Mohon tunggu...
Mrs. NoName
Mrs. NoName Mohon Tunggu... karyawan swasta -

just a young lady who want to share what inside

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Say Yes to Gambaru!

25 Maret 2011   06:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:27 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

a Very GOOD ARTICLE dari millis tetangga..

Harus di contoh sama bangsa kita yang tercinta^_^!

Von: Joy Anggraini, März, 2011 08:34 Uhr

Memang agak panjang, tapi baik sekali untuk dibaca.

Ditulis oleh seorang teman yg tinggal Jepang:

Say YES to GAMBARU!

By Rouli Esther Pasaribu

Terus terang aja, satu kata yang bener2 bikin muak jiwa raga setelah tiba

di Jepang dua tahun lalu adalah : GAMBARU alias berjuang mati-matian sampai

titik darah penghabisan.

Muak abis, sumpah, karena tiap kali bimbingan sama prof, kata-kata penutup

selalu : motto gambattekudasai (ayo berjuang lebih lagi), taihen dakedo,

isshoni gambarimashoo (saya tau ini sulit, tapi ayo berjuang bersama-sama),

motto motto kenkyuu shitekudasai (ayo bikin penelitian lebih dan lebih

lagi).

Sampai gw rasanya pingin ngomong, apa ngga ada kosa kata lain selain

GAMBARU? apaan kek gitu, yang penting bukan gambaru.

Gambaru itu bukan hanya sekadar berjuang2 cemen gitu2 aja yang kalo males

atau ada banyak rintangan, ya udahlah ya...berhenti aja.

Menurut kamus bahasa jepang sih, gambaru itu artinya : "doko made mo nintai

shite doryoku suru" (bertahan sampai kemana pun juga dan berusaha

abis-abisan)

Gambaru itu sendiri, terdiri dari dua karakter yaitu karakter "keras" dan

"mengencangkan".

Jadi image yang bisa didapat dari paduan karakter ini adalah "mau sesusah

apapun itu persoalan yang dihadapi, kita mesti keras dan terus

mengencangkan diri sendiri, agar kita bisa menang atas persoalan itu"

(maksudnya jangan manja, tapi anggap semua persoalan itu adalah sebuah

kewajaran dalam hidup, namanya hidup emang pada dasarnya susah, jadi jangan

ngarep gampang, persoalan hidup hanya bisa dihadapi dengan gambaru,

titik.).

Terus terang aja, dua tahun gw di jepang, dua tahun juga gw ngga ngerti,

kenapa orang2 jepang ini menjadikan gambaru sebagai falsafah hidupnya.

Bahkan anak umur 3 tahun kayak Joanna pun udah disuruh gambaru di

sekolahnya, kayak pake baju di musim dingin mesti yang tipis2 biar ngga

manja terhadap cuaca dingin, di dalam sekolah ngga boleh pakai kaos kaki

karena kalo telapak kaki langsung kena lantai itu baik untuk kesehatan,

sakit2 dikit cuma ingus meler2 atau demam 37 derajat mah ngga usah bolos

sekolah, tetap dihimbau masuk dari pagi sampai sore, dengan alasan, anak

akan kuat menghadapi penyakit jika ia melawan penyakitnya itu sendiri.

Akibatnya, kalo naik sepeda di tanjakan sambil bonceng Joanna, dan gw

ngos2an kecapean, otomatis Joanna ngomong : Mama, gambare! mama faitoooo!

(mama ayo berjuang, mama ayo fight!).

Pokoknya jangan manja sama masalah deh, gambaru sampe titik darah

penghabisan it's a must!

Gw bener2 baru mulai sedikit mengerti mengapa gambaru ini penting banget

dalam hidup, adalah setelah terjadi tsunami dan gempa bumi dengan kekuatan

9.0 di jepang bagian timur.

