2.3.1. Keindahan adalah Karya Seni Allah Tritunggal
Pemikiran seni Agustinus sering juga disebut neo-platonisme, atau pemikiran platonisme yang baru. Pokok pikiran-pikiran klasik dari Plato mengenai harmoni, keteraturan dan keutuhan atau kesatuan, dan keseimbangan dalam karya seni digunakan oleh Agustinus. Sesuatu yang indah adalah kesatuan objek atau unsur seni yang sesuai dengan pengaturan atau prinsip seni sesuai dengan perbandingan atau proporsi masing-masing bagiannya.
Ide keindahan Plato dikenakan pada Tuhan/Dewa, sehingga keindahan seni dan alam berhubungan erat dengan agama. Menurut Agustinus, seni adalah karya dari Allah itu sendiri. Allahlah yang membuat manusia mengerti tentang keindahan.
Karya seni yang indah adalah karya yan sesuai dengan keteraturan yang ideal dan hanya dapat diperoleh melalui sinar Ilahi. Karena itulah filsafat Agustinus sering disebut juga iluminasi, yang segala sesuatunya indah karena cahaya Ilahi, cahaya terang dari Tuhan (https://id.wikipedia.org/wiki/keindahan menurut St. Agustinus diakses pada tanggal 3 Desember 2019 di Seminari Montfort Malang). Dalam karya seni yang baik selalu terdapat kecemerlangan keteraturan dan dengan pemikiran itu Agustinus menolak seni sebagai mimesis. Seni itu transendental, peran cahaya ilahi sangatlah besar.
Agustinus juga tertarik menilai jenis karya fiksi dalam sastra. Menurutnya ada dua jenis cerita fiksi dalam sastra. Keduanya sebetulnya adalah kebohongan/fiksional, hanya saja ada kebohongan yang tidak bermaksud menipu da nada yang tidak bermaksud menipu. Yang lebih dihargai keindahannya adalah karya fiksi yang meskipun menyampaikan kebohongan tetapi bermaksud baik secara moral dan agama.
2.3.2. Keindahan Tritunggal Dalam Penciptaan
Agustinus mengatakan bahwa Allah Tritunggal menciptakan langit dan bumi. Dia mengatakan Sang Bapa telah menjadikan langit dan bumi. Dialah Allah tritunggal, sebab dari awal mula hikmat kami yang adalah hikmat-Mu yang lahir dari-Mu, yang sama dengan-Mu, dan seabadi Engkau, yaitu dalam Anak-Mulah, Engkau Sang Bapa, telah menjadikan langit dan bumi. Sudah banyak yang kami katakana tentang langitnya langit, tentang bumi yang berbentuk kosong dan samudera raya, yang gelap karena dalam keadaan kerohaniaannya yang tak berbentuk mengalir penuh gejolak. Keadaannya akan tetap begitu, seandainya tidak berpaling kepada Dia yang oleh-Nya ia menjadi kehidupan, bagaimanapun keadaannya, dan seandainya tidak menjadi suatu kehidupan yang oleh cahaya-Nya tampil dengan indah, dan seandainya tidak menjadi surga, yang berada diatas langit yang kemudian dijadikan diantara air dan air.
Dalam nama Allah sudah kudapatkan Bapa yang menjadikan semua hal itu, dan dalam nama Awal-Mula, Anak yang didalam-Nya Dia jadikan semua hal itu. Dan karena aku percaya bahwa Allahku itu Tritunggal, maka sesuai dengan kepercayaan itu aku mencari-cari dalam firman-firman-Nya yang kudus. Lalu lihatlah Roh-Mu melayang-layang diatas permukaan air. Itulah Tritunggal Allahku Bapa, Anak, dan Roh kudus, pencipta seluruh ciptaan (Agustinus. Pengakuan-pengakuan, di terjemahkan dari buku Confessiones oleh Ny Winarsih Arifin, 1998: 417)
Menarik disini bahwa Agustinus bisa menghubungkan relasi Allah Tritunggal dengan ciptaan. Agustinus melihat bahwa Allah Bapa, Putera, dan Roh Kudus adalah satu kesatuan yang tak dapat dilepas-pisahkan. Relasi Allah Tritunggal adalah suatu keindahan.
2.3.3. Gambaran Tritunggal Dalam Manusia: Ada, Mengetahui, Menghendaki.
Dalam Refleksinya, Agustinus menulis, Tritunggal yang mahakuasa siapakah dapat memahaminya? Siapakah yang tidak berbicara tentang-Nya kalau berbicara tentang Tritunggal itu? Jaranglah ada jiwa yang apabila membicarakan-Nya, tahu apa yang dibicarakannya. Orang berdebat, orang bertengkar, tetapi tak seorang pun melihat penglihatan itu tanpa kedamaian. Agustinus ingin mengajak orang memikirkan tiga hal yang terdapat dalam dirinya. Ketiga hal itu lain dari Tritunggal namun Agustinus menyebutnya agar orang melatih diri dan memeriksanya dan memahami betapa jauhnya hal-hal itu dari Tritunggal itu sendiri. Agustinus menyebut tiga hal berikut; Ada, Mengetahui, dan Menghendaki. Sesungguhnya aku ada, dan aku tahu, dan aku menghendaki. Aku ada seraya mengetahui dan menghendaki; aku hendak ada, dan hendak mengetahui. Manusia yang telah berubah budinya oleh pembaharuan, tidak lagi memerlukan contoh, tetapi mengenal Allah Tritunggal dan menjadi manusia rohani. Tritunggal keesaan yang adalah juga Keesaan Tritunggal.