Peranan hadits dalam hal ini sangat penting, yakni untuk menjelaskan makna dan maksud dari ayat Al-Qur'an. Namun tidak semua hadits dapat diterima sebagai hujjah. Karena itu kalangan ini berbeda pendapat dalam menilai kesahihan hadits. Dilihat dari sanadnya, hadits itu terbagi menjadi mutawatir dan ahad.
Hadits atau sunnah terbagi menjadi tiga:
a.Sunnah Qauliyah
Sunnah Qauliyah yaitu perkataan Nabi SAW, yang menerangkan hukum-hukum agama dan maksud isi Al-Qur'an serta berisi peradaban, hikmah, ilmu pengetahuan dan juga menganjurkan akhlak yang mulia.
b. Sunnah Fi'liyah.
Sunnah Fi'liyah yaitu perbuatan Nabi SAW yang menerangkan cara melaksanakan ibadah, misalnya cara berwudlu, shalat dan sebagainya.
c. Sunnah Taqririyah.
Sunnah Taqririyah yaitu bila Nabi SAW mendengar sahabat mengatakan sesuatu perkataan atau melihat mereka memperbuat sesuatu perbuatan, lalu ditetapkan dan dibiarkan oleh Nabi SAW dan tiada ditegurnya atau dilarangnya, maka yang demikian dinamai sunnah ketetapan Nabi (taqrir).
3. Ijma'
Ijma' menurut bahasa, artinya sepakat, setuju atau sependapat, sedang menurut istilah ialah kebulatan pendapat semua ahli ijtihad sesudah wafatnya nabi Muhammad SAW pada suatu masa, tentang suatu perkara (hukum). Ijma' itu menjadi hujjah (pegangan) dengan sendirinya di tempat yang tidak didapati dalil (nash), yakni Al-Qur'an dan Hadits, dan tidak menjadi ijma' kecuali telah disepakati oleh seluruh Ulama Islam, dan selama tidak menyalahi nash yang qath'i (Al-Qur'an dan Hadits).
Kebanyakan ulama berpendapat, bahwa nilai kehujjahan ijma' ialah dzanni, bukan qath'i. Oleh karena nilai ijma' itu dzanni, maka ijma' itu dapat dijadikan hujjah (pegangan) dalam urusan amal, bukan dalam urusan itiqad, sebab urusan itiqad itu mesti dengan dalil yang qath'i. Ijma' tidak dipandang sah kecuali mempunyai sandaran yang kuat, sebab ijma' itu bukan dalil yang berdiri sendiri.