Gw tau, bencana alam di indonesia seperti tsunami di aceh, nias dan

sekitarnya, gempa bumi di padang, letusan gunung merapi....juga bukanlah

hal yang gampang untuk dihadapi. Tapi, tsunami dan gempa bumi di jepang

kali ini, jauuuuuh lebih parah dari semuanya itu. Bahkan, ini adalah gempa

bumi dan tsunami terparah dan terbesar di dunia.

Wajaaaaaaar banget kalo kemudian pemerintah dan masyarakat jepang panik

kebingungan karena bencana ini. Wajaaaaar banget kalo mereka kemudian mulai

ngerasa galau, nangis2, ga tau mesti ngapain.

Bahkan untuk skala bencana sebesar ini, rasanya bisa "dimaafkan" jika

stasiun-stasiun TV memasang sedikit musik latar ala lagu-lagu ebiet dan

membuat video klip tangisan anak negeri yang berisi wajah-wajah korban

bencana yang penuh kepiluan dan tatapan kosong tak punya harapan.

Bagaimana tidak, tsunami dan gempa bumi ini benar-benar menyapu habis

seluruh kehidupan yang mereka miliki. Sangat wajar jika kemudian mereka

tidak punya harapan.

Tapi apa yang terjadi pasca bencana mengerikan ini?

Dari hari pertama bencana, gw nyetel TV dan nungguin lagu-lagu ala ebiet

diputar di stasiun TV.

Nyari-nyari juga di mana rekening dompet bencana alam. Video klip tangisan

anak negeri juga gw tunggu2in. Tiga unsur itu (lagu ala ebiet, rekening

dompet bencana, video klip tangisan anak negeri), sama sekali ngga

disiarkan di TV.

Jadi yang ada apaan dong?

Ini yang gw lihat di stasiun2 TV :

1. Peringatan pemerintah agar setiap warga tetap waspada

2. Himbauan pemerintah agar seluruh warga jepang bahu membahu menghadapi

bencana (termasuk permintaan untuk menghemat listrik agar warga di wilayah

tokyo dan tohoku ngga lama-lama terkena mati lampu)

3. Permintaan maaf dari pemerintah karena terpaksa harus melakukan

pemadaman listrik terencana

4. Tips-tips menghadapi bencana alam

5. nomor telepon call centre bencana alam yang bisa dihubungi 24 jam

6. Pengiriman tim SAR dari setiap perfektur menuju daerah-daerah yang

terkena bencana

7. Potret warga dan pemerintah yang bahu membahu menyelamatkan warga yang

terkena bencana (sumpah sigap banget, nyawa di jepang benar-benar bernilai

banget harganya)

8. Pengobaran semangat dari pemerintah yang dibawakan dengan gaya tenang

dan tidak emosional : mari berjuang sama-sama menghadapi bencana, mari kita

hadapi (government official pake kata norikoeru, yang kalo diterjemahkan

secara harafiah : menaiki dan melewati) dengan sepenuh hati

9. Potret para warga yang terkena bencana, yang saling menyemangati :

*ada yang nyari istrinya, belum ketemu2, mukanya udah galau banget, tapi

tetap tenang dan ngga emosional, disemangati nenek2 yang ada di tempat

pengungsian : gambatte sagasoo! kitto mitsukaru kara. Akiramenai de (ayo

kita berjuang cari istri kamu. Pasti ketemu. Jangan menyerah)

*Tulisan di twitter : ini gempa terbesar sepanjang sejarah. Karena itu,

kita mesti memberikan usaha dan cinta terbesar untuk dapat melewati bencana

ini;

Gelap sekali di Sendai, lalu ada satu titik bintang terlihat terang. Itu

bintang yang sangat indah. Warga Sendai, lihatlah ke atas.

Sebagai orang Indonesia yang tidak pernah melihat cara penanganan bencana

ala gambaru kayak gini, gw bener-bener merasa malu dan di saat yang

bersamaan : kagum dan hormat banget sama warga dan pemerintah Jepang.

Ini negeri yang luar biasa, negeri yang sumber daya alamnya terbatas

banget, negeri yang alamnya keras, tapi bisa maju luar biasa dan punya

mental sekuat baja, karena : falsafah gambaru-nya itu.

Bisa dibilang, orang-orang jepang ini ngga punya apa-apa selain GAMBARU.

Dan, gambaru udah lebih dari cukup untuk menghadapi segala persoalan dalam

hidup.

Bener banget, kita mesti berdoa, kita mesti pasrah sama Tuhan.

Hanya, mental yang apa-apa "nyalahin" Tuhan, bilang2 ini semua kehendakNya,

Tuhan marah pada umatNya, Tuhan marah melalui alam maka tanyalah pada

rumput yang bergoyang.....

I guarantee you 100 percent, selama masih mental ini yang berdiam di dalam

diri kita, sampai kiamat sekalipun, gw rasa bangsa kita ngga akan bisa

maju.

Kalau ditilik lebih jauh, "menyalahkan" Tuhan atas semua bencana dan

persoalan hidup, sebenarnya adalah kata lain dari ngga berani

bertanggungjawab terhadap hidup yang dianugerahkan Sang Pemilik Hidup.

Jika diperjelas lagi, ngga berani bertanggungjawab itu maksudnya : lari

dari masalah, ngga mau ngadepin masalah, main salah2an, ngga mau berjuang

dan baru ketemu sedikit rintangan aja udah nangis manja.

Kira-kira setahun yang lalu, ada sanak keluarga yang mempertanyakan, untuk

apa gw menuntut ilmu di Jepang. Ngapain ke Jepang, ngga ada gunanya, kalo

mau S2 atau S3 mah, ya di eropa atau amerika sekalian, kalo di Jepang mah

nanggung. Begitulah kata beliau.

Sempat terpikir juga akan perkataannya itu, iya ya, kalo mau go

international ya mestinya ke amrik atau eropa sekalian, bukannya jepang

ini. Toh sama-sama asia, negeri kecil pula dan kalo ga bisa bahasa jepang,

ngga akan bisa survive di sini.

Sampai sempat nyesal juga,kenapa gw ngedaleminnya sastra jepang dan bukan

sastra inggris atau sastra barat lainnya.

Tapi sekarang, gw bisa bilang dengan yakin sama sanak keluarga yang

menyatakan ngga ada gunanya gw nuntut ilmu di jepang.

Pernyataan beliau adalah salah sepenuhnya.

Mental gambaru itu yang paling megang adalah jepang. Dan menjadikan mental

gambaru sebagai way of life adalah lebih berharga daripada go international

dan sejenisnya itu.

Benar, sastra jepang, gender dan sejenisnya itu, bisa dipelajari di mana

saja. Tapi, semangat juang dan mental untuk tetap berjuang abis-abisan biar

udah ngga ada jalan, gw rasa, salah satu tempat yang ideal untuk memahami

semua itu adalah di jepang.

Dan gw bersyukur ada di sini, saat ini. Maka, mulai hari ini, jika gw

mendengar kata gambaru, entah di kampus, di mall, di iklan-iklan TV, di

supermarket, di sekolahnya joanna atau di mana pun itu, gw tidak akan lagi

merasa muak jiwa raga.

Sebaliknya, gw akan berucap dengan rendah hati :

Indonesia jin no watashi ni gambaru no seishin to imi wo oshietekudasatte,

kokoro kara kansha itashimasu. Nihon jin no minasan no yoo ni, gambaru

seishin wo mi ni tsukeraremasu yoo ni, hibi gambatteikitai to omoimasu.

(Saya ucapkan terima kasih dari dasar hati saya karena telah mengajarkan

arti dan mental gambaru bagi saya, seorang Indonesia. Saya akan berjuang

tiap hari, agar mental gambaru merasuk dalam diri saya, seperti kalian

semuanya, orang-orang Jepang).

Say YES to GAMBARU!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun