Sebagai usaha untuk menanggapi pangilan itu, maka kaum berjubah yang hidup dalam Biara atau pun dalam komunitas-komunitas dituntut untuk meluangkan waktunya untuk berdoa. Sebagai usaha untuk mendukung pelakasana itu, maka setiap biara atau pun komunitas memiliki jadwal berdoa harian, yang biasa sebut ibadat harian.Â
Ibadat harian itu dibagi kedalam beberapa bagian yakni: ibadat inti yang terdiri dari ibadat pagi dan ibadat sore. Ibadat tambahan yang terdiri dari ibadat bacaan, ibadat siang, dan ibadat penutup. Pembagian ini belum termasuk Perayaan Ekaristi sebagai sumber dan puncak hidup kristiani (LG 11) maupun devosi kepada orang kudus.Â
Dalam Kongregasi Pasionis, khususnya komunitas Novisiat St. Gabriel dari Bunda Berdukacita, ibadat harian dibagi kedalam beberapa sesi yakni: sebelum ibadat bacaan diadakan meditasi 30 menit, lalu disambung dengan ibadat bacaan 05.00 WIB, ibadat pagi 05.30 WIB, ibadat siang 11.30 WIB, ibadat sore 18.00 WIB dilanjutkan dengan meditasi sampai jam 19.00, dan ibadat penutup 19.30 WIB.Â
Khusus perayaan Ekaristi biasanya dilaksanakan setelah ibadat pagi. Pada umumnya jadwal ibadat harian di setiap komunitas berbeda-beda.
Tidaklah mengherankan bahwa banyak orang yang menganggap dan menilai bahwa kaum berjubah adalah pendoa, namun lebih bijak jika dikatakan bahwa seorang religius dikatakan pendoa apabila yang bersangkutan mampu mengendalikan dirinya dari berbagi hal yang tidak baik dan seluruh hidupnya selalu terarah kepada Tuhan dan karya-Nya yang menyelamatkan jiwa dan badan serta memancarkan kasih Allah terhadap sesama.Â
Seorang religuis dikatakan sebagai pendoa bukan juga karena banyak dan panjangnya waktu berdoa, melainkan karena kesungguhan dan ketulusannya dalam berdoa. Â
Seorang pendoa memiliki kepribadian yang layak untuk dijadikan sebagai panutan bagi orang lain; seperti tidak mudah marah, tidak angkuh, tidak menghina orang lain, tidak menganggap dirinya suci melainkan selalu menganggap dirinya paling berdosa; tidak memaksa kehendaknya terhadap orang lain, penuh belaskasihan terhadap orang lain yang mana kesemua sikapnya itu dilakukan dengan tulus dan mengakui bahwa semua sikap baik itu didorong dan digerakkan oleh Roh Kudus.
4. Religius Membutuhkan Doa Karena Masih Menjadi Manusia.
Bagi para religius, berdoa bukan lagi hal yang baru. Meskipun demikian tuntutan untuk meluangkan waktu dan menyepikan diri dari keramaian untuk berdoa semakin berat, bukan karena jadwalnya semakin padat melainkan karena adanya suatu pola pikir yang keliru sebagai kosekuensi dari pergeseran sudut pandang terhadap kebutuhan doa, yakni mengaggap doa itu sebagai kebutuhan sekunder dan bukannya sebagai kebutuhan primer atau kebutuhan pokok bagi kaum Religius. Â Berdoa dilihat hanya sebagai rutinitas; sesuatu yang menggerahkan dan membosankan.
 Di zaman digitalisai ini kaum berjubah dihadapkan dengan berbagai tantangan. Dunia menawarkan kenyamanan dan pengalaman yang menyenangkan melalui kehadiran teknologoi-teknologi.
Pengaruh teknologi sungguh luarbiasa sehingga mampu mengubah prilaku manusia khususnya kaum berjubah. Di sisi lain kehadiran teknologi itu sangat membantu, namun kadang-kadang juga menjadi ancaman yang serius bagi perkembangan iman umat beriman.Â