere. Silaturahim dan berbagi sedikit rezeki. Bahkan berbagi walau hanya untuk setengah kilo minyak goreng atau setengah kilo gula.

"Tubuh dan pikiran seperti  plong  kalau sudah ke kampung," katanya suatu hari padaku yang menjadi tukang ojeknya.

Pernah satu kali, perempuan tua ini meminta diantar ke TPU di kawasan yang nun jauh. Si perempuan tua dengan lincah berjalan di antara nisan-nisan. Ada nisan yang terpelihara dan ada juga nisan yang tak terpelihara. Setiap mau lewat, si perempuan tua itu menyapa dan meminta izin dengan si ahli kubur.

Si perempuan tua itu akhirnya menemukan kuburan yang dicarinya. Dia berdoa dengan khusyuk. Setelah itu dia membersihkan rumput-rumput liar di kuburan tersebut.

Tiba-tiba entah dari mana datangnya. Datang empat orang terlihat membawa parang, cangkul dan juga sapu lidi mendatangi kami. Keempat orang itu ternyata menawarkan untuk membersihkan kuburan.

Si perempuan pun mempersilahkan agar kuburan tersebut dibersihkan. Setelah itu uang Rp 20 ribu pun diberikan pada pemuda-pemuda ini dan berpesan agar berbagi.

"Sudah kita berangkat lagi. Kita ke kuburan lain. Masih banyak yang mesti dilihat," akupun menurut dan menghidupkan motor tuaku.

Kami pun lalu tiba di sebuah kuburan yang ada di dalam kota. Sekali lagi, kakinya mampu dengan cepat memilih jalan dari kuburan yang tak rapi dan  selalu menyapa dan meminta izin untuk lewat pada ahli kubur.

Satu kuburan yang masih merah. Tanahnya terlihat amblas. Dari nisan ternyata baru dua minggu lalu, jenazah dikuburkan.

Tiba-tiba datang seorang perempuan muda bersama anaknya membawakan dua plastik kembang. Perempuan tua itu bilang,  "nambah dua lagi sekarang".

Perempuan muda itupun mengatakan, "ia bu,  kagek  di taruh di makam yang sudah biasa".

Di makam yang baru itu, Perempuan tua itu berbisik, "maafkanlah aku mbak ayu. Aku nggak sempat datang pada waktu meninggal. Semoga mbak ayu di lapangkan kuburnya. Semoga amal ibadah dan pengabdian mbak ayu untuk keluarga diterima oleh Allah SWT."

Ditaburkanlah bunga, dan disiramkanlah air di kuburan yang masih baru itu. Setelah itu dengan khusyuk dilantunkanlah doa-doa.

Perempuan tua itupun lalu kembali bergerak dengan lincah ke kuburan lainnya. Menabur bunga dan kembang serta doa khusyuk dilantunkan.

Kami lalu berpindah lagi dan kemudian sampailah di kuburan yang diujung. Keramik hijau kuburan itu terlihat terawat. Semak belukar tak ada yang mengelilinginya.

Perempuan itu memberi salam dan membersihkan keramik. Kuburan yang ada di sekitarnya pun dibersihkan.

"Hari ini aku datang. Semoga bapak tenang di alam kubur. Semoga Allah melapangkan kubur bapak hingga ke hari penghitungan. Semoga amal ibadah bapak diterima Allah. Semoga kami yang ditinggalkan terhindar dari fitnah dan juga selalu dalam lindungan Allah,".

Maafkanlah aku pak, kalau aku selama mengabdi aku ada kesalahan atau aku masih kurang. Aku mohon ampun pada Allah kalau aku sebagai istri masih mengalami banyak kekurangan dalam mengurus keluarga dan juga mendidik anak-anak," kata perempuan tua itu dengan suara berbisik.

Doa-doa pun lalu dilantunkan dengan khusyuk. Kami pun lalu meninggalkan kuburan. Tiba-tiba datang beberapa anak muda menghampiri perempuan tua itu. Dan uang Rp 120 ribu keluar dari dompetnya. "Empat minggu ya," katanya. "Ia bu," jawab salah seorang pemuda itu.

Demikian pula dengan kuburan satunya lagi yang kebetulan berkeramik berwarna hijau. Si perempuan tua melantunkan doa dan menaburkan kembang.

Uang Rp 25 ribu pun keluar lagi dari dompet untuk kembang dan parkir motor.

"Kuburan yang baru itu akan amblas sekitar tiga bulan lagi apa perlu ditambah tanah," kata seorang lelaki tua yang menerima uang Rp 25 ribu.

"Tolong diurus saja. Kalau umur panjang aku akan bayar," katanya.

Setelah meninggalkan kuburan aku arahkan motor ke sebuah warung gado-gado.

Sebelum gado-gado sampai ke meja kami. Aku memberanikan diri untuk bertanya, "ibu banyak uang ya? Ziarah tadi aku lihat paling tidak ibu sudah keluar seratusan ribu lebih".

"Tidak. Malah pas-pasan saja. Kalau mau jalan ke dusun. Ya, nunggu kiriman dari dusun ataupun pemberian dari anak-anak," katanya.

"Kenapa ibu tadi bilang di kuburan mengenai fitnah,".

"Semasa hidup suamiku. Ketika suamiku sudah pensiun. Aku itu sering dibonceng oleh adiknya untuk arisan di kantor dan tetangga aku bilang itu  sumbang mato.  Bisa orang berpikiran kalau aku itu  ado  hubungan dengan adiknya," kata si perempuan tua itu.

"Bersyukur. Aku sampai saat ini masih menjaga kehormatan diriku dan juga kehormatan laki aku.  Makonyo  aku tadi berdoa seperti itu."

"Ibu tahu dari mana kalau tetangga ibu ngomong seperti itu," kataku sambal menyantap gado-gado yang datang.

"Suara hatiku. Dan sekarang justru apa yang dia tuduhkan berbalik pada dirinya," kata si perempuan tua sambil tertawa ngakak.

"Ibu tahu darimana tuduhan itu berbalik pada dirinya?".

"Suara hatiku. Dari mukanya yang  mesum  celako,"  lanjut si perempuan.

"Jangan pernah menilai orang apalagi menuduh yang kita tak tahu. Itu fitnah. Tuduhan itu bisa berbalik pada diri kita sendiri," lanjutnya.

"Loh, ibu sudah menuduh tetangga ibu, apa ada bukti," kataku sengit.

"Kamu itu kan lagi kangen sama anakmu yang nun jauh kan," tambah si perempuan itu.

"Kok tahu".

"Karena itu terpancar di hatimu".

"Temuilah anakmu setelah kau mengantarku pulang. Ziarahlah kalau kau kangen dengannya. Itu pengobat rindu. Kalau kau tak ada uang. Ingatlah senyumannya. Ingatlah masa-masa bahagia bersamanya. Anakmu pasti senang di surga sana."

Seusai mengantarkan perempuan tua itu. Motorku pun kupacu ke sebuah tempat peristirahatan. Satu pohon bunga mawar putih menjadi penanda anak tertuaku.

"Aku kangen padamu nak. Aku kangen karena pada saat itu kau memberi senyum pada ibumu dan aku. Ibumu menjadi perempuan yang sempurna,".

Perempuan tua itu ternyata bisa membaca hati orang. Padahal aku dulu sering bilang, "dalam hati siapa yang tahu".

Terimakasih perempuan tua peziarah kubur.

Salam Kompal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun