Mohon tunggu...
Oswaldus Dagur
Oswaldus Dagur Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa STFT Widya Sasana

Main Bola Kaki

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Berdoa: Kebutuhan atau Rutinitas (?) Sebuah Refleksi Kristiani

5 November 2022   19:04 Diperbarui: 5 November 2022   22:40 719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                                                                          BERDOA: KEBUTUHAN ATAU RUTINITAS (?)

                                                                                                   Oleh: Oswaldus Dagur

Pengantar 

 Berdoa menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat beriman khususnya kaum religius. Bagi orang beriman, berdoa memberikan ketenangan dan kedamaian terutama menghantar seseorang pada keakrapan yang lebih mendalam dengan Tuhan. Meskipun demikian, ternyata berdoa bukanlah suatu aktivitas yang digemari oleh banyak orang. 

Di tengah perkembangan zaman yang semakin pesat, kebiasaan berdoa sedikit demi sedikit mengalami kemunduran. Kemunduran ini juga seringkali tanpa disadari. Entah karena kurangnya tokoh yang mampu memberikan teladan doa yang baik dan benar maupun kerena kurangnya kesadaran dari setiap orang beriman tentang pentingnya berdoa. 

Banyak orang mendewakan ilmu dan teknologi, sehingga Tuhan dibuang karena dianggap tidak bermanfaat lagi.Tuntutan untuk berdoa yang sebenarnya tidak pernah berubah dari waktu ke waktu, kian menjadi lebih berat dan sulit.

Pandangan mengenai pentingnya berdoa kian mengalami kepincangan. Berdoa tidak lagi dipandang sebagai bagian dari orang beriman apalagi dianggap sebagai kebutuhan pokok bagi pertumbuhan iman, namun dipandang sebagai aktifitas yang hanya menghabiskan waktu tanpa kontribusi yang berarti bagi Gereja dan dunia.

Pandangan seperti inilah yang akhirnya menjadi boomerang kemerosotan hidup doa bahkan berpengaruh terhadap perkembagan dan semangat hidup rohani seseorang bahkan dapat mebelokan imannya tidak terkecuali kaum berjubah. 

Munculnya berbagai pertanyaan menejadi sesuatu yang lumrah terjadi dan mutlak juga untuk tidak dihindari.  Atas dasar itu, dalam tulisan ini akan digali dan direfleksikan tentang berdoa: kebutuhan atau rutinitas (?) yang akan dituangkan dalam tulisan singkat ini.

1. Menelusur Makna Berdoa

 Berdoa atau aiteo (Yunani) berarti meminta atau mengajukan permohonan. Euchormai (Yunani) yang berarti memberitahukan sesuatu yang ada dalam hati kepada Tuhan (Bdk. Ensiklopedia Perjanjian Baru).

Menurut KBBI, berdoa merupakan pujian, harapan, dan permintaan kepada Tuhan.  Berdoa juga merupakan "senjata orang Kristen" (Efesus 6:13-17). Berdoa atau orare (Latin) pertama-tama sebagai bentuk ungkapan syukur kepada Tuhan sebagai sumber segala sesuatu yang timbul dari dalam hati dan tanpa paksaan orang lain.

Berdoa juga dapat dilihat sebagai ungkapan untuk memomohon belaskasihan dan pengampunan atas dosa-dosa yang telah dilakukan oleh si pendoa itu sendiri maupun dosa yang dilakukan oleh orang yang didoakan, serta memohon berkat dari Allah. 

St. Paulus dari Salib mengatakan: "Hidup dalam doa berarti bahwa seluruh hidupnya tertuju kepada Allah dan doa-doanya itu menjiwai seluruh pekerjaannya". "Sangat munkinlah kita berdoa bahkan di tengah-tengah pasar atau sementara berjalan sendirian. 

Mungkin pula di tengah-tengah transaksi bisnis, sementara membeli atau menjual, atau bahkan semaktu memasak" (St. Yohanes Krisostomus). Berdoa menjadi hal yang tidak terpisahkan dari orang yang percaya kepada Tuhan sebagai sumber dan tujuan hidupnya. 

Dengan demikian berdoa merupakan nafas iman dan ungkapan iman bagi orang beriman serta sarana yang menghubungkan antara orang beriman dengan Yang diimaninya yakni Tuhan Yang Maha Esa, sehingga Allah menjadi satu-satunya pokok dan tumpuan hidup manusia.


2. Bentuk-bentuk Untuk Mengungkapkan dan Menghayati Doa

Dalam gereja Katolik, berdoa dibedakan dalam tiga bentuk yaitu berdoa dengan kata-kata, meditasi, dan kontemplatif (bdk. Kopendium Katekismus Gereja Katolik)

a).Berdoa dengan kata-kata

Berdoa dengan kata-kata merupakan berdoa yang diucapakan dengan kata-kata. Ketika para rasul meminta kepada Yesus tentang berdoa, Yesus mengajarkan tentang doa Bapa Kami. Doa Bapa Kami adalah satu bentuk doa yang diungkapkan dengan kata-kata. Berdoa seperti ini seringkali dijumpa dalam doa-doa bersama; seperti di Gereja atau pun di tempat berdoa lainnya.

b).Meditasi 

Meditasi adalah salah satu bentuk doa yang terdapat dala Gereja Katolik. Meditasi merupakan refleksi penuh doa yang dimulai dengan sabda Allah yang dibacakan atau pun di dengar dari kita suci. Bagi awam, mungkin meditasi asing kedengrannya, namun bagi kaum religius: meditasi menjadi salah satu bagi penting untuk dihidupi.

Dalam meditasi itu kita dapat merenungkan sabda Allah yang telah kita dengar atau pun dibacakan dan melihat kembali tentang sejauh mana kita membaktikan diri kepada Allah dan terhadap sesama. Meditasi juga dapat membawa kita pada suatu ketenangan lahiriah dan batiniah.

c).Berdoa secara Kontemplatif

Berdoa kontemplatif berarti melulu hanya meamandang wajah Allah dalam keheningan dan cinta tanpa kata-kata yang terucapkan.

3. Menjadi Pendoa (Bukan kerena sudah suci)

Berdoa pada dasarnya adalah tanggung jawab dan kewajiban setiap orang beriman (umat Katolik).  Tidak dapat dipungkiri bahwa kaum berjubah adalah kelompok yang dipanggil untuk hidup dalam doa dan menghidupinya sehingga tidak heran jika kaum berjubah adalah kaum yang kental dengan nuansa doa. 

Keadaan itu menjadi salah satu daya tarik bagi kaum awam, sehingga banyak umat katolik yang minta didokan oleh mereka. Sebagai pendoa, maka kaum berjubah memiliki kewajiban sekaligus tanggung jawab untuk berdoa, baik bagi dirinya sendiri maupun untuk orang lain (doa syafat).

Menjadi pendoa pertama-tama berarti mempercayakan seluruh rangakaian hidupnya kepada Allah sebagai penyelenggara yang didukung dengan tindakkan dan usaha yang real dalam kehidupan sehari-hari tanpa mempertanyakan keberadaan Allah. 

Dalam bagian ini, hal pertma yang dibutuhkan adalah iman. Sikap pecaya atau iman itu secara otomatis mendorong seseorang untuk berbicara dengan Allah dari hati ke hati yang disebut dengan berdoa, yang dilakukan kapanpun dan di manapun. 

Perlu juga digaris bawahi bahwa berdoa tidak hanya terbatas pada ruang dan waktu tertentu serta tidak terbatas bagi orang tertentu saja. Meskipun dalam realitasnya bahwa kaum religius secara khusus dipanggil untuk melaksanakan tugas tersebut, namun bukan berarti bahwa berdoa itu hanya dilakukan oleh kaum berjubah. 

Kaum berjubah bukanlah kaum yang memonopoli berdoa dan kaum berjubah juga disebut sebagai pendoa bukan karena selalu berada di tempat doa; seperti Kapel, Gua Maria dan lain sebagainya melainkan karena mereka dipanggil untuk menjadi pendoa yang mana kehidupan dan pikirannya selalu terarah kepada Tuhan.

Sebagai usaha untuk menanggapi pangilan itu, maka kaum berjubah yang hidup dalam Biara atau pun dalam komunitas-komunitas dituntut untuk meluangkan waktunya untuk berdoa. Sebagai usaha untuk mendukung pelakasana itu, maka setiap biara atau pun komunitas memiliki jadwal berdoa harian, yang biasa sebut ibadat harian. 

Ibadat harian itu dibagi kedalam beberapa bagian yakni: ibadat inti yang terdiri dari ibadat pagi dan ibadat sore. Ibadat tambahan yang terdiri dari ibadat bacaan, ibadat siang, dan ibadat penutup. Pembagian ini belum termasuk Perayaan Ekaristi sebagai sumber dan puncak hidup kristiani (LG 11) maupun devosi kepada orang kudus. 

Dalam Kongregasi Pasionis, khususnya komunitas Novisiat St. Gabriel dari Bunda Berdukacita, ibadat harian dibagi kedalam beberapa sesi yakni: sebelum ibadat bacaan diadakan meditasi 30 menit, lalu disambung dengan ibadat bacaan 05.00 WIB, ibadat pagi 05.30 WIB, ibadat siang 11.30 WIB, ibadat sore 18.00 WIB dilanjutkan dengan meditasi sampai jam 19.00, dan ibadat penutup 19.30 WIB. 

Khusus perayaan Ekaristi biasanya dilaksanakan setelah ibadat pagi. Pada umumnya jadwal ibadat harian di setiap komunitas berbeda-beda.

Tidaklah mengherankan bahwa banyak orang yang menganggap dan menilai bahwa kaum berjubah adalah pendoa, namun lebih bijak jika dikatakan bahwa seorang religius dikatakan pendoa apabila yang bersangkutan mampu mengendalikan dirinya dari berbagi hal yang tidak baik dan seluruh hidupnya selalu terarah kepada Tuhan dan karya-Nya yang menyelamatkan jiwa dan badan serta memancarkan kasih Allah terhadap sesama. 

Seorang religuis dikatakan sebagai pendoa bukan juga karena banyak dan panjangnya waktu berdoa, melainkan karena kesungguhan dan ketulusannya dalam berdoa.  

Seorang pendoa memiliki kepribadian yang layak untuk dijadikan sebagai panutan bagi orang lain; seperti tidak mudah marah, tidak angkuh, tidak menghina orang lain, tidak menganggap dirinya suci melainkan selalu menganggap dirinya paling berdosa; tidak memaksa kehendaknya terhadap orang lain, penuh belaskasihan terhadap orang lain yang mana kesemua sikapnya itu dilakukan dengan tulus dan mengakui bahwa semua sikap baik itu didorong dan digerakkan oleh Roh Kudus.

4. Religius Membutuhkan Doa Karena Masih Menjadi Manusia.

Bagi para religius, berdoa bukan lagi hal yang baru. Meskipun demikian tuntutan untuk meluangkan waktu dan menyepikan diri dari keramaian untuk berdoa semakin berat, bukan karena jadwalnya semakin padat melainkan karena adanya suatu pola pikir yang keliru sebagai kosekuensi dari pergeseran sudut pandang terhadap kebutuhan doa, yakni mengaggap doa itu sebagai kebutuhan sekunder dan bukannya sebagai kebutuhan primer atau kebutuhan pokok bagi kaum Religius.  Berdoa dilihat hanya sebagai rutinitas; sesuatu yang menggerahkan dan membosankan.

 Di zaman digitalisai ini kaum berjubah dihadapkan dengan berbagai tantangan. Dunia menawarkan kenyamanan dan pengalaman yang menyenangkan melalui kehadiran teknologoi-teknologi.

Pengaruh teknologi sungguh luarbiasa sehingga mampu mengubah prilaku manusia khususnya kaum berjubah. Di sisi lain kehadiran teknologi itu sangat membantu, namun kadang-kadang juga menjadi ancaman yang serius bagi perkembangan iman umat beriman. 

Misalnya kehadiran TV. Sebelum kehadirannya, banyak kaum berjubah yang tekun berdoa bahkan berada di Kapel selama berjam-jampun tidak menjadi masalah asalkan selalu dekat dengan Allah dan berbicara dengan-Nya. 

