Doa-doa pun lalu dilantunkan dengan khusyuk. Kami pun lalu meninggalkan kuburan. Tiba-tiba datang beberapa anak muda menghampiri perempuan tua itu. Dan uang Rp 120 ribu keluar dari dompetnya. "Empat minggu ya," katanya. "Ia bu," jawab salah seorang pemuda itu.
Demikian pula dengan kuburan satunya lagi yang kebetulan berkeramik berwarna hijau. Si perempuan tua melantunkan doa dan menaburkan kembang.
Uang Rp 25 ribu pun keluar lagi dari dompet untuk kembang dan parkir motor.
"Kuburan yang baru itu akan amblas sekitar tiga bulan lagi apa perlu ditambah tanah," kata seorang lelaki tua yang menerima uang Rp 25 ribu.
"Tolong diurus saja. Kalau umur panjang aku akan bayar," katanya.
Setelah meninggalkan kuburan aku arahkan motor ke sebuah warung gado-gado.
Sebelum gado-gado sampai ke meja kami. Aku memberanikan diri untuk bertanya, "ibu banyak uang ya? Ziarah tadi aku lihat paling tidak ibu sudah keluar seratusan ribu lebih".
"Tidak. Malah pas-pasan saja. Kalau mau jalan ke dusun. Ya, nunggu kiriman dari dusun ataupun pemberian dari anak-anak," katanya.
"Kenapa ibu tadi bilang di kuburan mengenai fitnah,".
"Semasa hidup suamiku. Ketika suamiku sudah pensiun. Aku itu sering dibonceng oleh adiknya untuk arisan di kantor dan tetangga aku bilang itu  sumbang mato.  Bisa orang berpikiran kalau aku itu  ado hubungan dengan adiknya," kata si perempuan tua itu.
"Bersyukur. Aku sampai saat ini masih menjaga kehormatan diriku dan juga kehormatan laki aku.  Makonyo aku tadi berdoa seperti itu."