Dengan kata lain bahwa hidup doa masih dirawat dengan baik. Namun ketika TV mulai muncul, banyak religius beralih kebiasaan dan semangat doa pun mulai tergerus. Jika dulu para religius tekun berada di Kapel, sekarang kebiasaan itu bergeser menjadi tekun berada di depan TV. 

Kebiasaan untuk berbicara mengenai hal-hal yang rohani mulai hilang bahkan pada waktu-waktu tertentu hilang sama sekali, lalu diganti dengan pemibicaraan mengenai film yang telah ditonton, misalnya Drakor.

Kalau dilihat secara sepintas, prilaku seperti itu sangat menyenangkan, namun itu hanya kesenangan sesaat dan celaka untuk selamanya karena telah mengabaikan doa yang menjadi kebutuhan sekaligus kewajiban seorang religus. 

Kaum berjubah juga tidak jarang lupa akan identitasnya sebagi tokoh pendoa. Untuk membendung pengaruh-pengaruh negative itu, maka tidak cukup hanya usaha dari relgius itu sendiri namun juga perlu dukungan dan doa-doa dari orang lain. 

Sederhananya: karena religius masih menjadi manusia. Manusia yang memiliki sisi gelap dan terang. Melihat realitas seperti itu maka kaum berjubah akan selalu dan terus membutuhkan dukungan dan doa-doa dari orang lain. Sebagaimana yang dikatakan oleh Rasul Paulus:"berdoalah untuk kami supaya firman Tuhan beroleh kemajuan dan dimuliakan..."(2Tes. 3:1).

5. Menyimak Buah Doa

Berdoa bukan hanya sekedar rutinitas yang dilakukan tanpa faedah yang berarti, namun berdoa itu justru menjadi sarana atau instrument yang digunakan untuk menghadapai berbagai pencobaan dan tantangan dalam hidup seorang beriman. Bukan persoalan baru lagi bahwa banyak kaum berjubah yang menanggalkan jubahnya dan meninggalkan kehidupannya sebagai religius, bahkan ada yang pindah agama. 

Tidak sedikit kaum berjubah yang merasa gerah dengan kehidupan dan kewajibannya sebagai seorang religius. Pada awalnya kegerahan itu belum nampak karena bisa ditutupi oleh semangat yang membara dan hasrat yang tinggi untuk menjadi seorang biarawan/biarawati.

Seiring berjalannya waktu, kegerahan itu mulai muncul secara perlahan-lahan, seperti biji yang jatuh ketanah yang subur, lalu mulai berkecambah lalu tumbuh menjadi pohon yang besar karena dipupuk dengan kemalasan dalam berdoa. 

Demikian juga kegerahan itu sedikit demi sedikit muncul dan pada akhirnya tidak dapat dibendung lagi. Kegerahan itu muncul bukan tanpa sebab, melainkan karena ada dasarnya. Pepatah mengatakan: Di mana ada madu, di situ ada lebah. Dengan berdoa, maka kaum berjubah lebih teguh dan kuat dalam menghadapi cobaan-cobaan tersebut serta tidak mudah tergiur dengan kenikmatan yang ditawarkan oleh dunia.

Yesus Kristus tahu tentang peristiwa yang dialami oleh para pengikut-Nya. 

Oleh sebab itu, Dia meminta murid-murid-Nya untuk berdoa, dengan mengatakan: "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan masuk kedalam pencobaan" (Matius 26:41). Berdoa memang bukan sarana untuk meniadakan tantangan dalam hidup membira, namun berdoa adalah suatu sarana yang memampukan kaum berjubah menghadapi setiap cobaan dengan bijaksana dan sebagai tameng bagi seorang beriman khususnya kaum berjubah untuk menangkal godaan-godaan yang dihadapinya dalam menjalani panggilannya. 

Seperti yang dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa doa memiliki kekuatan yang dapat menolong si pendoa tersebut. Namun, berdoa tidak berguna jika dilakukan hanya sebagai rutinitas atau pun formalitas yakni hanya sebatas berdoa tanpa kesungguhan yang timbul dalam dalam hati. Rasul Yakobus mengatakan: "jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati" (Yak. 2:17). 

Dari berdoa itu akan memunculkan suatu kekuatan yang luarbiasa jika didoakan dengan sungguh-sungguh. Perlu juga digaris bawahi bahwa manfaat dari berdoa tidak selalu sesuai dengan keinginan dari si pendoa meskipun didoakan dengan sungguh-sungguh, namun manfaat dari doa akan tampak dalam apa yang terbaik dan paling dibutuhkan oleh si pendoa tersebut.

Berdoa menjadi perisai jika dilakukan dengan sungguh-sungguh. Berdoa dengan sungguh-sungguh berarti doa yang lahir dari hati tanpa paksaan orang lain dan bukan hanya sekadar memenuhi aturan serta doa yang di lakukan dengan sadar lalu dihidupi dalam kehidupan sehari-hari.

Berdoa itu memang memiliki kekuatan, namun bukan berarti bahwa doa adalah jalan pintas menuju kebahagiaan. Dalam mencapai kebahagiaan, doa itu seperti jembatan. Andaikan saja bahwa kebahagiaan itu berada di seberang kali, untuk mencapai kebahagiaan itu kita perlu menyeberang maka perlu usaha. 

Supaya penyeberangan itu mudah dilakukan maka kita perlu jembatan dan jembatannya adalah doa. Dengan demikian dalam mencapai kebahagiaan itu kita perlu usaha dan dengan tekun berdoa. Dengan berdoa, kita mampu (bukan hanya kaum religius) untuk menghadapi berbagai tantangan dan penderitaan. 

Oleh sebab itu sangat penting bagi kita untuk memulai hari kita dengan berdoa dan diakhiri juga dengan berdoa tujunnya tentu saja agar seluruh perkerjaan kita diberkati dengan catatan bahwa perkerja itu baik dan benar menurut Tuhan.

"Kita harus mengingat Allah lebih sering dari pada tarikan napas kita" (St. Gregorius dari Nazianze). Mungkin banyak di antara kita yang mengira bahwa berdoa itu sulit dan harus panjang, namun jangan takut, Allah tidak menuntut kita untuk merangkai kata-kata yang panjang dan rumit.  

Tuhan Yesus sendiri mengajarkan kepada kita tentang bagaiman berdoa yang pendek dan mudah yakni Doa Bapa kami atau juga disebut "Lord's Pray". Atau juga kita dapat belajar pengalaman orang yang mengusir setan dalam Nama Yesus. Kita dapat berdoa sambil bekerja dengan menyebutkan Nama Yesus.

Penutup 

Dengan demikian, jelaslah bahwa kaum religius perlu membangkitkan kembali semangat hidup berdoa. Dalam kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, berdoa tidak hanya berlaku pada saat berada dalam kapel, melainkan juga dalam setiap tindakan, pikiran, dan perkataan. 

Tujuannya bukan untuk diapreisiasi atau juga hanya karena sebagi religius, melainkan semata-mata katena ingin dekat dengan Tuhan Sang Sumber kehidupan dan sekaligus Sang tujuan dari kehidupan itu sendiri.

Pada akhirnya berdoa menjadi kebutuhan pokok, kewajiban dan tanggung jawab setiap orang beriman yang dilakukan dengan iman dan tanpa paksaan dari orang lain. Berdoa yang dilkukan dalam dan melaui Yesus Kristus, digerakkan oleh Roh Kudus, dan menuju kepada Allah Bapa. 

Dengan demikian, doa menjadi sarana menghantar orang beriman pada kedamaian dan keakraban yang mendalam dengan Tuhan sebagai sumber dan tujuan hidup manusia.

Referensi:

 LAI (2018). Alkitab Deuterokanonika. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia

 Konferensi Waligereja Indonesia (2002). Kopendium Katekismus Gereja Katolik. Yogyakarta: Kanisius

Ensiklopedia Perjanjian Baru

Kamus Besar Bahasa Indonesia

Marziali, C (1989). Santo Paulus dari Salib Pendiri Kongregasi Pasinis. Yogyakarta: Kanisius

Hardjana, A.M (1993) penghayatan Agama: yang Otentik dan Tida Otentik.Yogyakarta: Kanisius

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun